Tuah Kayu Dewandaru

Kayu amat langka ini dulu banyak ditemukan di pulau Karimunjawa sebelah utara Jepara,diyakini bertuah menolak hewan buas dan ular, menyembuhkan gigitan ular berbisa dan menjaga keselamatan. Kayu ini kurang baik dibawa dalam perjalanan berperahu karena sifatnya mendatangkan angin taufan. Ada 2 macam kayu Dewandaru, yang dipercaya asli tumbuh didesa Nyamplung, konon jelmaan dari tongkat yang ditinggalkan Sunan Kudus, seorang wali Kerajaan Demak. Sedangkan Kayu Dewandaru dari Gunung Kawi, walau jenisnya lain dengan yang ada di Karimunjawa tetapi dipercaya berkhasiat sama. 




Khasiat Batu Quartz

Quartz digunakan untuk keseimbangan, meningkatkan energi, mengatasi fikiran negatif, menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk dan berbagai penyembuhan.Quartz juga mengatasi perasaan tidak diinginkan atau penolakan yang diterima seseorang. Quartz bening tanpa warna yang dibentuk sebagai bola kristal, telah digunakan oleh peramal sejak abad pertengahan untuk melihat dan memperkirakan masa depan.

Jenis-jenis Quartz dan bantuan yang dapat anda terima adalah :

Druzy Quartz : Membantu seseorang yang tidak memiliki kecakapan untuk memahami persoalan (tidak mempunyai pengertian yang mendalam)

Rutilated Quartz : Mengurangi cara berpikir yang negatifnya saja.
Smokey Quartz/Kwarsa Coklat : Memberi kestabilan emosional
White Quartz/Kwarsa Putih : Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.



Beda Hipnotis dan Gendam

Mendengar kata hipnotis biasanya orang akan takut karena konon hipnotis bisa membuat orang tidak sadarkan diri sehingga bisa diapakan saja misalnya dipereteli perhiasan, HP, uang dan kejahatan lainnya.

Benarkah hipnotis bisa untuk kejahatan? jawabannya adalah TIDAK BISA. Kenapa?  karena untuk menghipnotis memerlukan persetujuan dari suyet atau orang yang akan dihipnotis. Jika suyet takut atau tidak mau, maka dipastikan hipnotis tidak akan berhasil karena alam bawah sadar akan menolak sugesti yang masuk.

Lalu bagaimana halnya dengan peristiwa kejahatan yang sering terjadi dimana seseorang mudah memberikan harta bendanya tanpa ia sadari? bukankah ini seperti hipnotis? memang benar mirip hipnotis tapi sebenarnya ilmu tersebut bukan ilmu hipnotis melainkan ilmu GENDAM.


Perbedaan Hipnotis dengan Gendam adalah sbb :

1. Hipnotis tidak memiliki kekuatan yang sifatnya memaksa. Jika orang yang ingin dihipnotis menolak maka ia tidak akan bisa dihipnotis. Lain halnya dengan gendam yang bisa memaksa seseorang tidak sadarkan diri karena gendam menggunakan kekuatan mahluk halus.

2. Belajar hipnotis tidak ada ritual yang berbau mistis sama sekali. Sedangkan ilmu gendam diperoleh dengan jalan ritual melalui puasa, mantra atau pengisian dari guru gendam.

3. Ilmu hipnotis diarahkan untuk kebaikan misalnya untuk terapi diri sendiri dan orang lain. Bahkan dijaman dahulu, hipnotis digunakan untuk operasi agar pasien tidak merasa kesakitan. Adapun gendam rentan sekali digunakan untuk kejahatan.

4. Ilmu Hipnotis telah banyak digunakan orang dari berbagai latar belakang seperti psikolog (SDM), dokter (kesehatan), parenting (mendidik anak), hypnobirthing (lahir tanpa sakit) dan lain sebagainya sedangkan gendam hanya berfokus membuat orang tidak sadarkan diri. Hipnotis telah diakui secara nasional dan internasional.

Semoga dengan adanya artikel ini bisa kita bisa membedakan antara ilmu hipnotis yang benar dengan ilmu "hipnotis" yang salah alias gendam.

Mengenal Kundalini

Pengetahuan tentang kundalini sudah berumur kurang lebih tujuh ributahun. Kundalini merupakan bagian dari ajaran Tantra yang berkembang diIndia dan Tibet. Ajaran ini tidak diajarkan secara luas, hanya terbataspada murid-murid yang terpilih. Pengetahuan ini diturunkan secaralangsung dari guru spiritual kepada muridnya untuk menghindari jatuhnyapengetahuan ini kepada orang-orang yang berkesadaran rendah dan kepadamereka yang hanya mencari kesaktian.

Karena itu selama beberapa ributahun ilmu pengetahuan kuno ini tidak pernah didokumentasikan. Setelahbeberapa ribu tahun, setahap demi setahap para guru mulai menuliskanrahasia-rahasia ini agar pengetahuan ini tidak akan hilang seluruhnya.Mereka menuliskannya dalam bahasa yang disamarkan. Dalam berbagai macamkiasan, simbol, kode sehingga tulisan tersebut tidak dapat disalahgunakan oleh para pencari yang tidak layak mempelajarinya.

Kundalini berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti gulungan. Dalamkeadaan tidur (belum bangkit dan belum aktif) , kundalini berbentukgulungan 3½ lingkaran yang terletak di sumsum tulang belakang manusia,tepatnya di bawah tulang ekor (perinum). Ketika kundalini sudah bangkitdan aktif ia akan merambat naik melalui jalur sushumna, menembus semua chakra dan akhirnya keluar dari chakra mahkota. Pada saat merambat naik, kundalini akan membersihkan semua jalur-jalur energi yangdilaluinya dan saat itu, anda akan merasakan sensasi-sensasi tertentuditubuh anda.

Pada saat ini kundalini dapat dikatakan sebagai energi. Tujuh ributahun yang lalu kundalini tidak dapat digambarkan dalam istilah energikarena pada saat itu pengertian akan energi belum ditemukan. Kundalinijuga disebut sebagai Kundali-shakti (kekuatan Kundali).Kata Kundalini atau Kundali digunakan oleh aliran yoga dalam pengertianteknis dan dapat pula disebut sebagai kekuatan dalam bentuk spiral atauenergi.

MANFAAT KUNDALINI

* Menciptakan keseimbangan tubuh secara holistic (fisik, mental, emosional dan spiritual)

* Membantu proses percepatan penyembuhan seluruh jenis penyakit

* Peningkatan daya imun tubuh dari penyakit dan stress

* Melepaskan trauma masa lalu

* Memperbaiki sikap mental yang kurang baik

* Meningkatkan kecerdasan dan konsentrasi

* Kemampuan untuk mengontrol pikiran dan emosi

* Melancarkan peredaran darah

* Memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak dan meremajakan DNA tubuh

* Membersihkan kotoran-kotoran eterik

* Memperbaiki system metabolisme tubuh

* Membersihkan chakra-chakra dan jalur-jalur energi

* Memurnikan getaran/vibrasi energi pada tubuh

* Menyeimbangkan keaktifan semua chakra

* Memurnikan prana/energi yang masuk ke dalam tubuh

* Membantu bangkitnya kemampuan clairvoyance, yaitukemampuan dalam melihat dan merasakan energi yang halus (subtleenergies) seperti : melihat aura, pancaran energi, melihat chakra dll

* Membantu bangkitnya kemampuan clairaudience, yaitu kemampuan dalam mendengar dan memahami suara gaib, mendengar pesan dari alam/dimensi lain.

* Membantu bangkitnya kemampuan psychometry, yaitu dapat mengetahui sejarah suatu benda hanya dengan sentuhan saja.

* Membantu bangkitnya kemampuan clairsentience, yaitu kemampuan merasakan suatu pikiran, emosi, aroma, dan sensasi fisik (emosi dan sakit yang diderita orang lain)

* Membantu bangkitnya kemampuan psychokinesis, yaitu kemampuan mempengaruhi sikap, pikiran dan jiwa seseorang ke arah yanglebih baik, menenangkan orang yang kalap, bingung, emosi, dan dapatmenyadarkan/menetralisir orang yang kesurupan (trance).

* Materialisasi, yaitu kemampuan untuk mewujudkan/mempercepat prosespencapaian keinginan/cita-cita, menetralisir suatu tempat / benda darienergi yang merugikan.

* Out Of Body Experience, yaitu kemampuan untuk melepastubuh eterik memasuki dimensi tingkat tinggi, bertemu dengan spiritualguide/ascended masters/guru-guru tingkat tinggi

* Merasakan peningkatan pengalaman spiritual dalam kehidupan yanganda jalani sekarang maupun pada tingkat dimensi yang lebih subtle dantinggi.

* Lebih mudah memasuki keadaan meditatif

* Peningkatan kesadaran yang lebih tinggi guna pencerahan/enlightment

* Proteksi tubuh, harta benda dan objek lainnya

* Terlindungi dari niat tidak baik orang lain

* Menetralisir ancaman-ancaman kejahatan

* Terbebas dari pengaruh serangan energi negatif

* Reflek tubuh yang baik disaat bahaya mengancam, dll


KEBANGKITAN KUNDALINI

Secara umum kebangkitan kundalini dapat terjadi karena:

* faktor bakat bawaan lahir

* rajin dan tekun beribadah serta menyukai hal-hal spiritual

* membaca mantra / kalimat suci tertentu

* rajin meditasi

* latihan yoga

* kesedihan yang sangat mendalam

* sakit panas yang tinggi

* kecelakaan pada tulang ekor (kasus-kasus tertentu)

* shaktipat (dibangkitkan oleh seorang master) dll



Abdullah Mubarok Ibn Nur Muhammad

Beliau adalah wali pendiri pesantren tarekat, di Tasikmalaya Jawa Barat, yang kini menjadi salah satu pusat penyebaran Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) dan terkenal di bawah kepemimpinan putranya yang juga kharismatik, Syekh AHMAD SHOHIBUL WAFA’ TAJ AL-ARIFIN atau Abah Anom. Syekh Abdullah Mubarok juga dikenal dengan nama Abah Sepuh, Ajengan Godebag atau Kyai Godebag.

Syekh Abdullah Mubarok lahir pada 1836 di kampung Cicalung, Bojongbentang, Kecamatan Tarikolot (kini masuk Kecamatan Pagerageung). Ayahandanya adalah Raden Nurmuhammad, alias Nurapraja alias Eyang Upas, sedangkan ibundanya adalah Ibu Emah. Syekh Abdullah Mubarok ini memiliki lima saudara kandung. Sang ayah memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang tigngi di kawasan itu. Sejak kecil Syekh Abdullah Mubarok sudah gemar mengaji dan belajar ilmu agama, bertani, menjala ikan, menyumpit burung, dan berburu. Pendidikan awalnya ditempuh di sebuah pesantren di Sukamiskin, Bandung. Belakangan beliau semakin sering mendalami ajaran tasawuf dan tarekat. Sebelum Syekh Mubarok ke Cirebon untuk mendalami agama, beliau sudah sering berziarah ke makam wali Allah terkenal, Syekh ABDUL MUHYI PAMIJAHAN, yang terletak di Pamijahan, sekitar 50 kilometer selatan kota Tasikmalaya.

Di sini beliau bermimpi melihat seorang Syekh di Cirebon. Kemudian bersama sahabatnya, Madraji, beliau berangkat ke Cirebon dan bertemu Syekh TOLHAH, dan menjadi santrinya di Pesantren Begong, Kalisapu, Cirebon. Selain itu beliau juga menyempatkan diri berguru kepada Syekh KHOLIL BANGKALAN di Madura, seorang wali Allah yang amat terkenal. Saat berguru kepada Mbah Kholil ini beliau mendapat banyak ilmu, salah satunya ijazah Shalawat Hasyimiyah yang kini sering dibaca oleh para ikhwan TQN.

Selama di Pamijahan Abah Sepuh banyak menjalani laku-tirakat dan riyadhah. Di antaranya adalah tidak makan nasi, hanya daun-daun segar yang tumbuh di pinggir kali, dan memakannyapun tidak dipetik, tetapi langsung dengan mulut. Beliau juga tidak minum air apapun kecuali dari tebu atau buah mentimun. Semua tirakat ini dijalankan selama 40 hari penuh. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa suatu ketika beliau menyelesaikan puasanya dan kebetulan ada jamuan makan untuk perayaan Mauludan, di mana setiap orang membawa nasi tumpeng sendiri-sendiri ke masjid. Beliau merasa senang karena berpikir bisa makan enak, dan karenanya beliau datang ke acara sebagai tamu.

Namun setelah makanan itu didoakan oleh kyai masjid, tumpeng itu dibawa pulang lagi oleh orang yang membawanya, sehingga Abah Sepuh tidak mendapat makanan apa-apa. Sejak itu Abah Sepuh bertekad bahwa beliau tidak akan membiarkan para tamu yang masuk rumahnya diizinkan pulang jika belum diberi makanan. Tekad ini terwujud sampai sekarang. Terutama selama acara manaqiban, Pesantren Suryalaya selalu menyediakan makanan nasi lengkap dengan lauk-pauknya secara gratis kepada para tamu, sehingga dapur pesantren itu tetap beroperasi penuh selama hampir 24 jam.

Pada tahun 1908, Syekh Tolhah mengangkat Syekh Abdullah Mubarok sebagai khalifahnya. Dari 1910 sampai 1930 Abah Sepuh ditunjuk menjadi penasihat bupati Tasikmalaya, Ciamis dan Bandung, dan menjadi penasehat pasukan TNI selama perang kemerdekaan tahun 1945 sampai 1949, dan berlanjut hingga tahun 1959. Pada tahun 1952 beliau memperoleh gelar Abah Sepuh. Pada saat yang sama beliau sudah menyiapkan putranya yang kelima, Abah Anom, untuk menggantikannya sebagai pimpinan pesantren tarekat ini. Menjelang akhir hayatnya Abah Sepuh tinggal di Tasikmalaya, di rumah keluarga Haji O. Sobari. Di rumah inilah Abah Sepuh meninggal pada 25 Januari 1956 dalam usia hampir 120 tahun; sepanjang hayatnya beliau menikah beberapa kali, namun hanya satu istri pada saat yang sama.

