Makam Pangeran Salawe

Kompleks makam Pangeran Salawe berada di Desa Dermayu, Kecamatan Sindang. Morfologis daerah berupa pedataran rendah dengan ketinggian sekitar 3 m di atas permukaan laut. Dahulu daerah di sekitar komplek makam ini dialiri Sungai Cimanuk. Sejak dibangun bendungan di Bangkir, aliran sungai dialihkan. Litologi daerah merupakan persebaran batuan hasil endapan sungai muda berupa pasir, lanau, dan lempung coklat. Komplek makam berada pada pemakaman umum. Sebelah barat dan utara komplek makam merupakan perkampungan, sedangkan sebelah selatan dan timur merupakan pemakaman umum.

Komplek makam berada pada sebidang tanah dengan luas 320 m2, berpagar tembok berukuran 20 x 16 m dengan tinggi 1,5 m. Untuk memasukinya melalui jalan masuk dilengkapi kelir (rana) yang terdapat di sisi barat. Keadaan sekarang merupakan hasil pembenahan (pemugaran) yang dilakukan pada bulan Juli tahun 1976. Di situs tersebut terdapat 24 kubur yang terbagi dalam 4 blok. Blok I terletak pada bagian barat laut komplek terdiri 4 kubur dengan jirat berundak. Kuburan tokoh utama yaitu Pangeran Guru Wirya Nata Agama, yang dipercaya berasal dari Palembang terletak pada bagian paling utara blok I (kubur nomor 1). Di sebelah selatannya (kubur nomor 2) dipercaya sebagai kuburan Endang Darma Ayu. Blok II terletak di sebelah timur blok I terdiri 8 kubur tanpa jirat (kubur nomor 5 - 12). Blok III terletak di sebelah selatan blok II terdiri 2 kubur yang juga tanpa jirat (kubur nomor 13 - 14). Blok IV terletak di bagian paling selatan komplek terdiri 10 kubur. Kubur nomor 24 dilengkapi jirat berundak. Kubur nomor 23 dilengkapi nisan ganda berhias motif flora dan geometris berupa bintang dengan sudut delapan.
Di dalam komplek makam terdapat beberapa pohon tua yaitu asam dan sawo kecik. Pada sudut tenggara terdapat pohon rotan. Menurut cerita pohon rotan tersebut merupakan tongkat Pangeran Guru Wirya Nata Agama yang dikubur dan kemudian tumbuh. Para peziarah ada yang mengeramatkannya, sehingga sepulang dari ziarah akan mengambil sekerat rotan untuk dijadikan azimat.
 
Cerita mengenai Pangeran Selawe pada intinya yaitu berkaitan dengan keberadaan Endang Darma di Cimanuk. Hal ini didengar oleh Pangeran Guru di Palembang. Bersama 24 muridnya berangkat ke Cimanuk dengan tujuan untuk menguji kesaktian Endang Darma, tetapi di Cimanuk ke dua puluh empat (24) murid Pangeran Guru beserta Pangeran Guru dapat dikalahkan Endang Darma.
 
Mengenai tokoh Endang Darma, Babad Dermayu menerangkan bahwa Endang Darma mempunyai nama lain Ratna Gumilang, Ratu Sakti, dan Mas Ratu Gandasari. Purwaka Caruban Nagari menyebutkan bahwa Mas Ratu Gandasari adalah adik Fadlillah Khan, Putra Maulana Mahdlar Ibrahim bin Malik Ibrahim. Dengan demikian Endang Darma adalah cucu Maulana Malik Ibrahim. Sedangkan mengenai Pangeran Guru, Babad Dermayu menerangkan bahwa, dia adalah orang Jawa yang bermukim di Palembang. Pangeran Guru mempunyai nama lain Arya Dilah, putra Wikramawardhana, raja Majapahit yang ditugaskan sebagai gubernur di Palembang.
Mengenai Arya Dilah, Sajarah Banten menceritakan bahwa di Majapahit terdapat wanita jelmaan raksasa yang dijadikan selir oleh raja Majapahit. Ketika wanita tersebut mengandung, makan daging mentah dan kemudian berubah wujud ke bentuk semula. Karena takut ketahuan wanita tersebut melarikan diri dan melahirkan anak diberi nama Ki Dilah. Setelah dewasa Ki Dilah ke Majapahit dan dapat diterima raja. Ki Dilah diberi nama Arya Damar dan kemudian diangkat sebagai wakil raja di Palembang. Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa raja Majapahit menghadiahkan kepada Arya Damar salah satu selirnya, seorang putri Cina yang dalam keadaan hamil. Di Palembang putri Cina tersebut melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Raden Patah. Sedangkan dengan Arya Damar juga mempunyai anak laki-laki bernama Raden Husin. Cerita tentang asal-usul Raden Patah menurut Babad Demak juga berkaitan dengan Arya Damar. 
Diceritakan bahwa Arya Damar adalah anak angkat Brawijaya yang ditugaskan sebagai adipati di Palembang. Arya Damar selain diberi jabatan juga diberi putri Cina untuk diperistri. Putri Cina tersebut adalah salah satu selir Brawijaya. Ketika mendapatkan putri Cina dalam keadaan mengandung anak Brawijaya. Di Palembang putri Cina melahirkan anak diberi nama Raden Patah.
 
Berdasarkan berbagai sumber yang ada dapat diduga bahwa Pangeran Guru atau Arya Dilah juga bernama Arya Damar, seorang kerabat dekat (anak atau sepupu) raja Majapahit, yang dipercaya menjadi wakil Majapahit (adipati) di Palembang. Ia juga ayah (angkat) Raden Patah. Baik Sajarah Banten maupun Babad Tanah Jawi tidak menceritakan kematian Arya (Ki) Dilah, hanya Babad Dermayu yang menceritakan kematian Pangeran Guru (Arya Dilah) karena perang melawan Endang Darma.

Keramat Plangon

Keramat Plangon merupakan salah satu objek purbakala dari zaman Islam. Di keramat ini terdapat makam Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan. Lokasi Keramat Plangon secara administratif termasuk di wilayah Desa Babakan, Kecamatan Sumber. Lokasi ini sangat mudah dicapai dengan kendaraan roda dua maupun roda empat karena berada di tepi sebelah tenggara jalan raya yang menghubungkan Sumber – Mandiracan, Kabupaten Kuningan. Dari Sumber berjarak sekitar 1 km. Kawasan keramat merupakan hutan yang berada pada bukit. Luas kawasan tersebut sekitar 48 hektar dibatasi oleh kebun dan sawah di sebelah utara, sebelah timur Sungai Cipager, sebelah selatan sawah, dan sebelah barat jalan raya.

Untuk memasuki komplek ini melewati gerbang yang berada di barat laut. Dengan melewati jalan berundak yang berkelok akan sampai di puncak bukit di mana terdapat keramat. Pada lokasi tertentu di sepanjang jalan berundak tersebut disediakan selter untuk istirahat bagi peziarah yang kelelahan. Di sepanjang jalan berundak tersebut dapat disaksikan tingkah polah kera liar yang jinak. Konon kera-kera tersebut adalah peliharaan Pangeran Panjunan.
 
Di puncak bukit merupakan tanah datar yang sudah dilengkapi berbagai bangunan fasilitas bagi para peziarah seperti pendapa dan kamar kecil. Fasilitas ini dibangun pada 2005/2006. Bangunan cungkup makam berada di bagian utara halaman menghadap ke selatan. Bangunan keramat merupakan semacam bangunan berundak ke belakang terdiri tiga bagian yaitu halaman pertama, halaman kedua, dan bangunan cungkup makam. Seluruh bagian bangunan berwarna merah bata kecuali pintu cungkup berwarna hijau muda. 
Jalan masuk menuju halaman pertama terdapat di sisi selatan berupa dua jalan berundak masing-masing terdiri 7 undakan. Jalan masuk pertama berada di bagian tengah dan jalan masuk lainnya berada di sebelah timur jalan masuk pertama. Kedua tangga naik ini merupakan bangunan baru terbuat dari batu yang disemen. Dinding tembok (talud) pada bagian bawah tidak dilepa. Talud di sisi kiri (selatan) jalan masuk pertama terbagi dalam 6 panil yang masing-masing dipisahkan pilaster bata. Talud di antara jalan masuk pertama dan kedua terbagi dalam 3 panel dan di sebelah kanan (timur) jalan masuk kedua terbagi 2 panel. Pada setiap panil terdapat hiasan tempel piring porselain. Puncak talud dibentuk melengkung, pada setiap ujungnya dihias kemuncak. Pembatas antara halaman pertama dan kedua juga berupa dinding talud. 
Memasuki halaman kedua melewati jalan berundak yang juga terdiri dua buah. Kedua jalan masuk ini posisinya lurus dengan tangga masuk ke halaman pertama. Talud pembatas halaman pertama dan kedua bentuknya sama dengan talud halaman pertama. Halaman kedua berukuran panjang 5,5 m dan lebar 11,25 m. Pada bagian barat dan timur terdapat semacam bangunan gardu jaga. Lantai dan talud halaman pertama dan kedua dipugar pada tahun 1970 karena lantai terkelupas oleh kera-kera yang ingin mengambil binatang dari dalam tanah di bawah lantai.
Makam keramat telah diberi cungkup, terdiri bagian teras dan ruang utama. Pintu masuk cungkup terdiri satu pintu terletak di tengah. Pada kanan kirinya terdapat pilar semu yang dihias tempelan piring keramik Eropa. Piring-piring tersebut makin ke atas makin kecil. Pirig bagian bawah paling besar dengan warna hijau, bagian tengah berwarna coklat dan bagian atas berwarna kebiruan.
 
Atap ruang utama cungkup berbentuk tajug sedangkan atap serambi cungkup berbentuk panggang pe. Ruang utama cungkup berukuran 3,15 x 3,25 m sedangkan serambi berukuran 2 x 7,3 m. Bangunan cungkup dipugar tahun 1997. Di dalam ruang utama cungkup terdapat dua makam. Tokoh utama yang dimakamkan adalah Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan.
 
Sejarah mengenai kedua tokoh ini berkaitan dengan islamisasi tanah Jawa. Diceritakan konon pada abad ke-14 Raja Sulaeman bin Hud Al Baghdad dari Kerajaan Baghdad, Irak berputrakan Syech Syarif Abdurachman (Pangeran Panjunan), Syech Syarif Abdurachim (Pangeran Kejaksan), Syech Sayarif Kahfi dan Syarifah Bagdad. Keempat putra raja ini diikuti ± 1.200 orang dengan menggunakan 4 buah kapal berlayar untuk menyebarkan agama Islam di Jawa. Masing-masing kapal disertai 300 orang. Di antara pengikut tersebut terdapat sekitar 66 orang sebagai pengikut Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan.
Sesampainya di Giri Toba (Plangon) kemudiaan diadakan rapat di Puser Giri Toba yang sekarang menjadi tempat tinggalnnya (Astana Pelataran/Makam). Berdasarkan hasil rapat diadakan pembagian tugas, seperti ke Luar Batang, Demak, Kuningan, Darmayan, Kerajaan Galuh dan lain-lain. Pangeran Kejaksan semasa hidupnya  tinggal di Kejaksan dan memangku jabatan sebagai jaksa I/Lurah I. Beliau wafat pada tanggal 27  Rajab dan di makamkan di Plangon.
 
Sedangkan Pangeran Panjunan semasa hidupnya tinggal di Panjunan, hinggga wafatnya pada tanggal 2 Syawal dan dimakamkan di Plangon. Makamnya bedampingan dengan Pangeran Kejaksan. Adapun turunannya adalah (1) Ki  Gedeng Gamel, (2) Ki Gedeng Kali Walu, (3)  Ki Gedeng Trusmi, (4) Ki Gedeng Weku, (5) Losarang, (6) Bedulan, (7) Celancung, (8) Ki Gedeng Pati dan (9) Ki Dampul. Sepeninggal Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan maka pada setiap tanggal 27 Rajab dan 2 Syawal makam tersebut banyak dikunjungi oleh keluarga Panjunan dan Kejaksan serta masyarakat dengan tujuan berziarah sebagai tepung tahun ketemu tahun berikutnya atau masa ziarah berikutnya. Komplek ini sekarang dikelola oleh Keraton Kanoman Cirebon.

Talun (Cirebon Girang)

Dengan namanya yang cukup unik, Cirebon Girang merupakan cikal bakal dari munculnya Kesultanan Cirebon yang dikenal dalam Sejarah Islam Indonesia. Peninggalan yang ada sekarang ini adalah masjid yang dulunya awalnya berupa sebuah surau (mushola) berukuran lebih kecil dari masjid, tetapi lama-kelamaan mengalami perluasan dan pergantian fungsi karena banyaknya pengunjung yang menghendaki masjid diperbaiki termasuk tinggalan-tinggalan yang dipercaya sebagai tempat penyimpanan barang pusaka Rarasantang dan para pengikutnya. Di sini terdapat tempat penimbunan barang pusaka yang dibentuk dalam bentuk makam. Tinggalan lain yang ada berupa batu monolit yang dipercaya dapat memberikan keberkahan. Anda juga dapat meluangkan waktu melihat satu bangunan yang berada di luar masjid atau rumah permanen berupa sebuah batu tegak (menhir). Lokasi:  Desa Cirebon Girang, Kecamatan Cirebon Selatan.

Kisah Beristrikan Jin

Setelah usahanya bangkrut akibat amukan massa pada peristiwa hura-hura massal tahun 1998, dia akhirnya memutuskan untuk menikahi jin. Ini dia lakukan demi kembali meraih kesuksesan.... Dalam perjalanan menjelajahi berbagai pelosok, Penulis sempat menemukan kesaksian dari seorang anak manusia yang telah menjalin hubungan sangat erat dengan eksistensi bangsa jin. Penulis secara tak sengaja mampir ke rumah seorang sahabat yang sudan lama tidak dikunjungi. Ramli Zulkarnaen, namanya, atau biasa dipanggil Ramli. Dari sinilah kesaksian yang sulit diterima akal sehat itu bermula.

Tak seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya di masa mendatang. Semuanya masih merupakan misteri yang sulit ditebak. Begitu juga halnya dengan Ramli. Dia tidak pernah menduga kalau usahanya sebagai seorang petambak udang dan pemilik toko furniture terbesar di kotanya akan jatuh bangkrut. Menurut perhitungannya, harta yang dimilikinya telah lebih dari cukup untuk menopang hidupnya. Tapi dia lupa bahwa perhitungan manusia kadang-kadang bisa berubah atas ketentuan Illahi.

Keadaan telah memporak-porandakan cita-cita dan tatanan kehidupan Ramli yang telah ditatanya sejak lama. Tragedi 12 Mei 1998 merupakan hari-hari kelabu bagi Ramli dan keluarganya. Kerusuhan telah membuat dirinya miskin. Toko furniture dan mobil mewahnya yang diparkir di depan tokonya hangus terbakar, sementara tambak udangnya habis dijarah orang. Sedangkan rumah yang ditempatinya sudah bukan miliknya lagi, karena surat-suratnya telah dijaminkan ke Bank untuk modal pengembangan usaha furniturenya. Melihat kenyataan pahit ini Ramli sempat shock. Dia tidak menyangka akan musibah yang melanda dirinya dan memusnahkan semua harta yang selama ini telah dikumpulkannya, hanya dalam sekejap. Isterinya, Suhaimah tidak kalah shocknya menerima kenyataan pahit ini.

Dalam kondisi kalut seperti itu, Ramli dan Suhaimah datang kepada seorang Kyai yang terkenal sebagai ahli spiritual. Kepada sang Kyai mereka berkonsultasi tentang musibah yang dihadapi. Orang tua yang bijaksana itu hanya menggangguk dan tersenyum. Dengan arifnya dia bertutur bahwa di balik semua musibah itu ada maknanya, makna itu bisa bermacam-macam. Di satu sisi bisa bermakna cobaan, di sisi lain bisa juga peringatan bagi keluarga Ramli. Menurut mata batin sang Kyai, selama ini Ramli dan Suhaimah tidak pernah mengeluarkan zakat mal dan bersedekah, padahal selama ini mereka menerima terus menerus rezeki dari Yang Maha Kuasa, Mereka telah ditutupi oleh penyakit hati yakni pelit untuk mengeluarkan sedekah dan zakat maal yang merupakan hak orang lain terutama anak-anak yatim, para janda tua dan kaum dhuhafa. Akibat dari semua itu maka datanglah peringatan bagi mereka.

Ramli membenarkan ucapan orang tua yang bijak itu. Namun yang terpenting, bagaimana caranya agar dia tidak diusir dari rumahnya karena tidak mampu lagi membayar cicilan ke bank akibat usahanya telah bangkrut. Orang tua itu berbisik pada Ramli, memberi solusi mencari uang secara pintas, "Bersediakan Nak Ramli menikah dengan jin?" "Menikah dengan jin? Bagaimana mungkin?" tanya Ramli. "Apa yang tidak mungkin itu akan menjadi mungkin kalau Allah menghendakinya," ujar sang Kyai. Menurutnya, persyaratannya tidak begitu susah. Pertama harus seizin isteri karena dia akan dimadu. Kedua, menyediakan kamar khusus untuk menyongsong kedatangan isteri jinnya yang akan datang pada waktu tertentu. Sekaitan dengan syarat pertama, pada masa pengantin Ramli harus menemani isteri jinnya selama satu bulan penuh, mengingat masih dalam suasana pengantin baru. Setelah itu waktu menggilirnya diatur seminggu tiga kali. Syarat ketiga dia tidak boleh main perempuan lain. Dalam artian, Ramli tidak boleh tidur, apalagi menikah dengan wanita lain. Atau kesepakatan dengan Suhaimah, Ramli akhirnya bersedia mengawini makhluk yang berlainan alam itu.

Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, ritual pun dimulai. Ramli sudah siap di kamar orang tua itu. Suasana di kamar agak lain, seperti ada hawa sejuk yang menyenangkan. Setelah melakukan upacara ritual suasana begitu sangat syahdu, namun terasa berbalut mistik. Sepi namun sesekali terasa mencekam. Tak lama kemudian Ramli mendengar ada suara dari luar. "Assalamu’alaikum!" suara itu begitu lembut. Ramli tersentak. Orang tua itu berbisik, "Pengantin wanitanya sudah datang!" Segera dia bangkit membukakan pintu. Tampak seorang gadis cantik berjilbab putih dengan gaun terusan warna hitam bergaris lembut. Melihat keanggunan dan kecantikan gadis itu, kerongkongan Ramli seperti tercekat. Tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Hingga kemudian gadis itu berkata, "Inikah calon suamiku, perkenalkan namaku Siti Zubaedah. Kau Ramli, kan?" Setelah berkata demikian gadis itu duduk di sebelah Ramli. Singkat cerita, dengan disaksikan oleh orang tua itu terjadilah proses pernikahan dua makhluk ciptaan Tuhan yang berlainan alam.

Sungguh menakjubkan, setelah Ramli beristerikan Siti Zubaedah, kehidupannya teras mengalami peningkatan. "Aku diberikan uang sebagai modal untuk memulai usaha baru," cerita Ramli. Menurutnya, isterinya yang bangsa jin itu memberi suntikan modal untuk membayar hutangnya di Bank, merehab tokonya yang telah terbakar, dan melanjutkan usaha tambaknya yang habis dijarah, bahkan membeli mobil baru. Semua itu atas bantuan Zubaedah, disamping fitrah Ramli sebagai manusia yang terus bekerja keras. Di samping usaha tambak ikan, kini Jhony juga menekuni profesi barunya sebagai suplayer obat-obatan. Mungkin, hal ini dimungkinkan karena ada kekuatan gaib yang mendorongnya, hingga usaha apapun yang dijalankan olehnya selalu berhasil.

Ketika Penulis bertamu ke rumahnya, Ramli bercerita penuh antusias tentang Zubaedah yang penduduk alam gaib itu. Atas keinginannya, dia akan mengundang Zubaedah dan memperkenalkannya denganku. Aku sempat mencegah dengan alasan takut melihat wajah dari makhluk yang berlainan alam itu. Namun Ramli tetap bersikeras untuk mengundangnya. Menurutnya, Zubaedah mempunyai kemampuan untuk mawujud layaknya seorang manusia. "Karena kau memaksa, aku bersedia saja!" begitu akhirnya kata Penulis. Tak lama, kami mendengar deru mobil memasuki halaman rumah. Seketika suasana di penghujung malam itu sudah merubah aura menjadi penuh dengan kegaiban.

Kijang kapsul warna putih metalik melewati kami yang sedang duduk di beranda muka, sementara mobil itu berhenti di palvilyun samping rumah. Segera Ramli menyongsong wanita yang turun dari dalam mobil itu. Sekilas pandangan Penulis menoleh dengan diiringi oleh bulu kuduk yang meremang. Jantungku berdetak kencang. Penulis segera paham dengan situasi itu. Memang wanita itu terlihat cantik dengan gaya modis berbusana muslim..

Ramli dan wanita yang mungkin adalah Siti Zubaedah itu terlihat masuk lewat pintu samping. Namun tak lama kemudian wanita itu keluar lagi meninggalkan tempat itu tanpa sempat bertemu muka denganku. Aku berdecak kagum atas penampilannya dalam permainan imajinasi sudut pandang. Mobil kijang yang tadi terlihat itu ternyata hanyalah seekor kuda putih, sementara sosok wanita itu tidak terlihat secara jelas karena kesannya terburu-buru. Setelah kejadian yang hanya kurang dari satu menit itu, kembali Jhony menghampiriku dan mengatakan bahwa tadi itu adalah isteri mudanya. Aku hanya terpaku menyaksikan kejadian musykil itu. "Sekarang kau mungkin percaya bahwa aku telah beristerikan wanita dari alam gaib," kata Jhony setelah sensasi aneh itu berlalu. Penulis hanya angkat bahu. Apakah benar yang dikatakan Jhony? Penulis masih sulit untuk mempercayainya.

Sekitar setengah bulan setelah pertemuan itu, tiba-tiba ada kabar melalui hendphone kalau Ramli sekarang dirawat di rumah sakit. Merasa khawatir atas kesehatannya, Penulis pun segera berangkat untuk menjenguk Ramli. Sesampainya di sana kulihat sahabatku itu terbaring lemah. Segera kuhampiri dan kudengar dia berbisik mengatakan bahwa isterinya marah karena Ramli telah mengundangnya secara mendadak dan terasa ada benturan pada dirinya begitu melihatku. Aku katakan bahwa hal itu tidak apa-apa. "Makanya, aku bilang jangan kau lakukan itu. Kau sendiri yang memaksa kan?" ujar Penulis. Ramli hanya tersenyum kecut.