Ajaran dan karamah
Selain mengajarkan Tarekat Qadiriyah wa Naqasyabandiyah, Abah Sepuh juga memberi banyak ajaran agama, sosial dan kemasyarakatan. Salah satu ajaran yang senantiasa dirujuk dan dibaca di setiap acara manakiban di TQN adalah Tanbih, atau wasiat beliau yang ditujukan kepada khususnya ikhwan/murid TQN. Secara garis besar wasiat ini mengajak segenap ikhwan TQN untuk mengamalkan ajaran Islam pada umumnya dan tarekat pada khususnya dengan sekuat-kuatnya dan penuh kesungguhan. Dalam Tanbih ini juga dipaparkan beberapa prinsip hubungan sosial, baik di level antar individu, masyarakat maupun negara. Menurut Abah Sepuh, seorang pengamal TQN harus menunjukkan kebajikan sosial (amal saleh dan kebaikan) yang dilandaskan pada kesucian hati. Jadi:
  • Terhadap orang yang lebih tinggi daripada kita, baik lahir maupun batin, harus kita hormati; begitulah seharusnya hidup rukun, saling harga-menghargai;
  • Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong-royong dalam melaksanakan perintah agama dan negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya, ‘adzabun alim,’ yang berarti duka nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai akhirat
  • Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun, dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebajikan.
  • Terhadap fakir miskin harus kasih sayang, ramah-tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Mengenai tujuan pengamalan TQN, Abah Sepuh menyatakan, “Teu aya lian pagawean urang sarerea Thoreqat Qodiriyah Naqsyabandiyah amalkeun kalawan enya-enya keur gahontal sagala kahadeandohir bathin, keur nyingkahan sagalakagorengan dlohir bathin, anu uneganaan ka jasad utama nyawa, anu dirungrung ku pangwujuk napsu, digoda ku dayana setan” (Tiada lain amalan kita, TQN, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebajikan lahir dan batin, menjauhi segala kejahatan lahir dan batin yang berhubungan dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti nafsu dan digoda oleh tipu daya setan.

Sebagaimana lazimnya wali Allah, Abah Sepuh juga memiliki beberapa kelebihan di luar kebiasaan atau khawariq al-adat (karamah). Dikisahkan, Bupati Ciamis berencana mengalihfungsikan Rawa Lebok menjadi lahan pertanian. Namun rawa ini terkenal angker, dan tak sedikit pekerja yang membuka rawa itu jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia. Akhirnya Bupati Ciamis meminta bantuan kepada Ajengan Godebag. Berkat karamahnyalah maka, sejak beliau ikut membantu dengan caranya sendiri, tidak ada lagi pekerja yang jatuh sakit atau tewas.

Diceritakan ketika Syeikh Abdullah Mubarok  pulang berguru dari pulau Madura kepada Syeikh Kholil Bangkalan Abah Sepuh langsung naik perahu tanpa dibekali dayung atau layar, dengan hanya bekal sholawat Bani Hasyim yang dibacanya sepanjang perjalanan, beliau sampai ke Cirebon. Artinya perahunya dijalankan hanya dengan bacaan sholawat Bani Hasyim yang beliau dapatkan dari gurunya Syeikh Kholil Bangkalan. wa Allaahu a’lam.


Konsep Sedulur Papat Kalima Pancer

Berbicara tentang pengertian dan konsep Sedulur Papat Kalima Pancer adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dalam diri manusia, maka di Gantharwa sendiri juga mengajarkan hal ini. Secara lengkap tentunya tidak bisa diterangkan secara detail kata demi kata.

Pada prinsipnya Manusia Jawa yang sejati (Kwalitas) atau setiap manusia mempunyai cita-cita yang utama yaitu Manunggaling Kawula Lan Gusti, walaupun kadang dalam bahasa yang berbeda. Untuk mencapai cita-citanya tersebut, manusia harus kembali ke asalnya (sebagai pribadi penciptaan awal) atau menjadi manusia seutuhnya, bagaimana manusia menuju menjadi manusia seutuhnya, manusia harus menjadi AJI SAKA. Aji Saka maknanya adalah kaweruh/kesadaran dalam menghargai secara maksimal dengan berperanan utama. (Atau menjadi Raja yang Beperanan Utama). (konsep Aji Saka akan ada materinya. Red).

Untuk menjadi Aji Saka, Jawa memiliki dasar, dasar dari Jawa adalah KALIMASADA, atau dalam pewayangan dikatakan, seorang manusia tidak akan mati jika telah memengang Jamus Kalimasada, seperti cerita pewayangan adalah SAMIAJI atau YIDISTIRA, begitu sucinya diceritakan, sehingga darahnya juga putih.Maka Kalimasada banyak sekali menjadi perebutan dan untuk mengerti dan tahu tentang Kalimasada banyak sekali yang telah mencari kemana-mana, bahkan saling berebut dan terjadi perang. Bahkan jaman sekarang pun banyak yang telah salah mentafsirkan Kalimasada, bahkan cenderung ngawur.

Kalimasada bisa diartikan juga sebagai Pancasilanya Jawa, karena merupakan dasar untuk semuanya.   Untuk menjelaskan Kalimasada secara tepat maka jawa telah membuat penjelasan yang lebih sederhana atau dibuat semacam miniatur Kalimasada, yaitu SEDULUR PAPAT KALIMA PANCER . Atau bahasa sederhananya adalah Kalimasada mewujudkan diri yang lebih bisa dimengerti manusia menjadi Sedulur Papat Kalima Pancer.

Lambang dari Sedulur Papat Kalima Pancer sendiri adalah dalam cerita Bagawa Gita, Arjuna menbawa kereta perang yang ditarik oleh 4 kuda dengan masing-masing membawa sifat warna adalah Hitam, Coklat (Merah), Biru, Putih. Keempat kuda itulah yang di sebut dengan Sedulur Papat, sedangkan Pancernya adalah Arjuna. Namun Sedulur Papat Kalima Pancer tidak hanya unsurnya demikian, masih ada satu unsur, yaitu di samping atas Arjuna adalah Krishna. Krishna inilah yang dilambangkan bahwa Roh (Pancer) kita bersifat Ilahi (Gusti Allah). Maka kalau manusia ingin mencapai cita-citanya, manusia (Pancernya adalah Roh Kita yang bersifat ilahi) harus bekerjasama dengan Sedulur Papatnya dan konsultannya manusia adalah Gusti Allah (memakai pengertian Gusti Allah). Barulah manusia bisa lengkap sampai pada cita-citanya yang sempurna.

Banyak dari para pelaku mistikus ingin bisa ketemu dengan Sedulur papatnya, karena ingin sekali untuk ketemu, maka hal yang sering terjadi adalah sering terjadi suatu penyesatan oleh pihak yang memanfaatkan kelemahan dari salah megerti, dan juga kesalahan, atau hayalan dan imaginasi belaka.  Adapun penjelasan dan arti dari Sedulur Papat Kilama Pancer adalah dari Sedulur yang memiliki sifat warna adalah hitam adalah melambangkan sifat KEKUATAN, coklat ibaratnya adalah seperti merah yaitu melambangkan sifat SEMANGAT, biru adalah melambangkan sifat KECERDIKAN, putih adalah melambangkan sifat KESUCIAN. Inilah merupakan sifat dan ciri manusia sejati, yaitu memiliki KEKUATAN, SEMANGAT, KECERDIKAN, KESUCIAN. Dan dikontorl oleh Roh Kita yang sejati (Pancer). Atau Sedulur Papat harus bersatu/manunggal dengan roh kita yang bersifat ilahi, baru dapat berhasil mencapai kemanunggalan dengan Gusti Allah.Sama halnya dengan Arjuna kalau tidak bisa kontrol ke 4 kuda dia akan kalah dalam perang dan bagi manusia kalau tidak bisa kontrol ke 4 sifat/saudaranya dia akan kalah, tidak akan pernah sampai pada cita-citanya. Jika sudah bisa kontrol 4 kuda, Arjuna harus senantiasa seiya sekata dengan Krishna agar selamat sampai akhir perang.

Kalau manusia mau selamat, Roh yang sejatinya harus senantiasa memakai pengertian / Kaweruh Gusti Allah.Dan jika ada yang katanya bertemu dengan ke empat sedulurnya, itu merupakan perwujudan saja atau personifikasi dari keempat sifat diri manusia saja. Namun banyak yang menganggap ketemu dengan Roh atau pribadi lain diluar dirinya, yang merupakan empat saudara kita yang mengikuti selama hidup, padahal tidaklah demikian.

Pengalaman saya ketemu dengan keempat sedulur adalah keempatnya seperti kita sendiri, wajahnya seperti kita masing-masing, wujud badannya lebih kecil dari badan kita, dan mereka memiliki sifat yang disebut diatas, saat-saat mereka muncul adalah saat kita memasuki meditasi dengan kita telah mengalahkan fisik yang mana kita tidak terpengaruh akan keletihan, kesakitan fisik, atau telah melewati ketahanan fisik kita sendiri.

Namun sekali lagi, Sedulur Papat bukanlah Roh (Pribadi) seperti Pancer kita adalah pribadi atau Roh Sejati, mereka hanyalah perwujudan saja.  Inilah sedikit bisa saya sharingkan berhubungan banyaknya pertanyaan mengenai Sedulur Papat Kalima Pancer, ini adalah pemahaman ajaran Jawa yang sangat dalam, memang kelihatan sederhana tapi kalau tidak ada tuntunan banyak yang salah kaprah. Karena telah banyak orang yang tidak mengerti ini dan banyak yang tersesatkan karena ini. Inilah sedikit bagian kecil saja mengenai Sedulur Papat Kalima Pancer.


Makam Habib Abdullah Bin Al Athas


 
Tak jauh dari Kebon Raya Bogor tepatnya kawasan empang Bogor selatan terdapat maqom waliyulloh yang lokasinya tepat di jalan lolongok Di Kompleks Masjid An nur itulah, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas di makamkan, bersama dengan makam anak-anaknya yaitu Al Habib Mukhsin Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Zen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Husen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, Sarifah Nur Binti Abdullah Al Athas, makam murid kesayangannya yaitu Al Habib Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir dan Maqom seorang ulama besar yang belum lama ini wafat 26 maret 2007 al walid Habib Abdurrohman Bin Ahmad Assegaf (pimpinan pon-pes Al busro citayam depok).

Dalam Manakibnya disebutkan bahwa Al Habib Abduillah Bin Mukhsin Al Athas adalah seorang “ Waliyullah” yang telah mencapai kedudukan mulia dekat dengan Allah SWT. Beliau termasuk salah satu Waliyullah yang tiada terhitung jasa-jasanya dalam sejarah pengembangan Islam dan kaum muslimin di Indonesia. Beliau seorang ulama “Murobi” dan panutan para ahli tasauf sehingga menjadi suri tauladan yang baik bagi semua kelompok manusia maupun jin.

habib muhsin bin abdulloh al athos
Al Habib Abdullah Bin Mukhsin. Bin Muhammad. Bin Abdullah. Bin Muhammad. Bin Mukhsin. Bin Husen. Bin Syeh Al Kutub, Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas adalah seorang tokoh rohani yang dikenal luas oleh semua kalangan umum maupun khusus. Beliau adalah “Ahli kasaf” dan ahli Ilmu Agama yang sulit ditandingi keluawasan Ilmunya, jumlah amal ibadahnya, kemulyaan maupun budi pekertinya. 

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas beliau asli dari Yaman Selatan dilahirkan di desa hawrat
salah satu desa di Al Kasar, Kampung kharaidhoh, “Khadramaut” pada hari Selasa 20 Jumadi Awal 1275 hijriah. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dan perhatian khusus dari Ayahnya. Beliau mepelajari Al Qur’an dimasa kecilnya dari Mu’alim Syeh Umar Bin Faraj Bin Sabah.

Dalam Usia 17 tahun beliau sudah hafal Al Qui’an. Kemudian beliau oleh Ayahnya diserahkan kepada ulama terkemuka di masanya. Beliau dapat menimba berbagai cabang ilmu Islam dan Keimanan.

Diantara guru–guru beliau, salah satunya adalah Assyayid Al Habib Al Qutbi Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, dari guru yang satu itu beliau sempat menimba Ilmu–Ilmu rohani dan tasauf, Beliau mendapatkan do’a khusus dari Al Habib Abu Bakar Al Athas, sehingga beliau berhasil meraih derajat kewalian yang patut. Diantaranya guru rohani beliau yang patut dibanggakan adalah yang mulya Al Habib Sholih Bin Abdullah Al Athas penduduk Wadi a’mad.

Habib Abdullah pernah membaca Al Fatihah dihadapan Habib Sholeh dan Habib Sholeh menalkinkan Al Fatihah kepadanya Al A’rif Billahi Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Habsi. ketika melihat Al Habib Abdullah Bin Mukhsin yang waktu itu masih kecil beliu berkata sungguh anak kecil ini kelak akan menjadi orang mulya kedudukannya.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin pernah belajar Kitab risalah karangan Al Habib Ahmad Bin Zen Al Habsi kepada Al Habib Abdullah Bin A’lwi Alaydrus sering menemui Imam Al Abror Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Muhdhor. Selain itu beliau juga sempat mengunjungi beberapa Waliyulllah yang tingal di hadramaut seperti Al Habib Ahmad Bin Abdullah Al Bari seorang tokoh sunah dan asar. Dan Syeh Muhammad Bin Abdullah Basudan. Beliau menetap di kediaman Syeh Muhammad basudan selama beberapa waktu guna memperdalam Agama.