Menurut analisis team medis Ramli terkena gejala thypus. Namun berdasarkan terawangan alam kesunyatan yang dilakukan Penulis, sahabatku itu terkena imbas negatif akibat benturan hawa energi antara Penulis dengan isterinya itu. Untuk membantuh penyembuhannya, Penulis segera mengirimkan energi ke tubuhnya untuk memulihkan kondisinya, setelah itu aku pamit pada Suhaimah dengan berpesan segera memberi kabar bila terjadi apa-apa terhadap Ramli.

Selang tiga hari kemudian Suhaimah, isteri sahabatku itu mengabarkan bahwa suaminya sudah kembali dari rumah sakit dengan kondisi agak baikan. Aku bersyukur mendengar kabar baik itu. Aku sempat menelepon Ramli dan mengatakan padanya agar dia mulai memikirkan masa depan hidupnya jangan terus beristerikan jin itu. Ramli memahami kekhawatiranku. "Aku berjanji akan mencari jalan keluar untuk berpisah dengannya," katanya dengan suara jernih. Ini artinya, Ramli sungguh-sungguh sudah baikan.

Adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.


Mistik Dendam Kuntilanak

Jakarta tempo dulu adalah sebuah perkampungan yang masih asri, penuh dengan pohon-pohon yang besar dan rindang. Sebuah kisah mistis terjadi di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Kisah tentang seorang ibu yang mati dalam keadaan hamil tua dan arwahnya menjelma menjadi sosok Kuntilanak.

Sosok kuntilanak sekarang ini menjadi primadona dalam sinetron maupun film layar lebar. Dalam tayangan sinematografi, umumnya digambarkan sang kuntilanak umumnya digambarkan sebagai sosok arwah penasaran yang membalas dendam pada orang-orang yang pernah mencelakainya sewaktu dia masih hidup sebagai manusia. Entah kebetulan atau tidak, peristiwa yang saya ceritakan ini persis seperti kisah dalam film, yakni tentang sosok kuntilanak atau pocong yang ingin balas dendam kepada mereka yang telah mencelakai dirinya. Kejadiannya memang sudah cukup lama, yakni pada tahun 50-an, dan berlangsung di daerah Senayan, Jakarta Selatan. Waktu itu saya (Penulis) masih duduk di bangku Sekolah Rakyat (SR) atau yang sekarang disebut SD.

Perlu diketahui, pada tahun 50-an, Senayan tentu saja belum menjadi sebuah kawasan metropolitan seperti sekarang ini. Waktu itu Senayan adalah sebuah perkampungan masyarakat Betawi yang masih banyak ditumbuhi pohon besar. Orang Betawi tempo dulu memang sudah lazim menanam pohon nangka, cempedak, rambutan, durian, mangga dan kelapa di kebun atau halaman rumah mereka. Jadi saat itu kondisi Senayan mirip hutan atau daerah pegunungan.

Waktu, orang tua saya dan beberapa kepala keluarga lainnya yang berasal dari desa di Jawa Barat, merantau ke Senayan. Kami sebenarnya satu sama lain masih merupakan sanak saudara. Rumah orang tua saya, terletak di pinggir jalan, sebab kakek saya membuka usaha toko furniture. Bersebelahan toko kakek, adalah toko sembako milik seorang keturunan Cina totok yang akrab disapa Babah Jangkung.

Babah Jangkung dan keluarganya termasuk China yang kaya raya kala itu. Karena tak ada saingan, toko sembakonya sangat laris. Pembelinya bukan cuma penduduk sekitar, tapi ada juga yang datang dari jauh. Agaknya, Babah Jangkung memang menjual dagangannya dengan harga yang sedikit miring, karena itu pelanggan berbondong-bondong datang ke tokonya yang besar itu. Sementara itu, di belakang rumah kakek saya, berjajar rumah-rumah sederhana milik orang yang sedesa dengan kami. Sedangkan rumah orang Betawi asli terletak agak jauh. Waktu itu, hampir semua pribumi Betawi masing-masing memiliki tanah yang cukup luas. Ukuran rumahnya pun besar-besar dengan banguan khas Betawi.

Suatu hari, tetangga di belakang rumah, persisnya seorang ibu muda baya yang bernama Ceu Tiyah terserang malaria. Tubuhnya menggigil, walaupun sudah diselimuti berlapis-lapis kain. Sementara itu pula suhu badannya kian meninggi karena demam yang hebat. Malang sekali nasib Ceu Tiyah. Waktu itu dia tengah mengandung beberapa bulan. Karena waktu itu belum ada obat-obatan seperti sekarang, dan juga karena takdir Allah, Ceu Tiyah tak pernah sembuh lagi dari serangan malaria itu. Dia meninggal bersama bayi dalam kandungannya. Malam harinya, setelah siangnya Ceu Tiyah dikuburkan, nenek saya kebetulan buang air kecil di kamar mandi. Letak kamar mandi dan wc kami terpisah dengan bangunan rumah. Kebetulan kamar mandi itu bersebelahan dengan rumah keluarga Ceu Tiyah. Selesai buang hajat kecil, nenek saya terkejut bukan kepalang. Apa lacur, nenek melihat sosok Ceu Tiyah sedang berdiri sambil menyaksikan orang main kartu di ruang tamu rumahnya. Kebiasaan orang Betawi waktu itu kalau ada yang sedang berduka atau lahiran maupun pesta, malamnya memang selalu diisi dengan main kartu. Apalagi, suami Ceu Tiyah memang dikenal sebagai seorang penjudi berat.

Di luar rumah almarhumah Ceu Tiyah memang tidak ada penerangan, tapi sinar lampu patromak dari ruang tamu lumayan terang. Ingat, waktu itu Jakarta belum ada listrik.  Karena yakin yang dilihatnya adalah Ceu Tiyah yang baru siang hari tadi dikuburkan, dengan melangkah perlahan-lahan dan sambil membawa segayung air, nenek saya yang pemberani menghampiri Ceu Tiyah. Kemudian air itu disiramkannya oleh nenek sambil berkata, “Pergi kamu!” Ceu Tiyah berlalu. Tapi bukan dengan melangkah, melainkan melayang seperti terbang sambil mengeluarkan suara mirip anak ayam.

Beberapa hari kemudian setelah kejadian malam itu Uding, suami Ceu Tiyah terserang demam tinggi. Yang terasa aneh, bola mata Uding selalu melotot seperti orang ketakutan, dan mulutnya selalu berteriak-teriak menyebut nama almarhumah isterinya, “Ampun Tiyah! Ampun Tiyah!” Hanya sehari sakit, jiwa Uding tidak tertolong lagi. Dia meninggal dalam keadaan kedua bola matanya membelalak, seperti melihat sesuatu yang amat menakutinya. Hal yang sangat aneh dan misterius, pada leher si mayat terihat bekas tangan mencengkeram sedemikian kuat. Karena itulah orang-orang menduga Uding tewas karena dicekik. Mungkinkah itu perbuatan Ceu Tiyah yang menurut kesaksian nenek saya telah berubah wujud menjadi kuntilanak?

Yang pasti, sejak kematian Uding, teror Ceu Tiyah semakin menjadi-jadi. Setelah suaminya meninggal dengan bekas cekikikan di leher, teman-teman berjudi Uding pun mengalami nasib yang sama. Mereka mula-mula terserang demam tinggi. Beberapa hari kemudian meracau dengan berteriak-teriak dan mata membelalak ketakutan. “Ampun Ceu Tiyah! Ampun Ceu Tiyah!” Begitulah yang keluar dari mulut mereka.
Teman-teman judi Uding itu akhirnya meninggal, dengan kondisi sama seperti suami Ceu Tiyah. Ada bekas cekikan di lehernya. Ceu Tiyah pun tak urung melakukan balas dendam pada Babah Jangkung, si pemilik toko sembako. Babah Jangkung rupanya pernah memaki-maki Ceu Tiyah semasa hidupnya, karena utang belanja sembako di tokonya tidak terbayar.

Balas dendam juga dilakukkan pada tetangga yang pernah bertengkar dengan almarhumah. Bahkan, musuh anak Ceu Tiyah (ada dua anak remaja Ceu Tiyah) meninggal juga secara mendadak. Atas kejadian demi kejadian misterius ini, oang sekampung tambah yakin bahwa semua teror maut itu adalah perbuatan balas dendam dari Ceu Tiyah yang disebut-sebut telah menjelma menjadi Kuntilanak.
Memang, sudah menjadi rahasia umum bahwa Ceu Tiyah dengan suaminya hidup tidak harmonis. Kedua suami isteri itu sering telibat pertengkaran. Salah satu penyebabnya adalah karena suami Ceu Tiyah seorang pejudi berat. Uang yang didapat sebagai buruh bangunan selalu digunakan untuk judi, sehingga utang ke Babah Jangkung tidak pernah lunas.

Awal tahun 60-an, penduduk Senayan terkena penggusuran, karena di areal itu akan dibangun komplek Gelora Bung Karno dalam rangka Asian Games. Mula-mula yang digusur adalah tempat pemakaman umum yang lokasinya hanya beberapa puluh meter dari tempat tinggal kami. Masing-masing kuburan digali lalu tulang-belulangnya dipindahkan ke pemakaman Blok P Kebayoran Baru. Sekarang pemakaman Blok P pun sudah tidak ada lagi, karena di lokasi itu sudah dibangun gedung kantor Walikota Jakarta Selatan.

Penduduk Senayan yang kena gusur pindah berpencaran. Ada yang pindah ke sekitar Kebayoran Baru, ada yang ke Simprug, dan ada yang ke Tebet. Kakek saya sekeluarga memilih pindah ke Tebet. Sejak penggusuran itu, teror maut Ceu Tiyah tidak pernah terjadi lagi. Anak-anaknya yang menjadi yatim piatu pulang kampung. Hampir setengah abad berlalu kejadian misterius itu, namun rasanya baru saja kemarin terjadi. Bila ingat lagi saya bergidik ngeri. 

Adapun nama-nama pelaku dalam kisah nyata ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.




Mistik Azimat Asu Gancet

Postingan kali ini hanya sekedar menambah wawasan dan perbendaharaan tentang budaya mistik di nusantara. Salah satunya adalah Azimat asu gancet, adalah sebuah azimat untuk tahan lama dalam persetubuhan,ajimat ini hanya khusus buat laki-laki. para pakar kebatinan jaman dahulu menciptakan azimat asu gancet ini berdasarkan peristiwa di zaman nabi sulaiman, konon menurut cerita, Nabi subi Sulaiman bin Daud di beri mukjijat yang sangat luar biasa oleh Allah SWT, Mukjijat Nabi Sulaiman antara lain dapat menundukkan angin,menundukkan Jin dan dapat menguasai bahasa binatang.

Pada suatu hari, terjadi pertengakaran antara anjing dan kucing yang sedang memadu kasih pasangan kucing ingin tempat yang di tempati anjing sebagai mereka untuk memadu kasih namun anjing tidak mengijinkannya, pertengkaran hebatpun terjadi antara anjing dan kucing, tak ada yang mengalah semua saling ingin menang sendiri, akhirnya masalah mereka ini di bawa ke pada nabi Sulaiman, Nabi Sulaimanpun mendengarkan masalah mereka, hari itu juga permasalahan telah di sepakati untuk berdamai antara anjing dan kucing.

Namun selang beberapa hari kesepakatan yang di buat dengan perantara nabi Sulaiman mereka langgar. sang kucing ingin kesepakatan antara mereka di rubah, kucing mempersalahkan anjing yang melanggar jadwal tempat memadu kasih mereka, mereka saling mempertahankan kebenaran masing masing, mendengar hal itu Nabi Sulaiman menjadi murka serta mengutuk keduanya Kucing di kutuk nabi sulaiman bila melakukan hubungan atau kawin akan selalu gaduh dan menjerit-jerit, sedangkan anjing bila melakukan persetubuhan atau kawin akan gancet atau lengket dan tak bersuara. Demikianlah sampai saat ini bila kita dengar kucing kawin akan ribut dan mengeong ngeong, sedangkan anjing bila melakukan persetubuhan akan lengket.

Berdasarkan hal ini para ahli kebatinan menciptakan azimat asu gancet atau anjing lengket. Azimat ini di buat dari ekor anjing yang sedang gancet atau lengket, dengan memotong ekor anjing jantan tersebut, kemudian di bungkus dengan kain putih tanamlah dalam tanah selama 40 hari,setiap hari dirituali dengan cara sesaji bunga dan di bakari hio atau kemenyan, bila sudah cukup 40 hari 40 malam, ambilah ekor anjing tersebut yang telah tinggal tulangnya saja, bungkuslah dengan kain putih, buatlah sabuk dan ketika akan mengadakan persetubuhan ikatkan di bawah rusuk kiri, maka selama ajimat tersebut masih menempel di badan, maka air mani atau sperma tak akan keluar atau tahan lama.

Demikianlah sekelumit tentang ajimat asu gancet, semoga menambah wawasan. Wallahualam.


Mistik Zimat Tinggam Tupai

Tupai atau bajing, binatang pengerat yang satu ini adalah sejenis tikus yang kehidupan atau habitatnya di atas pohon, ‘’tupai pohon’’ sering juga orang menyebutnya.demikian ,ciri khas tupai pohon adalah mempunyai warna bulu 3corak, yaitu putih orange serta hitam/tupai jenis ini biasanya banyak terdapat di pohon-pohon kelapa,dan sering kali memakan buah kelapa dengan cara mebuat lobang pada buah kelapa tersebut.

Kali ini akan saya bahas tentang ‘’Zimat Tinggam Tupai Jantan’’ Kegunaan Zimat tupai jantan adalah untuk masalah kejantanan Pria, seorang pria yang memakai jimat tinggam tupai jantan ini akan sanggup bersetubuh dalam jangka panjang, dan bisa di katakana menjadi jantan sejati,betapa tidak seorang pria yang memakai zimat tinggam tupai jantan ini mempunya daya tahan bersetubuh luar biasa, bahkan mungkin akan sanggup melayani tiga wanita sekaligus, serta tidak akan lelah walaupun bersetubuh  sudah berjam-jam.

Bagaimana mendapatkan Zimat tinggam tupai jantan ini ?
Perlu di ketahui setiap binatang mempunyai masa musim kawin. begitu juga dengan tupai ini,musim kawin tupai ini di saat memasuki musim hujan, maka kelompok tupai jantan biasanya akan mencari pasangan masing-masing,biasannya sang jantan akan mengejar sang betina ,si betina tidak akan menyerah begitu saja ia akan berlari menghindari kejaran sang jantan,

Disaat tupai jantan sudah menaklukkan si betina baru mereka melakukan perkawinan,biasanya mereka melakukannya di atas pohon yang besar serta terlindungi, Nah bagi kita yang ingin membuat Jimat Tinggam tupai jantan ini, maka carilah sperma tupai yang jantan yang tercecer saat melakukan perkawinan, sperma ini akan tercecer di atas pohon, bentuknya seperti lilin putih ke abu-abuan,sperma tupai jantan yang tercecer ini biasannya akan membeku seperti lilin.

Ambilah sperma yang tertinggal tersebut, kemudian masukkan ke dalam wadah yang bersih.sperma ini belum bisa di jadikan jimat, namun harus melalui tahap-tahap ritual untuk menjadikan jimat ampuh. Setelah di letakkan dalam wadah yang bersih,selanjutnya berilah bunga melati 3 kuntum, mawar merah dan putih masing-masing 1 kuntum.tepat jam 12 malam embunkan sperma tersebut beserta bunga bunga tadi. lakukan selama tujuh hari, setiap malam ganti bunga  dengan yang baru. Setelah tujuh hari, kemudian jimat di beri kekuatan mantra.

Mantranya sebagai berikut :
Kut jarikut, ya jabarut-ya jabarut, 100x selama 7 malam berturut-turut, tepat jam 12 malam, Kemudian masukkan ke dalam wadah yang bagus embunkan lagi tapi tidak dengan bunga, lebih baik wadahnya di buat dari batok kelapa atau tempurung kelapa. Selama 7 malam mulai jam 12 tengah malam. Setelah selesai zimat siap di gunakan, caranya dengan mengulumnya dalam mulut atau diselipkan di sela-sela gigi/gusi dengan membaca mantra di atas tiga kali. Dan siap bertempur dengan istri anda, ingat jangan memaksa istri sendiri bila memang istri anda tidak kuat, karena dengan memakai zimat tupai jantan ini libido seks kita menjadi luar biasa.


Gasiang Tangkurak Ilmu Hitam Dari Minangkabau

Banyak daerah di indonesia memiliki ilmu magis yang khas. Di minangkabau ada ilmu magis yang bernama Jenis gasiang yang biasa difungsikan sebagai media untuk menyakiti dan menganiaya orang lain secara gaib meskipun ilmu tersebut bisa juga digunakan untuk tujuan lain seperti pengobatan. Gasiang tangkurak bentuknya mirip dengan gasiang seng yang pipih,  tetapi bahannya dari tengkorak manusia.

Gasiang seperti ini hanya bisa dimainkan  oleh dukun, orang yang memiliki kemampuan magis. Sambil memutar gasiang, dukun  membacakan mantra-mantra. Pada saat yang sama, orang yang menjadi sasaran akan  merasakan sakit, gelisah dan melakukan tindakan layaknya orang sakit jiwa.

Misalnya,  berteriak-teriak, menarik-narik rambut, dan yang paling popular- memanjat dinding.  Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada malam hari. Bila dukun bisa mempengaruhi  korbannya, maka korban akan berjalan menemui dukun atau orang lain yang meminta  dukun melakukan hal demikan. Di antara isi mantra dukun itu berbunyi, jika  korban sedang tidur suruh ia bangun, kalau sudah bangun suruh duduk, jika duduk  suruh berjalan, berjalan untuk menemui seseorang, Penyakit magis yang disebabkan oleh gasing tangkurak ini lazim disebut Sijundai.

Ilmu magis yang memanfaatkan gasiang tingkurak untuk menimbulkan penyakit sijundai yang merupakan ilmu jahat yang dijalankan melalui persekutuan dengan syetan. Ilmu ini beredar luas dan dikenal oleh masyarakat di pedesaan Minangkabau pada umumnya. Hal ini misalnya terlihat pada popularitas lagu Gasiang Tangkurak  ciptaan Syahrul Tarun Yusuf dinyanyikan oleh Elly Kasim, seorang penyanyi Minang legendaris.

Gasiang tangkurak biasanya digunakan membalas dendam. Seseorang datang kepada sang dukun untuk menyakiti seseorang dengan sejumlah bayaran. Ukuran harga yang lazim digunakan adalah emas. Sebagai syarat  pengobatan, biasanya dukun meminta emas dalam jumlah tertentu sebagai tanda, bukan upah. Tanda ini akan dikembalikan jika sang dukun gagal dalam menjalankan tugasnya. Tetapi kalau ia berhasil, maka uang tanda ini diambil, dan pemesan harus menambahnya dengan uang jasa.

Selain untuk menyakiti, ada dukun tertentu yang menggunakan gasiang tangkurak untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh hal-hal magis. Yang lainnya, gasiang sering juga dipakai sebagai media untuk mensugesti orang lain menjadi tertarik pada diri kita. Ilmu terakhir ini biasa disebut Pitunang.

Sesuai dengan namanya, bahan utama gasiang tangkurak adalah tengkorak manusia yang sudah meninggal. Gasiang ini hanya bisa dibuat oleh orang yang memiliki ilmu batin tertentu. Pada berbagai daerah terdapat beberapa perbedaan menyangkut bahan tengkorak yang lazim dan paling baik digunakan sebagai bahan pembuat gasing tangkurak. Pada beberapa daerah, tengkorak yang biasa digunakan adalah tengkorak dari seseorang yang mati berdarah.

Daerah yang lain lebih menyukai tengkorak dari orang yang memiliki ilmu batin yang tinggi khususnya untuk pengobatan, sedangkan daerah yang lain lagi percaya bahwa tengkorak dari wanita yang meninggal pada saat melahirkan merupakan bahan paling baik. Bahkan pada daerah tertentu, seorang informan menyebutkan bahwa tengkorak yang paling baik adalah tengkorak anak-anak yang telah disiapkan sejak kecil. Anak itu dibawa ke tempat yang sunyi, kemudian dipancung. Tengkorak yang masih berdarah itulah yang dijadikan bahan untuk gasiang tengkorak.

Bagian tengkorak yang digunakan adalah pada bagian jidat. Pada hari mayat dikuburkan, dukun pembuat mendatangi kuburan, menggali kubur dan mayatnya dilarikan. Tengkorak yang diambil adalah pada bagian jidat, karena dipercaya pada bagian inilah terletak kekuatan magis manusia yang meninggal. Ukuran tengkorak yang diambil tidak terlalu besar, kira-kira 2 X 4 cm. Saat mengambil tengkorak mayat, dukun membaca mantra khusus sambil menyebut nama si mayat.

Setelah diambil, jidat itu dilubangi dua buah di bagian tengahnya. Saat terbaik untuk membuat lobang adalah pada saat ada orang yang meninggal di kampung tempat pembuat gasiang berdomisili. Saat demikian dipercaya akan memperkuat daya magis gasiang. Kemudian pada kedua lubang itu dimasukkan benang pincono, atau benang tujuh ragam. Gasiang dan benang itu kemudian diperlakukan secara khusus sambil memantra-mantrainya. Gasiang itulah kemudian yang digunakan untuk menyakiti orang.

Ada lagi jenis gasiang lain, yang fungsinya hampir sama dengan gasiang tingkurak. Gasiang ini terbuat dari limau puruik ( Citrus hystrix ) dari jenis yang jantan dan agak besar. Pada limau itu dibacai mantra-mantra. Limau purut ditaruh di atas batu besar, kemudian dihimpit dengan batu besar yang lain. Batu itu sebaiknya berada di tempat terbuka yang disinari cahaya matahari sejak pagi hingga petang. Sebelum dihimpit dengan batu, dibacakan mantra. Limau dibiarkan hingga kering benar, setelah itu baru dibuat lobang ditengahnya. Ke dalam lobang itu digunakan banang pincono, atau benang tujuh warna.

Gasiang jenis ini biasanya dipakai untuk masalah muda-muda dan pengobatan. Pemakaian gasiang ini menggunakan perhitungan waktu tertentu yang didasarkan pada pembagian waktu takwim. Untuk kepentingan muda-mudi, waktu yang lazim dipakai adalah waktu Zahrah, sedangkan untuk pengobatan dilakukan pada waktu Syamsu. Untuk tujuan baik, tidak ada pantangan saat menggunakan gasiang. Tetapi untuk hal yang jahat, maka pengguna harus menghindari seluruh hal yang berkaitan dengan jalan Tuhan harus dihindari.