Pada tahun 1282 Hijriah, Habib Abdulllah Bin Mukhsin menunaikan Ibadah haji yang pertama kalinya.
Selama di tanah suci beliau bertemu dan berdialog dengan ulama–ulama Islam terkemuka. Kemudian, seusai menjalankan ibadah haji, beliau pulang ke Negrinya dengan membawa sejumlah keberkahan. Beliau juga mengunjungi Kota Tarim untuk memetik manfaat dari wali–wali yang terkenal.

Setelah dirasa cukup maka beliau meninggalkan Kota Tarim dengan membawa sejumlah berkah yang tidak ternilai harganya. Beliau juga mengunjungi beberapa Desa dan beberapa Kota di Hadramaut untuk mengunjungi para Wali dan tokoh–tokoh Agama dan Tasauf baik dari keluarga Al A’lwi maupun dari keluarga lain.

Pada tahun 1283 H, Beliau melakukan ibadah haji yang kedua. Sepulangnya dari Ibadah haji, beliau berkeliling ke berbagai peloksok dunia untuk mencari karunia Allah SWT dan sumber penghidupan yang merupakan tugas mulya bagi seorang yang berjiwa mulya. Dengan izin Allah SWT, perjalanan mengantarkan beliau sampai ke Indonesia. beliau bertemu dengan sejumlah Waliyullah dari keluarga Al Alwi antara lain Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bin Hamzah Al Athas.

Sejak pertemuanya dengan Habib Ahmad beliau mendapatkan Ma’rifat. Dan, Habib Abdullah Bin Mukhsin diawal kedatangannya ke Jawa memilih Pekalongan sebagai Kota tempat kediamannya. Guru beliau Habib Ahmad Bin Muhammad Al Athas banyak memberi perhatian kepada beliau sehinga setiap kalinya gurunya menunjungi Kota Pekalongan beliau tidak mau bermalam kecuali di rumah Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos.

Dalam setiap pertemuan Habib Ahmad selalu memberi pengarahan rohani kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin sehingga hubungan antara kedua Habib itu terjalin amat erat. Dari Habib Ahmad beliau banyak mendapat manfaat rohani yang sulit untuk dibicarakan didalam tulisan yang serba singkat ini.
Dalam perjalan hidupnya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas pernah dimasukan kedalam penjara oleh Pemerintah Belanda, mungkin pengalaman ini telah digariskan Allah. Sebab, Allah ingin memberi beliau kedudukan tinggi dan dekat dengannya. Nasib buruk ini pernah juga dialami oleh Nabi Yusuf AS yang sempat mendekam dalam penjara selama beberapa tahun. Namun, setelah keluar dari penjara ia diberi kedudukan tinggi oleh penguasa Mashor yang telah memenjarakannya.

Karomah dan Kekeramatan Habib Abdullah
Selama di penjara ke keramatan Habib Abdullah Bin Mukhsin semakin tampak sehingga semakin banyak orang yang datang berkunjung kerpenjaraan tersebut. Tentu saja hal itu mengherankan para pembesar penjara dan penjaganya. Sampai mereka pun ikut mendapatkan berkah dan manfaat dari kebesaran Habib Abdullah dipenjara,

Setiap permohonan dan hajat yang pengunjung sampaikan kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin selalu dikabulkan Allah SWT, para penjaga merasa kewalahan menghadapi para pengunjung yang mendatangi beliau Mereka lalu mengusulkan kepada kepala penjara agar segera membebaskan beliau. Namun, ketika usulan dirawarkan kepada Habib Abdullah beliau menolak dan lebih suka menungu sampai selesainya masa hukuman.

Pada suatu malam pintu penjara tiba–tiba terbuka dan datanglah kepada beliau kakek beliau Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas seraya berkata, Jika kau ingin keluar dari penjara keluarlah sekarang, tetapi jika engkau mau bersabar maka bersabarlah.

Beliau ternyata memilih untuk bersabar dalam penjara, pada malam itu juga Sayyidina Al Faqih Al Muqodam dan Syeh Abdul Qodir Zaelani serta beberapa tokoh wali mendatangi beliau. Pada kesempatan itu Sayyidina Al Faqih Al Muqodam memberikan sebuah kopiah. Ternyata dipagi harinya Kopiah tersebut masih tetap berada di kepala Al Habib Abdullah Padahal, beliau bertemu dengan Al Faqih Al Muqodam didalam impian.
Para pengujung terus berdatangan kepenjara sehingga berubahlah penjaraan itu menjadi rumah yang selalu dituju, Beliau pun mendapatkan berbagai kekeratan yang luar biasa mengingatkan kembali hal yang dimiliki para salaf yang besar seperti Assukran dan syeh Umar Muhdor

Diantara Karomah yang beliau peroleh adalah sebagaimana yang disebutkan Al Habib Muhammad Bin Idrus Al Habsyi bahwa Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ketika mendapatkan anugrah dari Allah SWT, beliau tenggelam penuh dengan kebesaran Allah, hilang dengan segala hubungan alam dunia dan sergala isinya. Al Habib Muhammad Idrus Al Habsyi juga menuturkan, ketika aku mengujunginya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos dalam penjara aku lihat penampilannya amat berwibawa dan beliau terlihat dilapisi oleh pancaran Illahi. Sewaktu beliau melihat aku beliau mengucapkan bait –bait syair Habib Abdullah Al Hadad yang awal baitnya adalah sbb “ Wahaii yang mengunjungi Aku di malam yang dingin, ketika tak ada lagi orang yang akan menebarkan berita fitrah, Selanjutnya, kata Habib Muhammad Idrus, kami selagi berpelukan dan menangis, “

Karomah lainnya setiap kali beliau memandang borgol yang membelegu kakinya, maka terlepaslah borgol itu.
Disebutkan juga bahwa ketika pimpinan penjara menyuruh bawahannya untuk mengikat keher Habib Abdullah Bin Mukhsin maka dengan rante besi maka atas izin Allah rantai itu terlepas, dan pemimpin penjara beserta keluarga dan kerabatnya mendapat sakit panas, dokter tak mampu mengobati penyakit pemimpin penjara dan keluarganya itu, barulah kemudian pemimpin penjara sadar bahwa ;penyakitnya dan penyakit keluarganya itu diakibatkan Karena dia telah menyakiti Al Habib yang sedang dipenjara.

Kemudian, kepala penjara pengutus bawahannya untuk mendo’akan, penyakit yang di derita oleh kepala penjara dan keluarganya itu agar sembuh Maka, berkatalah Habib Abdullah kepada utusan itu Ambillah borgol dan rante ini ikatkan di kaki dan leher pemimpin penjara itu, maka akan sembuhlah dia.
Kemudian dikerjakanlah apa yang dikatakan oleh Habib Abdullah, maka dengan izin Allah SWT penyakit pimpinan penjara dan keluarganya seketika sembuh. Kejadian ini penyebabkan pimpinan penjara makin yakin akan kekeramatan Habib Abdullah Mukhsin Al Athas. Sekeluarnya dari penjara beliau tinggal di Jakarta selama beberapa tahun.

Perjalanan ke Empang
Dari sumber lain disebutkan, bahwa awal mula kedatangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ke Indonesia, pada tahun 1800 Masehi, waktu itu beliau diperintahkan oleh Al Habibul Imam Abdullah bin Abu Bakar Alayidrus, untuk menuju Kota Mekah. Dan sesampainya di Kota Mekah, beliau melaksanakan sholat dan pada malam harinya beliau mimpi bertemu dengan Rasullah SAW, entah apa yang dimimpikannya, yang jelas ke esok harinya beliau berangkat menuju Negeri Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, beliau dipertemukan dengan Al Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas yang da dipakojan Jakarta dan beliau belajar ilmu agama darinya, lalu Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas memerintahkan agar beliau datang berziarah ke Habib Husen di luar Batang, dari sana sampailah perjalanan beliau ke Bogor Beliau datang ke Empang dengan tidak membawa apa-apa,

Pada saat belau datang ke Empang Bogor, disana disebutkan bahwa Empang yang pada saat itu belum ada penghuninya, namun dengan Ilmu beliau bisa menyala dan menjadi terang benderang Diceritakan, ada kekeramatan yang lain terjadi pula ketika beliau tengah makan dipinggiran empang, kebetulan pada saat itu datang kepada beliau seorang penduduk Bogor dan berkata “ Habib, kalau anda benar-benar seorang Habib Keramat, tunjukanlah kepada saya akan kekeramatannya..

Pada saat itu kebetulan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas tengah makan dengan seekor ikan dan ikan itu tinggall separuh lagi. Maka Habib Abdukkah berkata” Yaa sama Anjul ilaman Tabis,” ( wahai ikan kalau benar-benar cinta kepadaku tunjukanlah) maka atas izin Allah SWT, seketika itu juga ikan yang tinggal sebelah lagi meloncat ke empang. Konon ikan sebelah tersebut sampai sekarang masih hidup dilaut.

Masjid Keramat Empang didirikan sekitar tahun 1828 M. pendirian Masjid ini dilakukan bersama para Habaib dan ulama-ulama besar di Indonesia. Di Sekitar Areal Masjid Keramat terdapat peninggalan rumah kediaman Habib Abdullah, yang kini rumah itu ditempati oleh Khalifah Masjid, Habib Abdullah Bin Zen Al Athas. Didalam rumah tersebut terdapat kamar khusus yang tidak bisa sembarang orang memasukinya, karena kamar itu merupakan tempat khalwat dan zikir beliau. Bahkan disana terdapat peninggalan beliau seperti tempat tidur, tongkat , gamis dan sorbannya yang sampai sekarang masih disimpan utuh.

Kitab-kitab beliau kurang lebih ada 850 kitab, namun yang ada sekarang tinggal 100 kitab, sisanya disimpan di “Jamaturkhair atau di Rabitoh”. Tanah Abang Jakarta. Salah satu kitab karangan beliau yang terkenal adalah “Faturrabaniah” konon kitab itu hanya beredar dikalangan para ulama besar,

Adapun karangannya yang lain adalah kitab “Ratibul Ahtas dan Ratibul Hadad.” Kedua kitab itu merupakan pelajaran rutin yang diajarkan setiap magrib oleh beliau kepada murid-muridnya dimasa beliau masih hidup, bahkan kepada anak dan cucunya, Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas menganjurkan supaya tetap dibacanya.

Habib Abdullah Bin Al Athas, adalah seorang Waliyullah dengan kiprahnya menyebarkan Agama Islam dari satu negeri kenegeri lain. Di Kampung Empang beliau menikahi seorang wanita keturanan dalem Sholawat. Dari sanalah beliau mendapatkan wakaf tanah yang cukup luas, sampai sekarang 85 bangunan yang terdapat di kampung Empang didalam sertifikatnya atas nama Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas.

Semasa hidupnya sampai menjelang akhir hayatnya beliau selalu membaca Sholawat Nabi yang setiap harinya dilakukan secara dawam di baca sebanyak seribu kali, dengan kitab Sholawat yang dikenal yaitu “ Dala’l Khoirot” artinya kebaikan yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Menurut Manakib, beliau dipanggil Allah SWT pada hari Selasa, 29 Zulhijjah 1351 Hijriah diawal waktu zuhur Jenazah beliau dimakamkan keesokan harinya hari Rabu setelah Sholat zuhur. Tak terhitung jumlah orang yang ikut mesholatkan jenazah. Beliau dimakamkan di bagian Barat Masjid An nur Empang,sebelum wafat beliau terserang sakit flu ringan.


Syeh Siti Jenar Dalam mengenal Tuhan

Ajaran Siti Jenar memahami Tuhan sebagai ruh yang tertinggi, ruh maulana yang utama, yang mulia yang sakti, yang suci tanpa kekurangan. Itulah Hyang Widhi, ruh maulana yang tinggi dan suci menjelma menjadi diri manusia.

Hyang Widhi itu di mana-mana, tidak di langit, tidak di bumi, tidak di utara atau selatan. Manusia tidak akan menemukan biarpun keliling dunia. Ruh maulana ada dalam diri manusia karena ruh manusia sebagai penjelmaan ruh maulana, sebagaimana dirinya yang sama-sama menggunakan hidup ini dengan indera, jasad yang akan kembali pada asalnya, busuk, kotor, hancur, tanah. Jika manusia itu mati ruhnya kembali bersatu ke asalnya, yaitu ruh maulana yang bebas dari segala penderitaan. Lebih lanjut Siti Jenar mengungkapkan sifat-sifat hakikat ruh manusia adalah ruh diri manusia yang tidak berubah, tidak berawal, tidak berakhir, tidak bermula, ruh tidak lupa dan tidak tidur, yang tidak terikat dengan rangsangan indera yang meliputi jasad manusia.

Syeh Siti Jenar mengaku bahwa, “aku adalah Allah, Allah adalah aku”. Lihatlah, Allah ada dalam diriku, aku ada dalam diri Allah.  Pengakuan Siti Jenar bukan bermaksud mengaku-aku dirinya sebagai Tuhan Allah Sang Pencipta ajali abadi, melainkan kesadarannya tetap teguh sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Siti Jenar merasa bahwa dirinya bersatu dengan “ruh” Tuhan. Memang ada persamaan antara ruh manusia dengan “ruh” Tuhan atau Zat. Keduanya bersatu di dalam diri manusia. Persatuan antara ruh Tuhan dengan ruh manusia terbatas pada persatuan manusia denganNya. Persatuannya merupakan persatuan Zat sifat, ruh bersatu dengan Zat sifat Tuhan dalam gelombang energi dan frekuensi yang sama. Inilah prinsip kemanunggalan dalam ajaran tentang manunggaling kawula Gusti atau jumbuhing kawula Gusti. Bersatunya dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Diumpamakan wiji wonten salebeting wit.

Pandangan Syeh Lemah Abang Tentang Manusia
Dalam memandang hakikat manusia Siti Jenar membedakan antara jiwa dan akal. Jiwa merupakan suara hati nurani manusia yang merupakan ungkapan dari zat Tuhan, maka hati nurani harus ditaati dan dituruti perintahnya. Jiwa merupakan kehendak Tuhan, juga merupakan penjelmaan dari Hyang Widdhi (Tuhan) di dalam jiwa, sehingga raga dianggap sebagai wajah Hyang Widdhi. Jiwa yang berasal dari Tuhan itu mempunyai sifat zat Tuhan yakni kekal, sesudah manusia raganya mati maka lepaslah jiwa dari belenggu raganya. Demikian pula akal merupakan kehendak, tetapi angan-angan dan ingatan yang kebenarannya tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena selalu berubah-ubah.

Perbedaan karakter jiwa dan akal yang bertolak belakang dalam pandangan Siti Jenar, disebabkan oleh adanya garis demarkasi yang menjadi pemisah antara sifat hakikat jiwa dan akal-budi. Jiwa terletak di luar nafsu, sementara akal-budi letaknya berada di dalam nafsu. Mengenai perbedaan jiwa dan akal, dalam wirayat Saloka Jati diungkapkan bahwa akal-budi umpama kodhok kinemulan ing leng atau wit jroning wiji (pohon ada di dalam biji). Sedangkan jiwa umpama kodhok angemuli ing leng atau wiji jroning wit (biji ada di dalam pohon).

Bagi Syeh Siti Jenar, proses timbulnya pengetahuan datang secara bersamaan dengan munculnya kesadaran subyek terhadap obyek. Maka pengetahuan mengenai kebenaran Tuhan akan diperoleh seseorang bersama dengan penyadaran diri orang itu. Jika ingin mengetahui Tuhanmu, ketahuilah (terlebih dahulu) dirimu sendiri. Syeh Lemah bang percaya bahwa kebenaran yang diperoleh dari hal-hal di atas ilmu pengetahuan, mengenai wahyu dan Tuhan bersifat intuitif. Kemampuan intuitif ini ada bersamaan dengan munculnya kesadaran dalam diri seseorang.

Pandangan Syeh Lemah Bang Tentang Kehidupan Dunia
Pandangan Syeh Jenar tentang dunia adalah bahwa hidup di dunia ini sesungguhnya adalah mati. Dikatakan demikian karena hidup di dunia ini ada surga dan neraka yang tidak bisa ditolak oleh manusia. Manusia yang mendapatkan surga mereka akan mendapatkan kebahagiaan, ketenangan, kesenangan. Sebaliknya rasa bingung, kalut, muak, risih, menderita itu termasuk neraka.  Jika manusia hidup mulia, sehat, cukup pangan, sandang, papan maka ia dalam surga. Tetapi kesenangan atau surga di dunia ini bersifat sementara atau sekejap saja, karena betapapun juga manusia dan sarana kehidupannya pasti akan menemui kehancuran.

Syeh Jenar mengumpamakan bahwa manusia hidup ini sesungguhnya mayat yang gentayangan untuk mencari pangan pakaian dan papan serta mengejar kekayaan yang dapat menyenangkan jasmani. Manusia bergembira atas apa yang ia raih, yang memuaskan dan menyenangkan jiwanya, padahal ia tidak sadar bahwa semua kesenangan itu akan binasa. Namun begitu manusia suka sombong dan bangga atas kepemilikan kekayaan, tetapi tidak menyadari bahwa dirinya adalah bangkai. Manusia justru merasa dirinya mulia dan bahagia, karena manusia tidak menyadari bahwa harta bendanya merupakan penggoda manusia yang menyebabkan keterikatannya pada dunia.

Jika manusia tidak menyadari itu semua, hidup ini sesungguhnya derita. Pandangan seperti itu menjadikan  sikap dan pandangan Siti Jenar menjadi ekstrim dalam memandang kehidupan dunia. Hidup di dunia ini adalah mati, tempat baik dan buruk, sakit dan sehat, mujur dan celaka, bahagia dan sempurna, surga dan neraka, semua bercampur aduk menjadi satu. Dengan adanya peraturan maka manusia menjadi terbebani sejak lahir hingga mati. Maka Syeh Siti Jenar sangat menekankan pada upaya manusia untuk hidup yang abadi agar tahan mengalami hidup di dunia ini. Siti Jenar kemudian mengajarkan bagaimana mencari kamoksan (mukswa/mosca) yakni mati sempurna beserta raganya lenyap masuk ke dalam ruh (warongko manjing curigo). Hidup ini mati, karena mati itu hidup yang sesungguhnya karena manusia bebas dari segala beban dan derita. Karena hidup sesudah kematian adalah hidup yang sejati, dan abadi.

Syeh Siti Jenar Mengkritik Ulama dan Para Santrinya
Alasan yang mendasari mengapa Syeh Siti Jenar mengkritik habis-habisan para ulama dan santrinya karena dalam kacamata Syeh Siti, mereka hanya berkutat pada amalan syariat (sembah raga). Padahal masih banyak tugas manusia yang lebih utama harus dilakukan untuk mencapai tataran kemuliaan yang sejati. Dogma-dogma, dan ketakutan neraka serta bujuk rayu surga justru membelenggu raga, akal budi, dan jiwa manusia. Maka manusia menjadi terkungkung rutinitas lalu lupa akan tugas-tugas beratnya. Manusia demikian menjadi gagal dalam upaya menemukan Tuhannya.

Kritik Syeh Lemah Bang Atas Konsep Surga-Neraka
Konsep surga-neraka dalam ajaran Siti Jenar berbeda sekali dengan apa yang diajarkan oleh para ulama. Menurut Syeh Siti Jenar, surga dan neraka adalah dalam hidup ini. Sementara para ulama mengajarkan surga dan neraka merupakan balasan yang diberikan kepada manusia atas amalnya yang bakal diterima kelak sesudah kematian (akherat).

Menurut Syeh Siti, orang mukmin telah keliru karena mengerjakan shalat jungkir balik, mengharap-harap surga, sedang surga sesudah kematian itu tidak ada, shalat itu tidak perlu dan orang tidak perlu mengajak orang lain untuk shalat. Shalat minta apa, minta rizki ? Tuhan toh tidak memberi lantaran shalat.

Santri yang menjual ilmu dengan siapa pun mau menyembah Tuhan di masjid, di dalamnya terdapat Tuhan yang bohong. Para ulama telah menyesatkan manusia dengan menipu mereka jungkir balik lima kali, pagi, siang, sore, malam hanya untuk memohon-mohon imbalan surga kelak. Sehingga orang banyak tergiur oleh omongan palsunya, dan orang menjadi gelisah tak enak ketika terlambat mengerjakan shalat. Orang seperti itu sungguh bodoh dan tak tau diri, jikalau pun seseorang menyadari bahwa shalat itu dilakukan karena merupakan kebutuhan diri manusia sendiri untuk menyembah Tuhannya, manusia ternyata tidak menyadari keserakahannya; dengan minta-minta imbalan/hadiah surga. Orang-orang telah terbius oleh para ulama, sehingga mereka suka berzikir, dan disibukkan oleh kegiatan menghitung-hitung pahalanya tiap hari. Sebaliknya, lupa bahwa sejatinya kebaikan itu harus diimplementasikan kepada sesama (habluminannas).

Lebih lanjut Syekh Siti Jenar menuduh para ulama dan murid mereka sebagai orang dungu dan dangkal ilmu, karena menafsirkan surga sebagai balasan yang nanti diterima di akhirat. Penafsiran demikian adalah penafsiran yang sangat sempit. Hidup para ulama adalah hidup asal hidup, tidak mengerti hakekat, tetapi jika disuruh mati mereka menolak mentah-mentah. Surga dan neraka letaknya pada manusia masing-masing. Orang bergelimang harta, hidupnya merasa selalu terancam oleh para pesaing bisnisnya, tidur tak nyeyak, makan tak enak, jalan pun gelisah, itulah neraka. Sebaliknya, seorang petani di lereng gunung terpencil, hasil bercocok tanam cukup untuk makan sekeluarga, menempati rumah kecil yang tenang, tiap sore dapat duduk bersantai di halaman rumah sambil memandang hamparan sawah hijau menghampar, hatinya sesejuk udaranya, tenang jiwanya, itulah surga. Kehidupan ini telah memberi manusia mana surga mana neraka.

Syeh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos dan mikrokosmos (manusia) sekurangnya kedua hal ini merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Manusia terdiri  atas jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan zat Tuhan. Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, sebagai organ tubuh seperti daging, otot, darah, dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang pinjaman yang suatu saat, setelah manusia terlepas dari kematian di dunia ini, akan kembali berubah asalnya yaitu unsur bumi (tanah).

Syeh Lemah Bang, mengatakan bahwa;
“Bukan kehendak angan-angan, bukan ingatan, pikiran atau niat, hawa nafsu pun bukan, bukan pula kekosongan atau kehampaan. Penampilanku sebagai mayat baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, nafasku terhembus di segala penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru. Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, manusialah yang memberi nama”.

Pandangan Syeh Lemah Bang; tentang terlepasnya manusia dari belenggu alam kematian yakni hidup di alam dunia ini, berawal dari konsepnya tentang  ketuhanan, manusia dan alam. Manusia adalah jelmaan zat Tuhan. Hubungan jiwa dari Tuhan dan raga, berakhir sesudah  manusia menemui ajal atau kematian duniawi. Sesudah itu manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian. Pada saat itu semua bentuk badan wadag (jasad) atau kebutuhan jasmanisah ditinggal karena jasad merupakan barang baru (hawadist) yang dikenai kerusakan dan semacam barang pinjaman yang harus dikembalikan kepada yang punya yaitu Tuhan sendiri. Terlepas dari ajaran Siti Jenar yang sangat ekstrim memandang dunia sebagai bentuk penderitaan total yang harus segera ditinggalkan rupanya terinspirasi oleh ajaran seorang sufi dari Bagdad, Hussein Ibnu Al Hallaj, yang menolak segala kehidupan dunia. Hal ini berbeda dengan konsep Islam secara umum yang memadang hidup di dunia sebagai khalifah Tuhan.


Aura Agung nan Mistis dari Makam Teuku Umar

Teuku Umar sebagai Pahlawan Aceh dan Pahlawan Nasional sudah cukup dikenal. Bernama lengkap Teuku Umar Djohan Pahlawan, yang nenek moyangnya berasal dari Minangkabau, turunan Datuk Makudum Sati, pahlawan kelahiran Meulaboh, Aceh Barat, pada tahun 1854, dikenal sebagai orang sakti. Sangat lihai dan ahli dalam siasat perang.

"Teuku Umar yang dalam usia 19 tahun sudah jadi Keuchik atau kepala kampung di daerah Daya Meulaboh ini, sulit ditaklukan Belanda karena ia punya kesaktian, tak tembus peluru. Suami Cut Nyak Dhien ini gugur di medan pertempuran setelah ada pengikutnya berkianat dan memberitahukan kepada Belanda bahwa Teuku Umar hanya bisa ditembus peluru emas," kata Dahlia, petugas dari Balai Pengkajian Pelestarian Nilai Sejarah NAD, Kamis (25/6) di Panton Reu.

Berkunjung ke makam Teuku Umar, di pinggir jalan raya Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat, Desa Mugou Rayeuk, Kecamatan Panton Reu, sudah terlihat gapura. Lalu masuk ke dalam kawasan hutan yang bisa ditempuh dengan kendaraan sejauh lebih kurang satu kilometer. Kemudian jalan kaki menuruni dan menaiki tangga sejauh 100 meter.

Makam Teuku Umar sangat sederhana, hanya berupa gundukan batu kerikil dengan nisan batu polos berukuran kecil. Makamnya dilindungi oleh bangunan cungkup rendah terbuka, dan berada di dalam kawasan hutan Glee Mugou.

Dahlia menjelaskan, semasa hidupnya Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien sama-sama bekerja keras berjuang untuk melawan Belanda. Melihat tentara Aceh semakin hari semakin terdesak oleh serangan agresif pasukan Belanda, Teuku Umar memasang siasat dan taktik strategi untuk berpura-pura memihak dan bekerja sama dengan Belanda.

Pada tahun 1883, Teuku Umar menyerahkan diri dan memihak kepada Belanda. Umar dipercaya melatih tentara Belanda perang gerilya dan memimpin penumpasan perlawanan rakyat Aceh. Hingga akhirnya Umar dapat hadiah besar berupa uang dan materi lainnya. Hadiah itu digunakan untuk menambah modal perang tentara Aceh yang dikirim secara rahasia.

Bahkan ketika Umar ditugasi menumpas Raja Teunom yang menawan kapal Inggris, Teuku Umar dalam perjalanan merebut seluruh senjata dan seluruh amunisinya beserta seluruh perlengkapan perang tentara Belanda yang menyertainya.

Pada Februari 1899 Jenderal Van Heutsz berada di Meulaboh, Teuku Umar berniat mencegat dan menangkapnya. Namun, justru gerak gerik Umar telah diketahui Belanda, sehingga Belanda menyiapkan pasukan yang cukup kuat di perbatasan Meulaboh untuk menghadang Umar.

Pada malam menjelang 11 Februari 1899 Umar kaget pasukannya dihadang Belanda. Pertempuran hebat pun terjadi. Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus dadanya. Agar jenazah Umar tak diambil Belanda, anak buah Umar membawanya dan mengelabui dengan membuat enam petilasan makam dan terakhir di tempat Teuku Umar dimakamkan sekarang, di Desa Meugo, sekitar 40 km dari Kota Meulaboh.