Gunung dan Makhluk Halus

Masyarakat yang tinggal disekitar gunung masih percaya akan adanya mahkluk halus yang tinggal di hutan-hutan, mata air, batu besar, pohon besar, kawah, dan puncak gunung. Penduduk sekitar gunung Merapi yakin bahwa puncak Merapi adalah istana mahluk halus. Pasar bubrah adalah pasarnya bangsa mahkluk halus. Watu gubug di Gunung Merbabu adalah pintu gerbang menuju kerajaan Gaib. Di puncak gunung Gede terdapat lapangan luas yang konon pendaki yang berkemah di sana sering mendengar derap kaki kuda atau melihat istana.


Di Ranu Kumbolo didekat gunung Semeru para pendaki yang berkemah sering melihat hantu wanita muncul dari tengah danau. Peristiwa-peritiwa gaib sering dialami para pendaki hampir di seluruh gunung-gunung yang terkenal dengan keangkerannya. Para pendaki sering diingatkan oleh masyarakat setempat, petugas, maupun peraturan yang jelas-jelas berisi pantangan-pantangan yang berhubungan dengan makhluk halus penghuni gunung yang bersangkutan.

Untuk mendaki Gunung Agung di Bali pendaki dilarang membawa makanan yang mengandung daging sapi. Beberapa peraturan mistik di gunung yang umum berlaku misalnya pendaki wajib minta ijin (permisi) ketika melewati tempat-tempat tertentu, mau beristurahat, mau buang air. Dilarang mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan. Larangan mendaki gunung Sundoro pada hari jawa Wage dan Selasa Kliwon. Larangan mendaki gunung Agung pada hari besar agama.

Terlepas dari percaya atau tidak percaya, seorang pendaki yang sopan harus tetap mengikuti perturan-peraturan masyarakat setempat. Tidak ada salahnya kita menghormati kepercayaan masyarakat setempat, juga guna menghindari terjadinya hal-hal yang tidakdiinginkan. Akibat buruk yang terjadi biasanya, pendaki akan linglung kehilangan arah sehingga akan berputar- putar di suatu tempat, bisa jadi akan kesurupan, atau akan berjumpa dengan hal-hal yang aneh, bisa juga mengakibatkan kecelakaan yang fatal. Di tengah danau Ranu Kumbolo di tengah malam bulan purnama, sering muncul penampakan Dewi Penunggu danau, yang berupa gumpalan kabut tebal yang berputar-putar dan berubah menjadi seorang wanita.




Misteri Keris Berdiri

Tidak semua keris mempunyai keistimewaan sampai berdiri di samping sarongnya, hanya keris yang berbobot selaras dengan hukum alam secara vertikal dan horisontal yang menampilkan karya adiluhung dari budaya Nusantara. Pembuatannya memilikki perhitungan yang baku mulai dari seleksi bahan (besi, hulu dan jenis warangka), cara meracik, meramu dan menimpa besi berkali-kali dan proses akhir adalah memberikan nama sebagai pelengkap Sang Urip oleh keris tersebut… Sang Empu bukan hanya seorang ahli dalam membuat benda keris, tetapi mempunyai tingkat kerohanian yang sepadan dengan pendeta maupun seorang ilmuwan yang mengetahui rahasia gaib tentang 3 alam sekali pun, yaitu alam atas, alam tengah dan alam bawah.

Sebuah misteri yang belum terpecahkan, bagaimanakah para pendahulu membuat bangunan-bangunan yang monumental termasuk Borobodur, di Magelang Jawa Tengah dan Piramida di Mesir. Di jaman modernisasi masih meraba-raba mengenai teknologi beserta ilmu dan pengetahuan masa lalu.

Banyak missing link dalam ajaran sekaligus menjadi tahayul bagi banyak orang. Perkiraanku, tetap ada ilmiah di balik semua, kemahiran para Empu membuat keris merupakan sebuah misteri bagi khalayak.

Berdirinya keris mengisyaratkan balance of forces – keseimbangan antara kekuatan fisik, metafisika dan fisika, alam nyata dan alam gaib. Sang Empu mengetahui kode-kode rahasia alam yang bisa disalurkan melalui proses pembuatan keris, berupa pamor, dapur, pemilihan besi, hulu dan sebagainya. Kode-kode tersebut menjadi rumusan dalam tahapan pembuatan keris dan telah mencapai perwujudan cipta – karsa – rasa.

Faktor lainnya adalah spatial – time (ruang dan waktu), maksudnya adalah pemilihan tempat kerja dan waktu. Di Bali, mengerjakan karya dan lainnya termasuk perayaan Pura mengacu pada Kalender Hindu Bali. Membuat topeng di Bali, khususnya untuk dijadikan Pusaka Keluarga, pembuat topeng mendalami banyak proses penyucian dan pembersihan bathiniah termasuk ritual permohonan di Pura keluarga untuk menurunkan pewahyuhan dan titah. Berapa kali aktivitas semadi dilakukan di Pura Keluarga agar kekuatan yang mengalir kepada pembuat topeng merupakan restu yang mengarahkan seluruh jiwa dan raga demi kelancaran proses penciptaan.

Membuat Pura atau bangunan suci mengharuskan untuk berkonsultasi kepada Pedanda (Pendeta Hindu) guna mengetahui waktu yang tepat, dari proses awal sampai akhir bangunan itu jadi, ada proses berikutnya lagi yaitu menghidupkannya. Jika ada lokasi atau sebidang tempat yang ditemukan mengandung benang sejarah dan benda artifak, pertimbangan secepatnya adalah membangun palinggihan Pura. Kepercayaan adalah tempat tersebut perlu disucikan sehingga segala penampakan membutuhkan satu kesatuan harmonisasi dengan alam dan jagat lainnya yang memiliki sejarah.

Ada ajaran dari Sang Wiku, Albert Einstein mengenai teori relativitas dan ajaran lainnya termasuk mass, volume, weight. Sebuah keris ada pakemnya, berat, bentuk, besi dan lain-lain yang sekiranya mempunyai angka yang tepat sesuai ilmu pembuatan pedang. Albert Einstein mempunyai teori fisika, tapi Leluhur kita sudah menjadi Albert Einstein jaman dahulu, tidak perlu rumusan yang rumit, tapi hasilnya tidak semua orang bisa menjiplak. Leluhur kita sudah mengetahui kode-kode dan rahasia alam, secara turun-tumurun ada upaya untuk mewariskan ilmu keluhuran tersebut agar tidak punah. Soal waktu saja, budaya masa lalu akan kembali seperti dahulu dengan kesempurnaan pemahaman mengenai guna. Pengertian budaya adalah fungsi, berbeda dengan pelestarian budaya. Indonesia memilikki alam yang begitu indah, dan sudah seharusnya bisa mengembangkan budaya dan mengembalikan alamnya yang sudah mulai surut dan kering.

Misteri ini mempunyai ilmu tersendiri walau di dunia barat baru menunjukkan ilmu anti-gravitasi – mencari pola magnet yang bisa membuat besi terangkat beberapa inci dari dasar; Indonesia sudah memilikki budaya dan ilmu warisan Leluhur mengenai keseimbangan, ujung pedang seukuran diameter rambut dapat menunjukkan ada ilmu di baliknya semua, dan ada ilmiah yang belum terinci dan bisa dijelaskan.

Fenomena keris berdiri secara bersamaan menunjukan idealisme kebersatuan. Bila mana tenaga yang memancar dari beberapa keris terlalu kuat bagi yang lainnya, terjadi perlawanan dan saling menjatuhkan. Namun sebaliknya, jika kekuatan di antara keris mempunyai kesejajaran, penampakan kekuatan saling mendukung yang menciptakan keharmonisan. Jika kita mampu berdiri di atas tanah dengan kebanggaan melalui budaya sendiri, lebih elok dan lebih berarti daripada berbicara tanpa dasar yg akan membuat kita kehilangan akal.



Kerajaan Jin Di Goa Langse

Goa Langse yang terletak di kaki tebing Parangtritis merupakan tempat tetirah yang terkenal, meskipun di sekitarnya juga banyak kawasan serupa, seperti Goa Tapan, Sendang Beji, maupun Goa Siluman. Dalam buku-buku tulisannya, Dr. Hermanus Johannes de Graaf, ilmuwan Belanda yang mengkhususkan diri dalam pengkajian tanah Jawa, menyebut Goa Langse sebagai Goa Kanjeng Ratu Kidul. Oleh sebab itu, Goa ini merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh reraja Mataram. Di Goa ini konon pernah bersemedi pula Syekh Siti Jenar maupun Sunan Kalijaga.

Tempat pertemuan dua penguasa dari alam yang berbeda itu dikenal dengan nama Goa Langse. Goa ini termasuk dalam wilayah administratif Desa Girirejo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta. Goa yang hingga kini dikenal sebagai tempat semadi atau “nenepi” itu jaraknya sekitar 30 kilometer arah selatan Kota Yogyakarta. Setiap hari, selalu ada orang yang mendatangi tempat ini, dengan maksud memanjatkan doa agar memperoleh keberhasilan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Pada saat tertentu seperti malam Selasa dan Jumat Kliwon, pengunjung Goa Langse lebih banyak lagi jumlahnya, rata-rata mencapai 30 orang.

Bahkan, pada bulan Sura, waktu yang dipercayai sebagai bulan berkah bagi masyarakat Jawa, pengunjungnya bisa mencapai 70 orang setiap harinya. Perjalanan menuju Goa Langse terbilang cukup mengasyikkan. Setelah berjalan kaki sekitar 150 meter melintasi hamparan ladang dan perkebunan pohon jati, pengunjung akan sampai di “plawangan” atau bibir tebing dengan batu-batu besar. Di bawahnya terhampar lautan biru yang luas, terbingkai garis cakrawala. Pantai Parangtritis yang terletak di sebelah utara Goa Langse pun terlihat dari “plawangan”. Di bawah salah satu batu besar di bibir tebing ini terdapat sisa-sisa bunga, menandakan sering digunakan untuk tempat bersemadi atau berdoa.

Dari pantai Parangtritis untuk menuju Goa Langse masih harus berjalan sekitar 3 km ke arah timur. Dan masih harus berjalan kaki sekitar 750 m menyusuri jalan setapak di antara rerimbunan ladang. Sebelum menuju ke Goa, Anda akan diminta mengisi buku tamu dan memberi donasi bagi perawatan Goa. Dari sini, Anda diantar oleh salah seorang penjaga, langsung menuju ke Goa.

Jangan kaget atau merasa ngeri ketika Anda sudah berada di bibir tebing. Dengan ketinggian tebing, sekitar 400 m dan nyaris tegak lurus, perjalanan menuju Goa Langse menjadi tantangan tersendiri. Jalan menuju ke kaki tebing tempat Goa Langse berada berupa campuran antara tangga (ada 4 buah pada tempat yang terpisah), akar, dan tonjolan bebatuan.

Sesampainya di Goa, pengunjung bisa mandi di salah satu bilik. Air yang dipakai mandi berasal dari mata air yang keluar dari dalam Goa. Airnya yang dingin dan tawar serta mengandung kadar kapur tinggi bisa menghilangkan kelelahan akibat perjalanan menuju Goa. Selesai mandi, barulah Anda dipersilakan untuk bersemedi. Kesunyian di dalam Goa sangat membantu untuk memusatkan pikiran. Suara yang terdengar hanyalah debur ombak pantai selatan.

Suasana goa yang terasa sejuk dan hening, sangat membantu untuk memusatkan pikiran, bermeditasi memanjatkan permohonan pada Tuhan. Di luar goa, tepatnya dari gardu pandang yang letaknya sekitar 20 meter di utara goa, pemandangan birunya laut, deburan ombak, dan gundukan-gundukan karang menambah ketenangan pikiran dan jiwa. Meski secara fisik melelahkan, di tempat inilah pengunjung dapat mensyukuri karunia Yang Maha Kuasa, melalui pengalaman bermeditasi sekaligus menikmati pemandangan laut selatan yang masih alami.