Kuburan Teuku Umar dilengkapi sejumlah fasilitas, sepert balai-balai, musholla, toilet, dan lainnya. Makam Teuku Umar tampak sederhana, berukuran sekitar 2 x 3 m., ditembok di setiap sisinya dengan batu-batu koral bertebaran menutupi bagian tengahnya.

Aura keagungan yang mistis terkesan menyeruak dari makam yang berada di dalam sebuah bangunan ala pendopo dengan berlantai pualam dan atap berciri bangunan tradisional Aceh. Di kepala makam terlihat plakat bertuliskan bahwa makam tersebut merupakan tempat peristirahatan terakhir salah seorang putra bangsa terbaik Aceh sekaligus pahlawan nasional, pejuang melawan penjajah Belanda.

Mistik Kayu Liwung

Kayu ini ditemukan didaerah Gunung Lawu, biasanya berbentuk tongkat atau potongan yang banyak ditawarkan oleh penduduk setempat. Warnanya hitam seperti teras kayu aren, bedanya seratnya agak kasar. Kayu Liwung berasal dari pohon Liwung yang tidak lain adalah pohon Aren laki-laki karena tidak mempunyai bunga betina. Pohon ini amat jarang, sementara ada kayu sejenis yang dipercaya sebagai kayu liwung namun asalnya berbeda. Kayu Liwung dipercaya mempunyai tuah kekebalan terhadap senjata tajam dan tumpul, sangat baik untuk mereka yang mendalami ilmu kanuragan. Sifatnya agak panas, tidak baik untuk mereka yang mudah terpancing emosinya.





Syekh Abdurrauf Bin Alfanshuri

Beliau adalah Syekh Abdurrauf Bin Ali Alfanshuri / Syiah Kuala, (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M - Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala).

Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.

Disebut Syekh Kuala, karena Syekh Abdurrauf pernah menetap dan mengajar hingga wa­fatnya dan dimakamkan di Kuala sungai Aceh. Beliau mengajar dan mendirikan madrasah di Kuala Aceh sekembalinya dari berguru di Makkah, Madinah dan Jeddah. Syeikh Abdul Rauf mendapat pendidikan awal dalam lingkungan dayah (sejenis pesantren) yang diasuh oleh ayahandanya, Syeikh Ali. Kemudian ia belajar kepada beberapa ulama di daerah Fansur, Aceh. Beberapa tahun kemudian, beliau berguru dengan seorang tokoh ulama Aceh yang cukup terkenal di zamannya, yaitu Syeikh Syamsuddin Al Sumatra-i di Banda Aceh.

Syeikh Abdul Rauf Al-Sinkili lalu merantau ke Tanah Arab pada tahun 1642 dan belajar selama 19 tahun dengan 27 ulama yang ahli dalam berbagai disiplin Ilmu Islam. Beliau merantau hampir ke seluruh Tanah Arab seperti Doha, Yaman, Jeddah, Makkah dan Madinah untuk menimba ilmu. Pengetahuannya mencakupi dalam bidang syariat, fiqh, hadith, ilmu kalam dan tasawuf. Dengan ilmunya yang meluas, beliau dikatakan pernah juga mengajar di Makkah & Madinah, terutama bagi murid-murid yang berasal dari Nusantara

Sekembaliya ke Aceh, beliau bermukim di Kuala sebuah tempat yang jaraknya 15 km dari Banda Aceh. Di tempat ini Syeikh Abdul Rauf Al-Sinkili membuka madrasah dan menjadi tenaga pengajar utama di sana. Banyak murid datang berguru kepadanya, termasuk dari daerah yang cukup jauh. Antara mereka ialah seperti yang dicatat oleh almarhum Ustaz Haji Wan Mohd Saghir,Baba Daud bin Agha Ismail bin Agha Mustata al-Jawi ar-Rumi.

Beliau ini dikatakan berasal daripada keturunan ulama Rom yang berpindah ke Turki, keturunannya pindah pula ke Aceh sehingga menjadi ulama yang tersebut ini. Keturunan beliau pula ada yang berpindah ke Pattani, sehingga menurunkan ulama terkenal iaitu Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani. Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani ini setelah berkhidmat di Mekah dikirim oleh saudara sepupu dan gurunya Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani ke Kota Bharu, Kelantan untuk memimpin Matba’ah al-Miriyah al-Kainah al-Kalantaniyah.
Lalu beliau berpindah ke Kota Bharu, Kelantan, dan dikenali orang dengan gelaran ‘Tok Daud Katib’. Ada pun moyangnya iaitu Baba Daud bin Ismail al-Jawi ar-Rumi inilah yang menyempurnakan karya gurunya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang berjudul Turjumanul al-Mutafid atau yang lebih terkenal dengan Tafsir al-Baidhawi Melayu, iaitu terjemah dan tafsir al-Quran 30 juzuk yang pertama dalam bahasa Melayu. Naskhah asli tulisan tangan Baba Daud bin Ismail al-Jawi ar-Rumi itu dimiliki oleh keturunannya Tok Daud Katib, lalu naskhah itu diserahkan kepada guru dan saudara sepupunya Syeikh Ahmad al-Fathani.

Dari naskhah yang asli itulah diproses oleh Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani, Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani dan Syeikh Idris bin Husein Kelantan sehingga terjadi cetakan pertama di Turki, di Mekah dan Mesir pada peringkat awal. Nama ketiga-tiga ulama itu yang dinyatakan sebagai Mushahhih (Pentashhih) pada setiap cetakan tafsir itu kekal diletakkan di halaman terakhir pada semua cetakan tafsir itu.

Syeikh Burhanuddin Ulakan. Beliau dipercayai orang yang pertama menyebar Islam di Minangkabau (Sumatera Barat) melalui kaedah pengajaran Tarekat Syathariyah.

Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan. Beliau adalah anak murid Syeikh Abdur Rauf yang dianggap orang pertama membawa Tarekat Syathariyah ke Jawa Barat dan selanjutnya berkembang hingga ke seluruh tanah Jawa.

Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi yang berasal dari tanah Bugis. Ada riwayat menyebut bahawa beliau adalah murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Ini berdasarkan kepada salasilah tarekat syatariyah yang menyebut Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi menerima Tarekat Syathariyah daripada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri itu. Memang diakui bahawa Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi ialah orang pertama menyebarkan Tarekat Syathariyah di Tanah Bugis atau seluruh Sulawesi Selatan.

Berdasarkan manuskrip Mukhtashar Tashnif Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fanshuri oleh Syeikh Abdur Rauf bin Makhalid Khali-fah al-Qadiri al-Bantani ada catatan menyatakan bahawa Syeikh Yusuf al-Mankatsi adalah cucu murid kepada Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri. Catatan tersebut berbunyi, “... kerana kata ini daripada Syeikh Yusuf (al-Mankatsi/al-Maqasari) turun daripada Syeikh Muhyuddin Karang (Pamijahan), turun daripada Syeikh Abdur Rauf al-Asyi”.

Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Terengganu atau lebih popular dengan gelar Tok Pulau Manis yang mengarang berbagai-bagai kitab di antaranya Syarah Hikam dan Kitab Kifayah.’[1]. Sebagai seorang sufi, beliau turut mengajar wirid dan zikir Syattariyyah. Beliau mengembangkan tariqah ini sampai ianya tersebar dari Aceh ke seluruh Sumatera dan Jawa sampai sekarang. Beliau banyak menulis kitab dalam bahasa Arab dan sebahagian kecil dalam bahasa Melayu. KItab-kitabnya yang berjaya ditemui setakat ini ialah seperti;
Bidang fiqh:
Mir’at al-Tullâb fi Taysîr al-Ahkâm al-Syar’iyyah li al-Mâlik al-Wahhâb (Cermin para Penuntut ilmu, untuk memudahkan Mengetahui Hukum-hukum Syara’ Tuhan, bahasa Melayu). Bayân al-Arkân (Penjelasan Rukun-rukun, Bahasa Melayu), Bidâyat al-Balîghah (Permulaan yang Sempurna, Bahasa Melayu), Majmû’ al-Masâ’il (Kumpulan Masalah, Bahasa Melayu), Fatîhah Syaikh ‘Abd al-Rauf (Kaedah Bacaan Fatihah Syaikh Abd al-Rauf, Bahasa Melayu), Tanbîh al-‘Amil fî Tahqîq al-Kalâm al-Nawâfil (Peringatan bagi Orang yang Mentahqiqkan Kalam Sembahyang Sunat, Bahasa Melayu), Sebuah Huraian mengenai Niat Sembahyang (Bahasa Melayu), Wasiyyah (tentang Wasiat-Wasiat Abd al-Rauf kepada Muridnya, Bahasa Melayu), Do’a yang Dianjurkan oleh Syekh ‘Abd al-Rauf Kuala Aceh (Bahasa Melayu) dan, Sakaratul Maut (Tentang Hal-hal yang Dialami Manusia Menjelang Ajalnya, Bahasa Melayu)[2]

Bidang Tasawuf :
Tanbîh al-Mâsyî al-Mansub ila Tarîq al-Qusyâsyî (Pedoman bagi orang yang Menempuh Tarekat al-Qusyasyi, Bahasa Melayu), ‘Umdat al-Muhtajîn ila Suluk Maslak al-Mufradîn (Pijakan bagi Orang-orang yang Menempuh Jalan Tasawuf, Bahasa Melayu), Sullâm al-Mustafidîn (Tanggapan Setiap orang yang Mencari Faidah, Bahasa Melayu), Piagam tentang Dzikir (Bahasa Melayu), Kifâyah al-Muhtajîn ila Masyârab al-Muwahhidîn al-Qâ’ilîn bi Wahdat al-Wujûd (Bekal bagi Orang yang Memerlukan Minuman Ahli Tauhid Penganut Wahdat al-Wujûd, Bahasa Melayu), Bayân Aqmad al-Masâ’il wa al-Sifat al-Wâjibah li Rabb al-Ard wa al-Samâwât (Penjelasan tentang Masalah-masalah Tersembunyi dan Sifat-sifat Wajib bagi Tuhan Penguasa Langit dan Bumi, Bahasa Melayu), Bayân Tajallî (Penjelasan Tajalli, Bahasa Melayu), Daqâ’iq al-Huruf (Kedalaman Makna Huruf, Bahasa Melayu), Risâlah Adab Murid akan Syaikh (Bahasa Arab dan Melayu), Munyah al-I’tiqâd (Cita-cita Keyakinan, Bahasa Melayu), Bayân al-Itlâq (Penjelasan Makna Istilah Itlâq, Bahasa Melayu), Risâlah A’yân al-Tsâbitah (Penjelasan tentang A’yan Tsabitah, Bahasa Melayu), Risalah Jalan Ma’rifatullah (Karangan tentang Jalan Menuju Makrifat Kepada Allah, Bahasa Melayu), Risâlah Mukhtasarah fi Bayân Syurut al-Syaikh wa al-Murîd (Karangan Ringkas tentang Syarat-syarat Guru dan Murid, Bahasa Melayu), Faidah yang tersebut di dalamnya Kaifiyah Mengucap Dzikir Lâ Ilâha illa Allâh (bahasa Melayu), Syair Ma’rifah (Bahasa Melayu), Otak Ilmu tasawuf (Bahasa Melayu), ‘Umdah al-Ansâb (Pohon Segala Nasab, Bahasa Melayu), Idah al-Bayân fi Tahqîq Masâ’il al-Adyân (Penjelasan dalam Menyatakan Masalah-masalah Agama, Bahasa Melayu), Ta’yid al-Bayan Hasyiyah Idah al-Bayân (Penegasan Penjelasan; Catatan atas Kitab Idah al-Bayan, Bahasa Melayu), Lubb al-Kasyf wa al-Bayân li Ma Yarahu al- Muhtadar bi al-‘Iyân (Hakikat Penyingkapan dan Penjelasan atas apa yang Dilihat Secara Terang-Terangan, Bahasa Arab dan Melayu. Risalah Simpan (Membahas Aspek-Aspek Sembahyang secara Mistis, Bahasa Melayu), dan Syattâriyyah (tentang Ajaran dan Tata Cara Dzikir Tarikat Syattariyah, Bahasa Melayu)[3]

Bidang Tafsir:
Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawiy, yang merupakan Tafsir Pertama di dunia Islam dalam Bahasa Melayu,

Bidang Hadis:
Al-Arba’in Haditsan li al-Imam al-Nawawiyah (Penjelasan Terperinci atas Kitab Empat Puluh Hadis Karangan Imam Nawawi, Bahasa Melayu), Al-Mawaidz al-Badî’ah (Petua-petua Berharga, Bahasa Melayu)[4]

Sebahagian dari karya yang disebut diatas sangat terkenal di Alam Melayu seperti:
Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî''rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab
Karya ini ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin. Kitab ini dipercayai ditulis pada tahun 1663 yakni setahun selepas beliau kembali ke Nusantara. Kitab ini dipandang sebagai pelopor dalam penulisan fiqh muamalat di nusantara kerana pembahasannya yang cukup luas di bidang ini, yang meliputi masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan keagamaan (ibadah).

Tarjuman al-Mustafid :
Kitab ini merupakan naskah pertama tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu.
Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi
Kitab ini ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin.

Mawa'iz al-Badi :
Kitab ini berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak. Dizaman pemerintahan Sultan Iskandar Shah, Sultan yang memerintah Perak dari tahun 1918 ke 1938, kitab ini telah diterbit semula. Kitab ini telah diterbit dibawah seliaan Wan Abdul Jalil bin Wan Hasan – Orang Kaya Temenggung Paduka Raja, Perak. Tarikh ia diterbitkan semula ialah pada 10 Mei 1936.

Kitab Mawa'izd al-Badi'ah yang diterbit semula oleh Jahabersa dan ditransliterasi ke Rumi. Kitab ini digabungkan dengan kitab Muhimmah yang ditulis oleh Syeikh Abdullah bin Abdul Rahim al-Fathani

Tanbih al-Masyi :
Kitab ini merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.
Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud
Kitab ini memuatkan penjelasan tentang konsep wahadatul wujud.

Daqâiq al-Hurf :
Kitab ini memuatkan pengajaran mengenai tasawuf dan teologi. ‘Umdat al-Muhtajîn ila Suluk Maslak al-Mufradîn
Kitab ini berisi amalan-amalan yang perlu ditempuhi oleh seorang sufi. Syeikh Abdul Rauf membahagi kitab ini kepada beberapa fasal. Setelah muqaddimah, fasal pertama yang dibahas ialah tentang kewajiban mukallaf untuk mengetahui sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah dan sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Rasul.

Fasal kedua membahas tentang adab dan tata cara zikir. Fasal ketiga membicarakan tentang hadith Rasulullah yang berkaitan dengan keutamaan lâ ilâha illâ Allâh; Fasal keempat membahas tentang faedah zikir lâ ilâha illâ Allâh dengan mendalam; fasal kelima berisi penjaelasan tentang talqin guru pada murid dengan lâ ilâha illâ Allâh serta tata cara bai’ah dan talqin; Fasal keenam membahas tentang solat-solat sunnah dan wirid yang harus diamal oleh seorang salik, dan fasal ketujuh membahas tentang sifat-sifat pengikut tarekat dan penjelasan Rasul tentang sifat-sifat mukmin. Syeikh Abdul Rauf turut membahas tentang guru-gurunya, tarekat yang telah ditekuninya, serta murid-murid yang telah belajar padanya sebelum mengakhiri isi kitab tersebut.

Bayan Tajalli :
Kitab ini pernah dicetak dibawah label Tabbia’ bi Matba’ah Darr Ikhyak al-Mutub al-Arabiyah pada tahun 1925

Ketika Syeikh Abdul Rauf al-Sinkili kembali ke Aceh, Sultanah Safiatuddin Tajul Alam sedang memerintah di Kesultanan Darussalam Aceh (berkuasa dari tahun 1662 – 1675). Dengan pengetahuannya yang meluas dalam bidang agama, Sultanah telah mengangkatnya menjadi Mufti yang bertanggung jawab memberi nasihat di dalam bidang agama, sosial, dan kebudayaan.

Beliau juga bertanggung jawab menyusun kembali Aceh yang hancur akibat perang dengan Portugis di Melaka pada tahun 1629. Menurut perhitungan para sarjana, Syeikh Abdul Rauf Al-Sinkili meninggal dunia pada tahun 1693, ketika berusia 73 tahun. Jasad ulama besar kebanggaan nusantara itu dimakamkan berdekatan masjid Al-Waqib (masjid yang dibangunnya sendiri) di Kuala, tepatnya di desa Deyah Raya Kecamatan Kuala yang terletak sekitar 15 km dari Banda Aceh.
Guru-gurunya
Di Timur Tengah, dikatakan bahawa beliau telah memulakan pengajian di Doha, Qatar, dengan berguru pada seorang ulama besar, Abd Al-Qadir al Mawrir. Ketika di Yaman, Syeikh Abdul Rauf belajar di sebuah kota bernama Bayt al-Faqih dengan keluarga Ja'man. Beberapa anggota keluarga ini terkenal sebagai ahli sufi dan ulama terkemuka seperti Ibrahim Muhammad Ja'man dan Faqih al-Thayyib Abi al-Qasim Ja'man. Sebahagian ulama Ja'man adalah juga murid-murid dari Ahmad Al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani yang telah menyarankan kepada beliau agar mencari kedua-dua guru ini untuk menimba ilmu sapabila tiba di Madinah kelak.

Guru paling berpengaruh terhadap pemahaman keagamaan Syeikh Abdul Rauf adalah Ibrahim Abdullah Ja'man yang merupakan seorang muhaddith dan faqih. Gurunya ini dikatakan seorang pemberi fatwa yang produktif. Beliau turut mempelajari ilmu hadith dengan Ishaq Muhammad Ja'man yang juga terkenal sebagai muhaddith dan faqih di Bayt al-Faqih. Di Zabid, Syeikh Abdul Rauf menadah kitab kepada Abd Al-Rahim al-Shiddiq Al-Khash, Amin Al-Shiddiq al-Mizjaji dan Abd Allag Muhammad Al-Adani. Sejumlah ulama Yaman seperti Abd Fatah Al-Khash, Sayyid al-Thahit Al-Maqassari, Qadhi Muhammad Abi Bakr Muthayr dan Ahmad Abu Al-Abbas al-Muthayr turut berhubungan dengan Syeikh Abdul Rauf tentang hal-hal ilmiah. Ketika berada di Jeddah, beliau belajar dengan mufti Abd Al-Qadir Al-Bharkali.

Selanjutnya di Makkah, Syeikh Abdul Rauf belajar dengan Badr Al-Din al-Luhuri dan Abd Allah Al-Luhuri. Gurunya yang terpenting di Makkah adalah Ali Abd Al-Qadir. Ulama-ulama terkemuka di Makkah yang turut dikunjunginya ialah seperti Isa al-Maghribi, Abd Al-Aziz Al-Zamzani, Taj Al-din Ibn Ya'qub, Ala' Al-Din Al-Babili, Zayn Al-Abidin Al-Thabari, Ali Jamal Al-Makki dan Abd Allah Sa'id Ba Qasyir al-Makki. Madinah adalah destinasi ilmu terakhir Syeikh Abdul Rauf. Di kota tersebut, beliau belajar dengan dua orang ulama terkemuka, Ahmad Al-Qusyasyi dan khalifahnya Ibrahim al-Kurani.

Dari Al-Qusyasyi, beliau mendalami ilmu-ilmu dalam (ilm al bathin) yakni tasawuf dan ilmu terkait lainnya. Dari gurunya itu, Syeikh Abdul Rauf beroleh ijazah dan ditunjuk sebagai khalifah Syathariyyah dan Qadiriyyah. Ini sekaligus menandai selesainya pelajaran dalam jalan mistis. Ibrahim Al-Kurani pula banyak menanamkan pendidikan secara intelektual yang berkaitan dnegan akhlak dan ilmiah Islam kepada Syeikh Abdul Rauf. Kedua ulama tersebut menjadi sentral dalam pencarian pengetahuan keagamaan dan kerohanian Syeikh Abdul Rauf. Bahkan tidak berlebihan jika al-Qusyasyi dianggap sebagai guru spiritual dan mistis sementara Al-Kurani menjadi guru intelektualnya.

Mengharmonikan tasawuf dengan bidang lain.
Kitab Mawa'iz al-Badî' karangan Syeikh Abdul Rauf dianggap satu percubaan beliau untuk memadukan faham tasawuf dengan faham ortodoks. Syeikh Abdul Rauf berusaha menyerapkan inti ajaran tasawuf khususnya bab akhlak kedalam amalan harian masyarakat. Mawa'iz al-Badî' termasuk dalam kelompok kitab yang diperuntukkan untuk masyarakat umum. Muatan-muatan yang tersaji di dalamnya lebih banyak menekankan nasihat-nasihat penting bagi setiap Muslim seperti berusaha memiliki keyakinan, penghayatan, dan pengamalan agama dengan benar dan kaffah.

Sekalipun ditujukan kepada masyarakat awam, namun kandungan Mawa'iz al-Badî' dipandang cukup penting kerana pemahaman isi kandungan didalamnya adalah berkisar mengikut perspektif tasawuf.
Intipati isi kandungannya ialah seperti berikut;

    Ajaran mengenai Tuhan dan hubungan-Nya dengan ciptaan
    Neraka dan syurga; dan
    Cara-cara yang layak bagi kaum muslim untuk mendapatkan redha Tuhan.


Dalam kitab ini, Syeikh Abdul Rauf Al-Sinkili secara khusus menekankan perlunya bagi setiap Muslim menyeimbangkan antara pengetahuan ('ilm) dan perbuatan baik ('amal) kerana pengetahuan saja tidak akan membuat seseorang menjadi muslim lebih baik. Muslim yang baik harus melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.

Tentang pengajaran yang ada didalam Mawa'iz al-Badî', ia berkisar pada tiga tujuan yang utama, iaitu;

    Kebencian terhadap segala bentuk dosa atau yang mendorong perbuatan dosa;
    Kesucian jiwa dari segala sifat dan perilaku tercela (akhlak mazmumah); dan
    Kedekatan kepada Allah SWT. Dari tiga tujuan ini Mawa'iz al-Badî' memaparkan sejumlah doktrin keislaman yang pada dasarnya bersifat spritual.
Selain Mawa’iz al-Badi’, kitab Mir’at at-Tullab juga merupakan usaha Syeikh Abdul Rauf memadukan tasawuf dengan bidang syariat. Ia merupakan kitab fiqh mu’amalat pertama yang berusaha menunjukkan kepada kaum Muslim Melayu, bahwa doktrin hukum Islam tidak terbatas pada ibadah saja, tapi mencakup seluruh aspek kehidupan sehari-hari. Meskipun kini tidak lagi digunakan, di masa lampau karya ini beredar luas, bahkan pada pertengahan abad ke-19, menjadi salah satu acuan utama hukum Islam di Maquidanao, Filipina.

Sumber utama karya ini adalah Fath al-Wahhab karya Zakariyya Al-Anshari. Syeikh Abdul Rauf juga turut merujuk dari Fath al-Jawab dan Tuhfat al-Muhtaj, keduanya karya Ibn Hajar Al-Haytsami (w. 973 H/1565 M), Nihayat al-Muhtaj karya Syams Al-Din Al-Ramli; Tafsir al-Baydhawi karya Ibn Umar Al-Baydhawi (w. 685H/1286 M); dan Syarh Shahih Muslim karya Al-Nawawi (w.676 H/1277 M).

Walaupun Syeikh Abdul Rauf dikenali di Alam Melayu sebagai sufi besar namun karya-karyanya didalam bidang sufi ditulisnya dengan berhati-hati. Beliau sangat berhati-hati dalam menghuraikan sesuatu isi kandungan tasawuf khususnya yang mempunyai tema yang halus dan mendalam kerana dikhuatiri akan menimbulkan kekeliruan dikalangan orang awam.

Tambahan pula beliau memegang jawatan Qadhi Malik Al-‘Adil dalam kerajaan dimana sebarang tutur kata, tulisan dan perbuatannya menjadi ikutan masyarakat. Karya-karyanya seperti Tanbih al-Masyi dan Daqa’iq al-Huruf, ditulis dengan berhati-hati.

Contoh sikap berhati-hati Syeikh Abdul Rauf boleh dilihat menerusi karyanya, Syair Ma’rifah ketika menjelaskan makna Man ‘Arafa Nafsahu Fa qad ‘Arafa Rabbahu (barang siapa mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya), sebagai berikut:

“Jika tuan menuntut ilmu,
ketahui dahulu keadaanmu,
Man ‘arafa nafsahu kenal dirimu,
Fa-qad ‘arafa Rabbahu kenal Tuhanmu.
Kenal dirimu muhadas semata,
Kenal Tuhanmu kadim Zat-Nya,
Tiada bersamaan itu keduanya,
Tiada semisal seumpamanya”


Syeikh Abdul Rauf jelas memisahkan sifat kekekalan (kadim) Tuhan di satu pihak, dan sifat kemakhlukan (muhadas) manusia di pihak lain secara mutlak.[5] Ini bagi mengelakkan salah tanggap atau kekeliruan kepada si pembaca kerana tema pembahasannya yang sangat halus dan mendalam.

Sebagai penyair, Syeikh Abdurrauf memperlihatkan kepiawaiannya menulis puisi “Syair Ma’rifat”. Salah satu naskah syair ini disalin di Bukit Tinggi tahun 1859. Syair Ma’rifat mengemukakan tentang empat komponen agama Islam. Yakni Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat. Nampak dalam syair itu unsur ma’rifat sebagai pengetahuan sufi yang menjadi puncak tertinggi.

Dalam puisi itu Abdurrauf mencoba menjelaskan tentang pendekatan amalan tasawuf menurut aliran al-Sunnah wal al-Jamaah.
"Jikalau diibarat sebiji kelapa
kulit dan isi tiada serupa
janganlah kita bersalah sapa
tetapi beza tiadalah berapa
sebiji kelapa ibarat sama
lafaznya empat suatu ma’ana
di situlah banyak orang terlena
sebab pendapat kurang sempurna
kulitnya itu ibarat syariat
tempurungnya itu ibarat tariqat
isinya itu ibarat haqiqat
minyaknya itu ibarat ma’rifat"

Tingkat ma’rifat merupakan tahap terakhir setelah melalui jenjang syariat, tarekat, dan hakekat, dalam perjalanan menuju Allah. Untuk sampai ke tingkat ma’rifat, menurut Abdurrauf, orang harus lebih da­hulu menjalankan aspek syariat dan tarekat dengan tertib. Orang harus melakukan ibadah dengan benar dan ikhlas.

Tentunya ada suasana mistik di sana. Suasana mistik itu akan lebih terasa bila membaca barisan lain dari “Syair Ma’rifat”.:

"Airnya itu arak yang mabuk
siapa minum jadi tertunduk
airnya itu menjadi tuba
siapa minum menjadi gila
ombaknya itu amat gementam
baiklah bahtera sudahnya karam
laut ini laut haqiqi
tiada bertengah tiada bertepi."

Tafsir al-Quran :
Syeikh Abdul Rauf dipercayai orang Melayu pertama yang menulis tafsir al-Quran dengan lengkap dalam Bahasa Melayu. Karyanya itu Tarjumân al-Mustafîd, sangat popular di Alam Melayu dan dikatakan beredar luas di wilayah Melayu-Nusantara sehinggalah ke hari ini. Kitab ini juga dikatakan turut diedarkan di Afrika Selatan.[6] Kitab tafsir ini dicetak dimerata-rata tempat seperti Singapura, India, Pulau Pinang, Jakarta dan Timur Tengah.