Namun, tempat ini bukanlah akhir dari perjalanan ke Goa Langse. Pinggiran tebing itu hanya permulaan dari sebuah perjalanan yang menantang fisik dan mental. Dengan panduan juru kunci setempat, pengunjung harus menuruni tebing yang hampir tegak lurus, dengan ketinggian mencapai 300 meter di atas permukaan laut, untuk mencapai lokasi goa.

Di sejumlah bagian, perjalanan turun tebing bisa dilakukan dengan tangga besi yang didirikan tegak lurus, namun sisanya dilakukan dengan cara berpijak pada batu-batu tebing, dengan bantuan pegangan pada akar pohon, atau batang-batang bambu yang menempel di dinding tebing. Setelah perjalanan turun itu sampai pada ketinggian 30 meter di atas permukaan laut, pengunjung bisa langsung masuk ke dalam goa.

Goa Langse terhitung lebih luas jika dibandingkan goa-goa alam lain di DIY. Panjangnya lebih kurang 30 meter, lebarnya sekitar 10 meter, dan tingginya mencapai 20 meter, dengan stalaktit bergantungan di langit-langit goa. Di ujung goa, terdapat mata air yang biasanya digunakan pengunjung untuk membasuh diri. Airnya yang dingin dan tawar, serta mengandung kadar kapur tinggi, menghilangkan rasa lelah setelah perjalanan berat menuju Goa Langse. Di sebelah mata air itu, terdapat tempat datar yang biasa digunakan untuk bersemedi.





Kisah Siluman Babi

Setelah menekuni studi selama enam tahun, hari itu aku pulang ke desa kelahiranku. Sepanjang perjalanan dari Bandung, hatiku dibuai perasaan gembira dan bahagia yang tiada taranya. Betapa tidak, aku kembali dengan mempersembahkan gelar kesarjanaan, jelasnya Insinyur Pertambangan. Alangkah senang dan bahagianya hati ayah, karena segala jerih payahnya tidak sia-sia, begitu benakku. Anak yang dibanggakannya di ka¬langan keluarga dan teman sejawat, telah memperoleh kemenangan dalam stu¬dinya. Namun, alangkah terkejutnya aku, ketika lepas maghrib tiba di rumah.

Nampak banyak sosok-sosok tak jelas diantara warga desa yang memegang tombak, parang, arit, dan tali penjerat. Hatiku berdetak tidak karuan. Ada apa sebenarnya? Demikian pikirku. Beberapa belas meter di depan rumah, langkahku terhenti ketika terdengar suara raung¬an nyaring yang menyayat hati. Setelah kudengar dengan seksama, dapat dipastikan bahwa yang menangis itu adalah ibuku sendiri. Apa yang telah terjadi, pikiranku semakin cemas. Apakah ibu menangis karena kematian ayah? Aku segera menghambur masuk ke dalam rumah. Tapi dipintu, ibuku sudah menyambutku, memelukku erat sekali sambil menangis meraung-raung. Kubiarkan dulu ibu me¬nangis, agar beban yang menghimpit dadanya bisa sedikit berkurang.

“Mana ayah, bu?” Tanyaku kemudian setelah ibu menghapus air matanya. “Karena ayahmulah, makanya ibu menangis tadi, An,” sahut ibu. “Lantas, sebenarnya apa yang terjadi atas diri ayah, Bu?” Desakku semakin penasaran. Tapi ibu terdiam, kemudian menundukkan kepala. Beberapa sesepuh desa yang kukenal, seperti Mbah Kardi, Mbah Sudirun, Mbah Karta dan lain-lain, termasuk Kepala Desa pak Soleh, juga terdiam diri dan hanya memandangiku. Kelihatannya mereka se¬perti bingung, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Ketika kutanyakan lagi di mana ayah, ibuku berpaling ke arah kamar. Kamar dalam rumah kami, hanya ada dua. Yang dekat dapur, itu adalah kamar ayah dan ibu. Sementara kamar yang satu lagi, dulu adalah kamarku. Aku segera berlari menuju ke kamar ayah. Tapi ternyata kosong. Lalu aku keluar dan masuk ke kamar sebelahnya, bekas kamarku. Dalam kamar itu sudah tidak ada lagi ranjangku dan lemari pakaian. Dan di sudut kamar yang sudah kosong itu, kulihat seekor babi agak menyandar ke dinding. Perutnya luka, dan darah masih terus menetes. Yang mengherankan, pada sudut matanya tampak ada butiran-butiran air yang jernih.

Aku terbodoh-bodoh menyaksikan binatang tersebut. Kemudian aku membalikkan tubuh, berjalan dengan tergesa untuk menemui para sesepuh desa yang duduk diatas tikar seperti laiknya orang yang akan kenduri. “Mana ayahku?” Tanyaku setiba di hadapan mereka. “Apakah tak kau temukan di dalam kamar tadi?” Ujar pak Soleh. Aku menatap kepala desa dengan perasaan diliputi keheranan. “Tak ada siapa-siapa di dalam kamar,” kataku memastikan. ”Yang ada hanya seekor babi.” “Dialah ayahmu, Andi,” ujar Mbah Kardi. Mendengar keterangan itu kontan aku melongo, dan mata terbeliak. “Apa? Ayahku babi?” Tanyaku perlahan.

“Begitulah kenyataannya, An,” ujar kepala desa. “Kebetulan sekali malam ini kau pulang. Bertepatan dengan kejadian yang telah menggegerkan desa kita.” “Jadi, ayahku babi?” Ulangku bagaikan tak yakin. “Ya, ayahmu ternyata siluman babi, dan dia tidak berdaya sekarang. Dia terluka.” “Ditombok?” Tanyaku. “Kami tidak menyangka, bahwa babi yang menyusup ke desa kita adalah babi siluman, An. Kami memburunya, mengepung untuk mengusirnya. Tapi binatang itu melawan. Karena itu tidak ada pilihan lain, kecuali menombaknya. Dan kami terkejut sekali setika menyaksikan babi itu tidak lari kemana-mana, melainkan ke dalam rumah kalian. Aneh, bukan? Nah, dari keterangan Mbah Kardi, barulah kami tahu bahwa babi itu adalah ayahmu.” Aku masih penasaran, namun kenyataan itu tidak dapat dibantah lagi. “Kami sekarang sedang menunggu pemulihan jasad ayahmu, Andi,” imbuh kepala desa. “Kalau memang benar ayahmu siluman babi atau pemilik ilmu pesugihan babi ngepet, tentu dia akan berubah ujud kembali sebagai manusia menjelang kematiannya.”

Tiba-tiba terdengar lagi pekik ibuku, memanggil-manggil nama suaminya atau ayahku, dari dalam kamar. Bersamaan dengan itu kami menyerbu ke dalam kamar. Kemudian kami semua terdiam diri, memperhatikan dengan seksama apa yang bakal terjadi. Sementara itu ayahku, Subadi, tetap tak beranjak dari posisinya semula, seperti saat pertama kulihat tadi. Keadaan terasa semakin mencekam ketika Mbah Kardi keluar dan masuk lagi sambil membawa pedupaan yang baranya dari tempurung kelapa. Dupa itu diletakkannya tepat di tengah-tengah pintu kamar. Kami segera menyingkir agak ke tepi, merapat ke dinding kamar.

Ketika kemenyan terbakar dan asapnya menyeruak memenuhi kamar, kami men¬dengar suara tangisan ayahku yang sangat menyayat hati. Mbah Kardi lalu meminta segelas air putih yang ke dalamnya sudah dimasukkan daun waru dan reramuan lainnya. Ibuku segera membawakannya, kemudian diletakkan di depan pedupaan. Sementara Mbah Kardi masih terus ber¬komat-kamit sambil memejamkan mata. “Nasibmu telah ditentukan, Badi. Nasib yang kau pilih sendiri,” ujar Mbah Kardi kemudian seperti berkata pada diri sendiri. Tak lama, kelihatanlah perubahan sosok tubuh babi itu menjadi Subadi, ayahku. Namun luka di perutnya tidak hilang. Luka itu sangat parah, telah merobek perut dan memutuskan usus. “Apa tak bisa lukanya disembuhkan, Mbah?” Tanya ibu. Mbah Kardi menggeleng. “Suamimu malah sudah tidak bisa bicara lagi, Inah,” katanya kemudian. “Kini apa yang harus kita lakukan?” Tanya ibu lagi.

Mbah Kardi mengangkat pundak. Lalu katanya, “tidak ada yang dapat kita lakukan lagi untuknya.” Mendengar itu ibuku menangis lagi meraung-raung. “Mas Badi, lihatlah anakmu Andi sudah pulang,” teriaknya. Ayah menatapku dengan pandangan sayu sekali. Bibirnya bergerak-gerak seperti mengatakan sesuatu. Tapi suaranya tidak pernah kedengaran lagi. “Aku Andi, ayah,” kataku mempertontonkan diri. “Aku telah lulus, Ayah. Aku telah jadi sarjana, seperti yang Ayah inginkan.” Aku ingin ayahku gembira menyambut keberhasilanku. Tapi ia tak dapat mengatakan apapun lagi, selain mengangguk-angguk dengan mulut terkatup rapat.

Tak lama setelah ibu menjerit, ayah menutup mata untuk selama-lamanya. Perasaan malu bahwa ayahku babi siluman, kubuang jauh-jauh ketika aku ingin menyempurnakan penguburannya. Kebetulan, tak ada pula orang-orang desa kami, para sahabat dan handai tolan yang menyindirku. Mereka semuanya menyatakan ikut berduka cita dengan kematian ayah, biarpun ayahku ternyata babi ngepet. Sesudah selamatan hari ke tujuh, aku mendatangi Mbah Kardi dan kepala desa. Aku meminta maaf atas kejadian yang telah menimpa ayahku. Selain itu, kepada mereka aku mohon doa restu, karena beberapa hari lagi akan pergi untuk memenuhi panggilan tugas di luar Jawa. 

Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.


Kisah Mistik di Pulau Marundang

Bagi kapal-kapal yang akan sandar di Pelabuhan Pontianak, kemungkinan besar akan melewati pulau ini. Ya, pulau Merundang! Konon, pulau ini dihuni oleh hantu. Benarkah? Berikut kesaksian salah seorang ABK kapal kargo yang pernah mengalami kejadian sangat aneh sekaitan dengan pulau Marundang.

Selepas Maghrib, kapal kargo Ratu Rosali meninggalkan pelabuhan Pontianak. Sesuai rencana, kapal ini akan berlayar menuju negeri jiran, Malaysia. Kapal yang sarat muatan ini berlayar tenang meninggalkan Dermaga Teluk Air, tempat Ratu Rosli sebelumnya ditambatkan. Senja itu, cuaca cukup cerah. Sesuai dengan ramalan cuaca yang diinformasikan oleh pelabuhan, hari itu ombak laut memang akan jinak, tanpa gejolak berarti. Pulau demi pulau dilalui Ratu Rosli tanpa rintangan. Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba mesin kapal mengalami kerusakan. Kapal berhenti, terombang-ambing ditengah laut. Karena kerusakan mesin tidak dapat diperbaiki dengan cepat, maka tak ada pilihan lain. Ratu Rosli terpaksa buang jangkar.