Kali terakhir, karya tafsir ini diterbitkan ialah di Jakarta pada tahun 1981. Tentang isi kandungannya, ianya adalah merupakan terjemahan sebahagian besar dari Tafsir Jalalayn. Ini berdasarkan kepada kajian yang dilakukan oleh Peter Riddell dan Salman Harun, penyelidik dari Australia dan IAIN Jakarta yang mendapati bahawa Tarjumân al-Mustafîd adalah merupakan terjemahan dari Tafsîr Jalâlayn, kecuali pada bahagian-bahagian tertentu yang dirujuk dari Tafsîr al-Baydlâwî dan al-Khazin. Tafsir Jalâlayn ditulis oleh dua orang ulama terkemuka, Jalâl al-Dîn al-Mahallî (w. 864/1459) dan Jalâl al-Dîn al-Suyûtî yang menjadi salah satu rujukan penting karya-karya para ulama Nusantara. 


Kisah Diburu Dedemit Gunung Salak

Gara-gara ada salah seorang peserta wanita yang membuang pembalut sembarangan, rombongan pecinta alam itu mengalami rentetan kejadian aneh. Bahkan, si peserta yang membuang pembalutnya itu terud dikuntit oleh dedemit gunung Salak. Apa yang terjadi selanjutnya…? Sebagai seorang pendaki, banyak kejadian mistik yang kualami ketika aku mendaki gunung. Tapi, kisah yang kutulis ini adalah yang paling menyeramkan dalam riwayat pendakianku ke sejumlah gunung. Peristiwa ini menyebabkan trauma selama 1 tahun lebih. Berikut kisahnya…:

Seperti biasa, setiap tahun organisasi kami, Mahasiswa Pecinta Alam, pada sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, selalu mengadakan diklat atau pelatihan untuk calon anggota baru. Kali ini, kegiatan tersebut diadakan di gunung Salak, Sukabumi. Dari awal pemberangkatan menuju lokasi pertama, keadaan baik-baik saja. Semua berjalan sesuai schedule yang telah ditetapkan panitia. Kebetulan, aku menjadi mentor pembimbing untuk 1 grup, yang terdiri dari Keni, Irfan dan Agung. Tugasku adalah mengawasi dan membimbing mereka selama dalam pendakian. Sedangkan 2 grup lagi, dipimpin oleh Bayu dan Hendi. Jumlah peserta termasuk senior dan panitia tak kurang dari 20 orang.

Perjalanan menuju lokasi pendakian pertama ditempuh sekitar 2 Km. Itupun baru tahap pemanasan. Para catas (istilah untuk calon anggota) harus berjalan sejauh 2 Km. dengan membawa beban carrier rata-rata 9 – 12 Kg/orang. Selama dalam perjalanan, tampak sekali aku lihat para catas ini sangat kelelahan. Apalagi Keni yang kebetulan catas wanita satu-satunya.

Ketika perjalanan mulai memasuki perhutanan, terjadi sedikit kekacauan pada Keni. Tiba-tiba dia ketakutan sambil memegang tangan rekan sesama cates. “Ada apa Ken?” tanyaku, agak jengkel juga. “Lihat, Kak Ida! Di sana ada orang tinggi besar menghadang jalan kita,” jawab Keni. Tangannya gemetar menunjuk ke depan. Tapi aku dan yang lainnya tidak melihat orang yang dimaksudnya. “Mana Ken, kamu jangan bercanda ya. Ayo, kita jalan lagi!” perintahku. “Tidak…tidak! Aku takut, Kak!” bantah Keni, setengah merengek. “Kalau kamu tidak melanjutkan pendidikan ini, kamu batal jadi catas. Lagian kamu jangan nyusahin gitu, dong!” kataku mengingatkan.
Keni hampir menangir. Untunglah, karena bujkan dari beberapa teman catas dan semangat dari para senior, akhirnya dia mau melanjutkan perjalanan. Untuk menuju titik pendakian pertama, jalan yang kami lalui sudah sedikit sulit, apalagi para senior cowok harus membuka jalur terlebih dahulu. Ditambah lagi rute yang becek dan licin karena seringnya turun hujan. Ketika hari menjelang sore, kami harus mencari lokasi peristirahatan. Setelah mendapat lokasi yang cukup baik, kami mulai memasang tenda. Ada sebagian yang membuat makan malam, dan tak lupa membuat perapian untuk penerangan dan menghangatkan badan.

Setelah rapi semuanya, para senior mengumpulkan catas untuk evaluasi dan pelaksanaan jadwal besok hari. Waktu itu, jelas sekali kulihat wajah Keni yang pucat dengan pandangan kosong. “Kamu kenapa, Ken?” tanyaku, tapi Keni diam saja. Untuk kedua kalinya aku bertanya, “He, ngapain kami bengong saja. Masuk nggak tuh pelajaran?” bentak Jawir sebagai panitia pelaksana lapangan. Keni tersentak kaget. “I…iya, Kak!” geragapnya. Setelah evaluasi selesai, para catas dipersilahkan kembali ke tendanya masing-masing. Begitu juga dengan para senior. Namun, belum sampai setengah jam kami beristirahat, tiba-tiba terdengar suara Keni berteriak keras. “Tolooong…!!”

Sontak kami berhamburan keluar menghampiri tendanya. Apa yang terjadi? Kami melihat wajah Keni berubah menyeramkan. Matanya melotot ke atas. Ketika salah seorang dari kami menanyakan keadaannya, tiba-tiba Keni malah tertawa keras. Namun, itu bukan suara tawanya yang asli. Tawa itu seperti suara seorang lelaki. Lebih aneh lagi, Keni juga bisa tertawa dengan suara wanita cekikikkan mirip Mak Lampir dalam sintron. Akhirnya, kami sadar kalau Keni kerasukan. “Siapa kamu ini sebenarnya?” tanya Jawir yang memang paling senior dari kami. Keni tertawa dan menyeringai. “Aing nu boga tempat ieu (aku yang punya tempat ini),” jawabnya dengan suara bariton yang berat milik laki-laki.

“Kami mohon maaf apabila berbuat kesalahan. Tapi tolong bebaskan teman kami ini. Dia tidak tahu apa-apa,” bujuk Jawir. Keni hanya diam. Anehnya, beberapa saat kemudian Keni berubah tenang. Namun, ketika aku memintanya itirahat di dalam tenda, tiba-tiba Keni kembali lagi berteriak dan meronta-ronta. Sontak Jawir mendekap tubuh Keni. Bahkan karena takut terjadi sesuatu, kami bersepakat mengikat kaki dan tangan Keni. Ya, kami takut Keni akan lari dan masuk jurang. Sampai pagi harinya, kami tidak tidur hanya menunggui Keni yang sebentar-bentar kerasukan dan mengamuk. Namun, karena schedule harus dilaksanakan, maka kami harus berkemas untuk menuju lokasi berikutnya.

Kali ini, rute yang kami tempuh sangat sulit. Hujan yang turun mengakibatkan jalan setapak becek dan licin, sehingga kami harus ekstra hati-hati. Karena sulitnya medan, perjalanan kami jadi sangat lambat dan melelahkan. Akhirnya kami memilih berhenti ketika melihat Keni tiba-tiba terjatuh. Beberapa peserta lelaki membopong tubuh Keni yang terjatuh. Anehnya, Keni meronta-ronta sambil mendengus seperti seekor harimau. “Aku suka dengan anak ini!” kata makhluk itu dengan suara sangat menakutkan. Kami kembali sibuk mengurusi Keni. Rupanya demit ini menyukai Keni dan selalu mengikutinya.

Dengan sisa-sisa keberanian para senior bergantian mengintrogasi si demit yang tentu saja dengan bahasa Sunda. Akhirnya, diketahui mengapa demit itu selalu mengikuti Keni. Rupanya, Keni telah membuang bekas pembalut sembarangan. Demit tersebut sangat bandel, tidak bisa disuruh keluar. Hal ini memaksa Sapri, senior yang mengerti spiritual mengusir dengan doa-doa. Tetapi tetap saja demit itu bersamayam di tubuh Keni. Aku yang tak tega melihat Keni, langsung membacakan doa-doa ditelinganya. Ketika baru selesai, tiba-tiba mata Keni melotot ke arahku sambil tertawa dengan suara lelaki yang mengeramkan. “Kamu gadis cantik sekali…!” kata demit yang bersemayam dalam tubuh Keni. Sontak aku menjauhi Keni, karena dia sepertinya ingin menyentuhku. Dengan sigap pula Ema, teman seniorku, langsung menutup mata Keni karena pandangannya tak lepas dariku.

Karena keadaan Keni yang tambah buruk, pendakian akhirnya kamu tunda. Kami pun kembali membuka tenda. Jadwal yang telah disusun tidak terlaksana dengan baik. Pagi harinya, tepatnya hari ketiga, kami kembali lagi berkemas untuk menuju lokasi berikutnya. Sebelum berangkat Hendi, teman kami, melihat ada seekor anjing berbulu putih di balik semak-semak. “Aneh, kok ada anjing hutan menghampiri tenda kita?” tanya Hendi. “Mungkin saja dia mencium makanan yang kita bawa,” jawab Sapri.

Tanpa menaruh curiga, kami pun segera melanjutkan pendakian. Kali ini pendakian benar-benar sulit. Selain cuaca yang tidak mendukung karena hujan turun dengan lebatnya, juga kondisi peserta yang mulai kurang vit.
Hal yang tidak masuk akal, di tengah perjalan dan derasnya hujan yang memaksa kami harus ekstra hati-hati itu, aku dikagetkan dengan kemunculan Keni yang tiba-tiba berjalan dengan cepat dan sudah berada di depanku. “Yang lainya mana, Ken?” tanyaku, tanpa menaruh curiga. “Mereka masih jauh, Kak. Ayo, kita jalan duluan dan tetap semangat, Kak!” Kata-kata Keni ini membuatku heran dan penasaran. Namun, aku hanya terdiam sambil terus berdoa memohon perlindungan Yang Maha Kuasa.

Akhirnya, aku dan Keni menyusul rombongan terdepan. Tapi aku heran karena semak yang kami pangkas untuk dilewati, bisa tertutup kembali dengan sendirinya. “Kita tunggu yang lainnya,” kata Jawir yang sudah berhasil aku susul bersama Keni. Tak berapa lama, rombongan paling belakang telah sampai. “Bagaimana ini, jalur yang sudah dipangkas, kok bisa tertutup kembali?” tanya Jawir ke Eko sebagai ketua rombongan. “Sudahlah, kita pangkas lagi di tempat yang tadi juga!” ujar Eko yang mencoba tetap tenang. Seringnya terjadi keanehan, membuat kami harus berjalan beriringan jangan sampai terpisah jauh. Karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sementara itu, sambil terus berdoa, tak sedetikpun pengawasanku lepas dari Keni yang kulihat ada kejanggalan pada dirinya. Karena kondisi yang tak memungkinkan dan haripun menjelang sore, kembali kami membuka tenda di lokasi yang tidak sesuai rencana kami sebelumnya. Hari keempat ini kami mengalami pendakian yang letihnya tiada tara. Ketika hari menjelang Maghrib, tiba-tiba kembali tubuh Keni dirasuki demit yang selalu mengikutinya. Keni meronta-ronta dan menendangi siapa saja yang dekat dengannya. Untunglah, Jawir dan Sapri dengan sigap menelikung tubuh Keni yang kecil itu. Karena tenaga Keni berubah sangat kuat, maka para senior dan para catas pun ikut memeganginya. Mereka membopong Keni ke tenda panitia yang lebi besar.

Apa yang terjadi selanjutnya? Sangat sulit dibayangkan. Tubuh Keni terus meronta dan menendangi sambil terus mengoceh dalam bahasa Sunda. Tujuh tenaga lelaki tak sanggup menahannya. Setelah tak ada yang sanggup memegangginya, sbentar-bentar tubuh Keni terangkat ke atas dan melayang-layang, seperti tertarik oleh kekuatan tak kasat mata. Beberapa teman senior berusaha menahannya. Keni berteriak keras dan tentu saja membuat kami yang wanita menangis histeris. “Tolong….jangan bawa aku!” teriak Keni.

Kenyataan yang tak masuk akal terus saja terjadi. Keni seperti mengalami penyiksaan. Sebentar tubuhnya melayang, namun sebentar kemudian jatuh terempas ke tanah. Melihat kejadian ini, tak henti-hentinya kami mengumandangkan takbir. Sedang aku sendiri tak tahu lagi harus berbuat apa. Aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Sampai lewat tengah malam, demit itu seolah terus menyiksanya, bahkan lebih sadis lagi. Kali ini, kemarahan sang iblis tak terbendung lagi. Wanita mana saja lengah, pasti akan diserang. Aneh sekali! Walaupun dalam penyiksaan yang tiada tara, tapi terkadang Keni tersadar bila demit itu keluar dari tubuhnya. “Ema..awas dia mau masuk ke tubuh kamu!” teriak Keni memperingatkan Ema. Kesal dengan peringatan itu, membuat demit itu marah luar biasa. Kembali dia menyiksa Keni dengan ulahnya yang semakin menjadi-jadi.