Bila kapal mengalami kerusakan, sebagai bagian dari kru kapal, tentunya akupun ikut panic. Terlebih kapten kapal kargo yang akrab disapa Pak Chief itu. Maklum saja, keterlambatan akan menimbulkan komplain dari pemilik barang. Mereka tak pernah mau mengerti bila kapal tiba ditujuan. Bahkan akan jadi boomerang bagi pemilik kapal, sebab kepercayaan pelanggan ternodai. Ternyata mesin kapal mengalami kerusakan fatal. Kruk as patah dan tak bisa difungsikan lagi. Sementara onderdil cadangan tidak ada.

Karena keadaan ini, keesokan harinya, Pak Chief terpaksa kembali ke Pontianak dengan menumpang kapal nelayan yang kebetulan akan pulang. Tak ada yang mesti dikerjakan selama Pak Chief berada di darat. Para ABK menghambur-hamburkan waktu percuma, atau paling-paling memancing cumi-cumi. Pemandangan laut yang menoton memang membuatku jenuh. Akhirnya aku beranjak masuk ke dek. Anehnya, malam itu aku gelisah. Setiap ruang sepertinya tidak membuatku nyaman. Berdiri salah, duduk apalagi.
Setelah cukup lama berbaring di kamar, rasa kantuk pun menyerang. Beberapa saat kemudian aku terlelap.Dan, entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba seorang wanita hadir dalam mimpiku. Bibirnya yang padat berisi itu menyunggingkan senyuman yang begitu mempesona. Wanita cantik itu mengenakan gaun malam warna perak. Langkahnya gemulai, anggun bak peragawati di atas cat walk. Lekuk tubuhnya, amboi, indah sekali!

Sesekali dia menebar pandang ke seantero ruangan. Dan sesekali pula dia melirik genit kepadaku. Sesaat kemudian dia menghentikan langkahnya. Berdiri mematung dekat jendela yang memang sengaja dibiarkan terbuka. Rambut panjangnya terurai menutupi leher jenjangnya, melayang-layang liar dipermaikan angin yang berhembus semilir. Sebagai seorang pelaut yang jarang bertemu perempuan, apa perempuan secantik dirinya, maka aku pun langsung tersihir oleh kecantikannya. Jantungku berdebar tak beraturan. Betapa ingin aku menyapanya, namun lidahku terasa kelu.
Entah berapa lama pandanganku tetap menancap padanya. Bidadari itu belum juga beranjak dari jendela. Namun, seketika rasa takjubku berubah menjadi takut. Entah mengapa, perempuan itu menatapku dengan tajam, dengan sorot matanya yang penuh dengan bara kebencian. Tatapannya berubah nanar, persis singa betina lapar yang ingin menerkam mangsanya. Sangat mengerikan! Seolah tak peduli pada ketakutanku, perempuan itu merentangkan kedua tangannya yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ya, dia sepertinya ingin terbang ke luar jendela. Tapi, tidak! Secepat kilat dia malah menghampiriku dan langsung mendekapku.

Dalam dekapanya, aku sulit bergerak. Nafasku tercekat. Anehnya, tubuh wanita cantik ini berbau seperti kemenyan. Sangat menyengat. Aku meronta, berusaha melepaskan diri. Lalu aku berteriak keras. “Lepaskan aku! Tolooong…!” Anehnya lagi, kenapa Very, teman sekamarku tidak lekas membantuku? Padahal posisinya tepat di sisiku. Bahkan tubuh kami nyaris bersentuhan diatas dipan untuk dua orang ABK. Kalau pun akhirnya ia bangun lebih dulu, mungkin karena mendengar gumam tak jelas, atau tersenggol tubuhku yang bergerak tak terkendali. “Hei..Man bangun!” teriaknya sambil mengguncangkan tubuhku. Aku tersentak, dan kembali ke alam nyata. Spontan aku amat lega terlepas dari beban menyiksa dari mimpi yang menakutkan itu. Very menyeringai melihatku masih ketakutan. Dia juga tampak tegang. “Mimpi seram ya, Man?” Tanyanya. Dia mengingatkanku agar membaca Bismillah sebelum tidur, kemudian memberiku segelas air mineral.

“Mimpinya aneh,” ujarku setelah menenggak air mineral sampai habis. “Memangnya mimpi apaan sih, sampai kamu berteriak-teriak seperti orang sekarat?” tanya Veri. “Menyenangkan tapi menakutkan Ver. Seram!” jawabku, Lalu kuceritakan isi mimpiku. “Berarti makhluk itu penghuni pulau Marundang? Mengapa baru sekarang? Padahal sudah seminggu kita lego jangkar di sini,” ujar Very setelah mendengar ceritaku, sambil mengernyitkan dahinya, Aku memang baru mendengar apa yang disebut Veri sebagai Pulau Marundang itu. Anehnya, nama pulau ini sepertinya berhubungan dengan wanita yang hadir dalam mimpiku.
Selepas mimpi itu, aku memang sulit memejamkan mata. Bahkan, sekitar pukul tiga dini hari, melalu jendela, aku menerawang ke kejauhan. Samar-samar pulau yang terletak antara Indonesia dan Malaysia itu tampak diselimuti kabut, terkesan angker. Tiba-tiba bayangan sosok wanita itu kembali mengusikku. Bukan kecantikan atau senyumnya, melainkan sorot matanya yang menakutkan. Hih, bulu kudukku berdiri. “Sudahlah, lupakan saja, Man! Mimpi kan hanya bunga tidur. Jangan terlalu dipikirkan kalau kau selalu mengingatnya, nanti kesurupan lho!” Very menepuk bahuku. Dua hari kemudian, kekhawatiran Very terjadi. Menjelang sore, aku merasakan perubahan yang aneh. Sosok wanita itu kembali mengusik ketenganku. Sudah kupaksakan agar bayangannya enyah dari ingatanku, tetapi tak bisa.

Apa yang terjadi selanjutnya menimpa diriku? Semuanya diceritakan oleh Very, karena aku memang sama sekali tidak menyadarinya. Beginilah kisahnya…: Setiba dari Pontianak, Pak Chief kaget mendengar suara gaduh dari kamarku. Dia penasaran, karena selama ini belum pernah melihatku bikin ulah. Mendapati aku dirubungi para ABK, karuan Pak Chief keheranan. Saat itu, aku bukanlah diriku lagi. Rupanya, makhluk itu telah menguasaiku. Pak Chief, juga teman-temanku ABK yang lain, ketakutan melihatku terus cekikikan, dengan mata melotot sambil menceracau tak jelas. Pak Chief berusaha menenangkanku. “Siapa kau ini, laki-laki atau perempuan?” tanyanya. Sementara itu, para ABK saling berpandangan, penuh harap menunggu jawaban. Mereka ketakutan saatku pelototi bergantian. Bukan jawaban yang didapatkan didapatkan dari mulutku yang kerasukan itu. Menurut cerita Very, aku malah menampar keras pipi kiri Pak Chef. Sontak saja lelaki bertubuh gempal ini jadi berang. Lima ABK yang mendapat perintah langsung darinya segera memegangi tangan dan kakiku. Namun, mereka kewalahan, sebab aku terus berontak dengan tenaga kuat luar biasa.

Merasa khawatir akan keselamatanku, takut aku mencebur diri ke laut misalnya, atas perintah Pak Chief, kemudian aku diikat pada pilar di tengah ruangan. Ikatannya sangat kuat, dengan menggunakan tali sebesar jari kelingking orang dewasa. Kata Very, aku memang tak bisa berkutik lagi. Tubuhku langsung terkulai menyatu dengan pilar itu. Suasana kapal pun berubah tenang, dengan demikian para ABK, khususnya bagian mesin bisa lebih berkonsentrasi memperbaiki kerusakan mesin. Keputusan Pak Chief memang kejam, namun tepat. Hal itu merupakan wujud dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin. “Sebelum sadarkan diri, jangan lepaskan tali ini. Tolong awasi dia!” katanya dengan tegas, seperti yang ditirukan Very.

Sejurus kemudian, Pak Chief pergi menuju ruangan mesin. Dua orang petugas juru mesin mengaku kewalahan, sebab baru kali ini mereka menghadapi kerusakan fatal. Butuh kesabaran ekstra memasang kembali truk as ke dalam mesin. Apalagi onderdilnya masih baru. Akhirnya, mesin selesai diperbaiki. Anehnya, di saat bersamaan, aku yang semula kerasukan kembali siuman. Pak Chief girang melihatku. “Sudah sadar kau rupanya?” candanya sembari mengucek-ucek rambutku. Setelah mesin berhasil dihidupkan dan jangkar ditarik ke haluan, Ratu Rosali pun siap melaju kembali meneruskan pelayaran yang tertunda. Karena truk asnya diganti, kapal melaju lebih kencang dari biasanya, yakni dengan kecepatan 12 mil/jam. Meskipun aku telah sadar, namun ternyata Pak Chief masih merisaukan keselamatanku. Buktinya, sepanjang perjalanan aku selalu diawasinya. Rupanya, dia khawatir kalau tiba-tiba makhluk itu kembali merasuki tubuhku.

Syukurlah, tak ada kejadian aneh hingga kami sampai di tujuan. Usai bongkar muatan, selama 15 hari di pelabuhan Malaysia, kami kembali berlayar menuju Lampung. Aku tak sabar ingin secepatnya tiba disana. Aku yakin, Marni pasti menantikan kedatanganku yang sudah terlambat lama. Dia wanita sederhana pedagang kopi keliling di pelabuhan. Setiap awak kapal yang bersandar di Lampung, tentu mengenalnya. Bersamanya, aku berharap hidupku lebih berwarna lagi. Pada saat pelayaran menuju lampang, suatu malam aku sendirian di kamar. Asyik, aku bebas berfantasi tanpa ada yang mengganggu. Aku membayangkan Marni, agar bisa melupakan sosok makhluk jahat itu. Tapi, ya Tuhan, beberapa jam kemudian, aku kembali mendapatkan teror! Entah dari mana datangnya, tiba-tiba sosok mengerikan itu sudah berdiri di hadapanku. Dia menampakkan wujudnya yang sangat menyeramkan. Persis Mak Lampir. Gaun malamnya tetap berwarna perak, namun wajahnya tak cantik lagi.

Aku takut setengah mati. Sekujur tubuhku lemas. Ingin berteriak, tapi bibir rasanya terkunci. Ingin lari keluar dari kamar pun tak bisa. Akhirnya, dengan tubuh gemetar, aku hanya pasrah. Di saat ketakutanku tak tertahan lagi, tiba-tiba dia menghilang. Aku lantas menghambur ke luar kamar, ke ruangan Pak Chief. Aku menemukan ketenangan dan merasa aman. Setidaknya, ada hiburan sementara menunggu pagi. Pak Chief cukup bijak, mengizinkan aku nonton DVD sesukaku di kamarnya. Kapal bersandar di Lampung pada malam hari. Aku betul-betul kasmaran. Setelah pamit pada Pak Chief, aku menemui Marni yang rumahnya tidak seberapa jauh dari pelabuhan. Gadis sederhan itu amat antusias mendengarkan kejadian aneh yang kualami. Beberapa saat kami terdiam. Marni menatapku. Entah apa yang dia pikirkan. Kemudian dia memecah kesunyian.