Mony yang sedari tadi sibuk dengan komat-kamitnya dengan spontan langsung mengumandangkan adzan pada jam setengah tiga pagi. Tiba-tiba keadaan menjadi hening, karena suara adzan. Kami yakin demit itu takut dengan adzan. Dia mungkin telah pergi meninggalkan tubuh Keni. Alhamdulillah, kami bersyukur karena Allah masih melindungi kami. Tapi, dugaan kami salah. Sepertinya demit itu sadar, kalau dia hanya dikerjai oleh adzan Mony. Dia kembali dengan ganas dan menyiksa Keni, bahkan kali ini tak luput Mony kena sedikit bogemnya. “He, kamu tidak takut dengan Allah?!” bentak Jawir. “Tidak!” jawab demit itu meminjam mulut Keni. “Masuk neraka kamu! Kafir kamu!” susul Sapri. Iblis malah tertawa dengan sangat menyeramkan.

Pagi harinya, kami selaku panitia memutuskan untuk kembali turun mencari perumahan penduduk, dengan maksud untuk menyelamatkan Keni, karena walaupun hari telah pagi, demit itu tetap mengikuti dan menyiksa Keni. Perjalanan turun diwarnai dengan pertarungan yang hebat, bahkan aku yang berlari paling belakang sempat carrier ditarik demit sialan itu, hampir-hampir aku terjerembat jatuh. Bahkan, lewat mulit Keni demit itu mengancam bila telah lewat siang hari dia akan mengundang teman-temannya yang lebih banyak lagi.

Ketika kami hampir sampai di pemukiman penduduk, tiba-tiba demit sial berpindah merasuki tubuh Rani. “Jangan….!” teriak Rani sambil menangis histeris. Rupanya, dengan jelas Rani melihat makhluk tinggi besar hitam dan berambut panjang itu. Karena tersadar, demit itu tidak berhasil merasuki tubuh Rani. Singkat cerita, akhirnya Keni ditangani salah seorang supranturalis di kaki gunung Salak. Setelah ditangani, keadaan Keni mulai tenang dan tidak kacau lagi. Setelah itu kami memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta. Syukur Alhamdulillah, demit itu sudah tidak mengganggu lagi.

Dalam perjalanan pulang, aku yang tertidur di bus bermimpi Keni diikuti demit itu sambil menyeringai ke arahku. Sontak aku terbangun. Rupanya, Keni kembali mengamuk di bus. Sampai di kampus, Keni langsung dibawa ke orang pintar. Orang pintar tersebut mengatakan, bahwa makhluk itu dulunya seorang jawara sakti dan melarikan diri ke gunung Salak sebagai tempatnya yang baru. Keni disukai makhluk jahanam ini, karena akan dijadikan pendamping di alam kegelapan. Karena itulah, ke mana pun dia pergi, makhluk itu akan mengikutinya.

Saat berusaha mengobati Keni, orang pintar tersebut menyuruh makhluk itu untuk kembali ke asalnya, tapi dia tidak mau kalau tidak di antar. Sudah barang tentu, tak satupun teman-teman yang mau mengantar, karena kami takut itu hanya jebakan saja. Dengan kejadian tersebut, salama satu tahun lebih, aku merasa diikuti oleh makhluk itu. Sampai-sampai ke kamar mandi pun harus ditemani oleh kakak atau ibuku. Sampai kini aku tidak tahu bagaimana nasib Keni selanjutnya. Namun, sempat kudengar kabar bahwa dia menjadi seorang muslimah yang taat. Mungkin, hanya dengan pilihan ini dia bisa melakukan penyembuhan untuk dirinya. 

Adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.


Wali Allah Syeikh Muhammad Kholil

KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam (Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra.

KH. Muhammad Kholil di lahirkan pada 11 Jamadil Akhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayah Beliau. Setelah menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi.

Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.

Kyai Sholeh (Pengasuh Pondok Pesanteren Bunga, Gresik, Jawa Timur). Kholil, si bocah Madura itu, bukanlah anak sembarangan. Beberapa puluh tahun kemudian Kholil menjadi seorang syekh yang sangat dihormati. Banyak muridnya yang menjadi ulama besar di Madura dan Jawa. Usia Syekh Kholil lebih dari 100 tahun. Subhananlloh, murid-muridnya pun banyak yang berusia di atas 100 tahun.

Murid Kiai Kholil yang mudah dikenal saat ini, antara lain KH Hasyim Asy’ari, pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di seluruh dunia. KH Hasyim Asy’ari juga tercatat sebagai Pahlawan Nasional. Cucu KH Hasyim Asy’ari, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah mantan Ketua PB NU dan Presiden RI ke-3.

KH R As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo), juga murid Syekh Kholil. Begitu juga KH Wahab Hasbullah (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang), yang juga pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971). Muridnya yang lain adalah KH Bisri Syamsuri (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang), KH Maksum (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah), KH. Bisri Mustofa (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang/Dikenal sebagai mufassir Al Quran).

Di Madura sendiri, yang menjadi murid Syekh Kholil adalah KH Hasbullah Abubakar Tebul (Kwayar Bangkalan, Madura/Makam Kramat Pantai Kedung Cowek Surabaya), KH Muhammad Thohir Jamaluddin ( Sumber Gayam, Madura). Dan masih banyak lagi ulama-ulama besar yang menjadi murid Syekh Kholil yang dikenal luas hingga saat ini.

Untuk mencapai martabat setinggi itu, Syekh Kholil melaluinya dengan perjuangan berliku. Ia berguru di beberapa pondok pesanteren di Indonesia, dengan melalui kehidupan yang memprihatinkan.

Ada cerita menarik ketika Kholil belajar di Pesantren Banyuwangi, yang mempunyai kebun kalapa yang sangat luas. Kholil santri menjadi buruh memetik kelapa dengan upah 80 pohon mendapat tiga sen. Semua hasil memetik kelapa disimpan di dalam peti, lalu di persembahkan pada Kyai.

Untuk biaya makan sehari-hari, Kholil santri menjalani kehidupan prihatin. Terkadang mengisi bak mandi, mencuci pakaian dan piring. Kholil santri sering menjadi juru masak kebutuhan teman-temannya. Dari kehidupan prihatin itu Kholil santri mendapat makan cuma-cuma.

Sesudah cukup di pesantren itu, gurunya menganjurkan Kholil untuk melanjutkan belajarnya ke Makkah. Uang dalam peti yang dahulu dihaturkan kepada kyai diserahkan kembali pada Kholil sebagai bekal belajar di Makkah.

Suatu hari, Kholil pulang menemui Nyai Maryam (kakaknya). Kholil berkata: “Kak, saya mau pamit berangkat ke Makkah.”
“Mau berangkat kapan, Lil?” tanya Nyai Maryam.
“Sore ini, kak,” jawab Syekh Kholil.
“Kalau begitu tunggu aku masak nasi dulu, ya, Lil. Kamu makan dulu sebelum berangkat.”
Setelah makanan siap, Syekh Kholil pun makan dan kemudian pamit berangkat ke Makkah. Kholil berjalan ke arah Barat dan Nyai Maryam menatap kepergiannya sampai tak terlihat.

Selama dalam perjalanan ke Makkah, Kholil selalu dalam keadaan berpuasa dan mendekatkan diri kepada Allah. Siang hari membaca Al-Qur’an dan shalawat, malam hari wirid dan taqarub kepada Allah.

Setibanya di Makkah, Kholil segera bergabung dengan teman-temannya dari Jawa. Banyak para Syaikh yang Kholil datangi. Kebiasaan hidup sederhana dan prihatin tetap dijalankan seperti waktu di pesantren Jawa. Kholil sering makan kulit semangka. Sedangkan minumannya dari air zam zam.

Begitu dilakukannya terus menerus selama empat tahun di Makkah. Hal ini mengherankan teman-teman seangkatannya, seperti Nawawi dari Banten, Akhmad Khatib dari Minang Kabau, dan Ahmad Yasin dari Padang.

Dalam mengarungi lautan ilmu di Makkah, disamping mempelajari ilmu dhohir (eksoterik), seperti tafsir, hadits, fikih dan ilmu nahwu, juga mempelajari ilmu bathin (isoterik) ke pelbagai guru spiritual. Kholil mencatat pelajarannya menggunakan baju yang dipakainya sebagai kertas tulis. Setelah dipahami dan dihafal lalu dicuci, kemudian dipakai lagi.

Tercatat guru spiritual Kholil adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibnu Abdul Ghofar yang bertempat tinggal di Jabal Qubais. Syaikh Ahmad Khatib mengajarkan Thariqoh Qodariyyah wan Naqsyabandiyyah.

Syek Ali Ar-Rahbini adalah salah satu guru terdekat Syekh Kholil di Makkah. Syekh Ali bin Muhammad Amin bin Athiyyah Ar-Rahbini punya putra bernama Syekh Muhammad bin Ali, lahir pada tahun 1286 H  (1871) dan wafat tahun 1351 H (1934). Syekh Muhammad bin Ali lebih muda 36 tahun dari Syekh Kholil.

Sepulang dari Makkah, Kholil tinggal bersama Nyai Maryam (kakaknya), di Keramat. Kholil bekerja di kantor pejabat Adipati Bangkalan sebagai penjaga dan kebagian jaga malam.
Kanjeng Adipati kemudian mengganti tugas Kholil menjadi pengajar keluarga Adipati, dan akhirnya dihormati dan dicintai sebagai ulama. Kerabat Adipati menikahkan Syekh Kholil dengan Nyai Assek (30 Rajab 1278 H/1861 M).

Setelah menikah dengan Nyai Assek, Syekh Kholil mendapatkan hadiah dari sang mertua, Ludrapati, berupa sebidang tanah di Desa Jangkibuan. Beliau pun membangun rumah dan pesantren di tanah itu. Beliau mulai menerima santri sambil mengajar di Keraton Adipati.
Syekh Kholil mengukir prestasi dengan cepat.

Nama beliau cepat dikenal oleh masyarakat. Banyak teman mondok beliau sewaktu Jawa tidak percaya bahwa Kholil sebagai ulama besar. Karena penasaran, ada temannya yang sengaja datang ke Bangkalan. Setibanya di bangkalan, orang itu bertanya pada seseorang, “Mana rumah Syekh Kholil?” Orang yang ditanya menunjukkan arah rumah Syekh Kholil. Temannya itu ternyata melihat banyak binatang buas di itu.

“Tapi tempat itu bukan rumah, kok, Pak. Di situ saya lihat banyak binatang buasnya,” kata orang yang berkunjung itu.
“Ah, masa? Baiklah, mari saya antar.”
Begitu tiba di tempat itu, temannya melihat sebuah rumah yang dikerumuni binatang buas. Bersamaan dengan itu keluarlah Syekh Kholil dan binatang-binatang itupun langsung pergi. Melihat yang keluar adalah benar-benar Kholil yang ia kenal, maka orang itu itu pun langsung mencium tangan Syekh Kholil.

Meskipun sudah terkenal, hubungan Syekh Kholil dengan keluarga Ar-Rahbini berlangsung sampai pada cucu gurunya, yaitu Syekh Ali bin Muhammad bin Ali Ar-Rahbini.
Cerita kedatangan Syekh Ali ke Indonesia (Madura) cukup menarik sebagai salah satu cerita karomah Syekh Kholil. Syekh Ali datang ke Indonesia pada tahun 1921. Waktu itu Syekh Ali masih berusia 18 tahun dan berguru kepada Syekh Kholil.

Pada suatu pagi setelah shalat shubuh, seperti biasa Syekh Kholil mengajar santri di mushalla. Tiba-tiba Syekh Kholil menutup kitab dan berkata: “Sebentar lagi ada tamu agung, yaitu cucu dari guruku, Syekh Ali bin Muhammad bin Ali Ar-Rahbini.” Padahal,  waktu itu belum ada telepon.

Setelah Syekh Ali datang, Syekh Kholil menyuruh santri untuk mengambil tiga gelas di atas nampan. Gelas yang pertama diisi air putih. Gelas kedua diisi susu. Gelas ketiga diisi kopi.
Syekh Kholil kemudian berkata pada santri-santri: “Apabila Syekh Ali minum susu, Insyaallah beliau tidak lama di Indonesia. Apabila Syekh Ali minum air putih, Insya Allah beliau akan tinggal lama di Indonesia dan akan pulang ke Makkah. Apabila Syekh Ali minum kopi, Insya Allah beliau terus tinggal di Indonesia.”

Para santri pun menunggu saatnya Syekh Ali memilih di antara tiga gelas itu. Ternyata Syekh Ali memilih dan meminum kopi. Kontan saja para santri bersorak gembira. Syekh Ali hanya tersenyum saja, karena tidak mengerti apa yang terjadi.

Kisah lainnya adalah Syekh Ali pun menikahkan salah satu cucunya dengan seorang cucu Syekh Kholil. Ketika lahir anak pertama dari pasangan sang Kyai cucu Syekh Kholil dan sang Nyai cucu Syekh Ali, maka Syekh Ali memberi nama bayi itu Kholi”.

Syekh Kholil awalnya keberatan, karena sudah banyak yang bernama “Kholil” di keluarga beliau. Syekh Ali berkata: “Biarpun sudah ada seribu ‘Kholil’, tetap harus diberi nama ‘Kholil’. Seribu ‘Kholil’ seribu barokah!” Anak itu pun diberi nama “Kholil”.

Begitulah kisahnya, yang dianggap hanya sebagai Bocah dari Madura itu ternyata menjadi Syekh yang sangat luar biasa. Kyai As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo), menuturkan bahwa pada saat Kyai Kholil berzikir di ruangan majelis dzikir, apabila lampu dimatikan sering terlihat sinar biru yang sangat terang memenuhi ruangan tersebut.


 

SEO Stats powered by MyPagerank.Net

 Subscribe in a reader

Add to Google Reader or Homepage

Powered by FeedBurner

Waris Djati

↑ Grab this Headline Animator

My Ping in TotalPing.com Protected by Copyscape Online Copyright Protection Software DMCA.com Literature Blogs
Literature blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! free web site traffic and promotion Submitdomainname.com Sonic Run: Internet Search Engine
eXTReMe Tracker
free search engine website submission top optimization