“Sebaiknya , istirahat saja dulu kerja di laut, Kak. Makhluk itu berbahaya! Siapa tahu dia minta korban. Tapi saya hanya menyarankan. Tidak memaksa, lho!” bibir gadis itu bergetar. Giliran aku diam kebingungan. Mana yang harus kupilih? Masih dua pulau lagi yang akan kusinggahi. Kalau diteruskan, aku akan terus-terusan diteror makhluk sialan itu. Aku tak ingin berlama-lama dalam kebimbangan. Karena yakin, rasa takut itu berasal dari diriku sendiri, maka kuputuskan meneruskan pelayaran ke pulau Bangka. Keinginan mengundurkan diri kutangguhkan sampai tiba di rute terakhir. Ya, kembali ke Pontianak. Dengan begitu, paling tidak aku bangga akan diriku. Setidaknya aku bukan pelaut pengecut.

Selama bersandar di pulau Bangka, tak ada kejadian aneh. Mungkin makhluk itu telah lupa dan bosan mengusik ketenanganku. Atau mungkin dia sudah berselingkuh dengan ABK lain? Segala sesuatu berjalan wajar hingga selesai bongkar muatan. Setelah itu, pelayaran dilanjutkan menuju Ketapang. Pagi cerah, laut masih berkabut, sewaktu kapal bertolak meninggalkan pelabuhan Bangka. Sebagai seorang pelaut aku tahu persis kalau sedari dulu pulau Ketapang memang terkenal nuansa mistinya. Sering kudengar cerita teman yang melihat penampakkan di pelabuhan. Tapi, aku cenderung mengabaikannya.
Tiga hari berlalu, aman di Ketapang. Pak Chief gembira melihatku kembali ceria dan membaur sesama ABK. Seperinya biasanya, kami bersenda gurau melepas penat usai kerja bongkar muatan. Namun, sungguh aneh, di tengah keceriaan itu, tiba-tiba sekelebat bayangan kembali melintas dalam benakku. Bayangan wanita bergaun perak itu. Tapi, segera kutepis dan langsung mengingat Marni. Demikian kulakukan berulang-ulang kali, sehingga pikiran dan perasaanku mulai ngelantur. Semula aku beranggapan, mustahil makhluk itu kembali mendatangiku lagi karena jarak Marundang – Ketapang terlampau jauh. Tapi nyatanya, dia terus mengikuti dan kembali bereaksi. Kali ini kejadiannya sangat aneh.

Malam itu, hujan masih menyisakan gerimis. Suasana pelabuhan Ketapang tampak lengng. Biasanya, bila cuaca cerah, warga setempat selalu datang meramaikan pelabuhan. Disana-sini biasanya terlihat pasangan memadu kasih, duduk santai di dermaga sambil mengobral janji-janji manisnya. Tapi, malam itu suasana sepi sekali. Bahkan, sebagian temanku pasti sudah terlelap. Aku belum mengantuk. Aneh, perasaanku serasa sangat galau. Resah. Kusibuk kandiri dengan mempertimbangkan keputusan terbaik setelah tiba di Pontianak nanti. Berhenti kerja di laut, tapi apa yang bisa aku lakukan? Sementara aku tak punya pengalaman kerja di darat?
Angin bertiup kencang dan rasa dingin semakin menggigit. Sebagai perokok kronik, di saat cuaca dingin, aku sangat membutuhkannya. Sial, rokokku tak satu pun tersisa. Aku beringsut ke kamar sebelah. Begitu pintu terkuak, kulihat temanku sudah pulas meringkuk. Rasanya sungkan membangunkan tidurnya. Siapa tahu, mungkin dia tengah mimpi indah. Kemudian aku langsung meraih sebungkus rokok yang tergeletak di atas meja. Kunyalakan korek api lalu menyulut sebatang. Begitu melangkah ingin meninggalkan kamar, tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku. Spontan bulu kudukku meremang.

Ya, Tuhan! Makhluk itu muncul dari kehampaan. Dia tiba-tiba saja sudah berdiri dengan berkacak pinggang menghadangkan di bibir pintu. Tubuhnya yang langsing itu masih mengenakan gaun malam berwarna perak. Bibirnya tersenyum sinis dengan sorot mata melotot tajam. Tanpa kuasa menolak, aku mengikuti langkah wanita itu ketika dia menuntun lenganku pergi meninggalkan kapal. Hanya itu terakhir yang kuingat di ambang batas kesadaranku.
Rupanya, tak seorang ABK pun tahu bahwa aku kembali dirasuki dan pergi bersama sosok perempuan misteri itu ke alamnya. Ya, suatu tempat yang sulit diketahui di mana letak persisnya. Sebuah tempat yang sangat asing bagiku, dan bagi siapa pun juga. Mungkin bukan di alam nyata. Yang pasti, panorama alamnya begitu indah dilatari sederetan pohon rindang. Anehnya, selama dalam pengembaraan itu, yang kurasakan bukannya malam hari, tetapi suatu sore saat matahari akan tenggelam. Cuaca redup menyejukkan. Seluas mata memandang, yang kulihat hanyalah hamparan pemandangan menakjubkan.

Setelah cukup lama berjalan, akupun merasa lelah. Aku mengajaknya duduk di tepi sebuah telaga. Wanita itu berdiri membelakangiku. Sementara aku tak berkedip memandangi ikan-ikan beraneka warna yang terus berenang berseliwaran di dalam telaga yang sangat bening. Karena kelelahan, aku bersandar pada pokok pohon mati ditepi telaga itu. Tak lama kemudian, makhluk itu melirikku sekilas, lalu pergi tanpa bicara sepatah katapun. Yang tak kalah aneh, saat terjaga, aku berada buritan kapal. Dengan gugup, aku segera berlari meninggalkan lokasi ini. Waktu itu pagi sudah tiba. Saat masuk kamar, kulihat Very belum juga bangun.

Pagi itu, perasaanku tak menentu. Aku merenung, mengenang perjalanan yang kutelusuri di luar kesadaranku. Sementara. Ratu Rosali bertolak meninggalkan pelabuhan Ketapang. Selama dalam pelayaran menuju Pontianak, sengaja aku pindah kamar. Temanku tak keberatan bertukar kamar yang kuanggap sial itu. “Dengan senang hati aku akan tidur di kamarmu. Jika nasib lagi mujur, siapa tahu makhluk itu hadir dalam mimpiku nanti. Kemudian memberi angka jitu. Lalu aku kaya mendadak jadi jutawan,” ujar Idham, temanku, dengan gayanya yang jenaka.

Setelah bertukar kamar dengan Idham, kukira wanita gaib itu tak lagi mengusikku. Namun, kenyataannya dia terus mengikuti kemana pun aku pindah, bahkan ke mana pun kapal berlayar. Aku tak bisa mendeteksi keberadaannya aku karena tak punya kemampuan supranatural. Di kamar yang baru, aku beranjak tidur dengan perasaan sedikit lega. Biarlah temanku yang didatangi makhluk gaib itu. Tapi, apa yang terjadi? Tiba-tiba dia muncul lagi dalam mimpiku. Kulihat dia tampak beringas, sepertin ingin menelanku hidup-hidup. Jelas terdengar saat wanita itu bicara begini, “Namaku Tukiyem. Aku minta disediakan kambing putih.” Bahkan, dia mengancam akan terus meneror ABK Ratu Rosali sebelum keinginannya dikabulkan. Aku hanya melongo terdiam. Hanya bisa mendengar, ingin bicara, tapi tak terucapkan. Mimpi malam itu makin membulatkan tekadku untuk mengundurkan diri. Aku tak harus takut tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan di darat. Bukankah tersedia banyak pilihan dalam hidup? Jika mau berusaha, selalu ada jalan, demikian pikirku. Bila tak ada peluang di daratan, apa salahnya kembali bekerja di laut. Tak harus kapal kargo Ratu Rosali yang berhantu ini.

Setelah selesai bongkar muatan di pelabuhan Pontianak, malamnya aku menemui Pak Chief di kamarnya. Dengan tegas kusampaikan keputusanku. Mendengar itu, dia menyipitkan mata. Mungkin sulit memahami alasan pengunduran diriku yang begitu mendadak. Tapi, dia merasa tidak berhak menghalangi niatku. Sebelum pergi meninggalkan kapal, aku harus menceritakan mimpiku semalam. Salah besar jika kupendam sendiri. Demi keselamatan seisi kapal, apa salahnya memenuhi permintaan makhluk itu. Sepertinya Pak Chief tak mempercayai kata-kataku. Dia mengangap makhluk gaib jenis apapun hanyalah tahyul belaka. Tak mengapa. Yang penting aku lega, sebab mimpi yang membebani pikiranku itu telah kuceritakan padanya. Sebulan kemudian, Ratu Rosali kembali berlayar ke Malaysia. Sebelum kapal bertolak, aku menemui Very dan menanyakan tentang kambing putih permintaan makhluk itu. Tapi jawabannya, “Pak Chief mengabaikan itu!”

Aku membatin, ABK siapa lagi yang akan diteror wanita sialan itu nanti? Sementara belum mendapat pekerjaan, aku menghabiskan hati-hariku di pelabuhan. Kadang ikut melaut dengan perahu nelayan. Berangkat pagi mencari ikan, sore harinya kembali ke daratan. Waktu terus berlalu, Senin pagi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh kedatangan kapal nelayan yang membawa Pak Chief bersama 10 ABK Ratu Rosali. Kapal nelayan itu menyelamatkan mereka saat terapung di tengah laut, tak jauh dari pulau Marundang. Menurut Very, yang kutemui dalam keadaan shock, saat melintasi lautan pulau Marundang, kapal kembali mengalami kerusakan. Baling-baling kemudi patah tanpa sebab. Ketika itulah tiba-tiba angin bertiup kencang dari dua arah, barat dan barat laut, membangkitkan ombak setinggi 5 meter. Ratu Rosali terombang-ambing tanpa daya. Akhirnya, suatu tamparan ombak yang begitu dahsyat menenggelamkannya. Tamatlah riwayat kapal kargo itu….

Mendengar cerita Veri, seketika sosok makhluk itu berkelebat dalam benakku. Adakah hubungan kecelakaan itu dengan sikap sombong Pak Chief, yang tak mau memberikan kambing putih pada sosok perempuan gaib yang mengaku bernama Tukiyem itu? Wallahu’alam. Hanya Allah SWT yang mengetahui rahasia hikmah di balik setiap musibah.

Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.


Kisah siluman Anjing Hitam

Mengingat kematian Pak Sastro yang kaya raya itu, tiba-tiba muncul sosok anjing siluman. Ketika dikejar, anjing itu hilang di kuburan Pak Sastro. Akhir Februari 2004, merupakan tanggal yang sial bagiku. Karena waktu itu aku termasuk pegawai yang di PHK oleh perusahan tempat selama ini bekerja. Setelah menganggur, untuk sekedar mengisi hari-hari yang kosong aku memutuskan mengunjungi sahabat-sahabat yang sudah lama tidak pernah ketemu. Tanya lowongan, tapi hasilnya nihil. Dengan segala kekecewaan dan harapan, aku putuskan untuk pulang kampung dulu. Tepatnya hari Senin aku berangkat pagi-pagi sekali supaya sampai di rumah masih pagi, karena kalau sudah siang ibuku sudah berangkat ke ladang.

Ringkas cerita, seminggu sudah aku berada di kampung halaman. Rasanya seperti anak kecil lagi, karena bisa berkumpul dengan teman-teman yang biasa bercanda ria bahkan melakukan hal-hal yang konyol. Kami se-geng biasa nongkrong di warungnya Pak Sastro, orang yang sangat kaya raya di kampungku. Bahkan setengah tanah penduduk miliknya.Tepatnya Selasa pagi, aku dikejutkan oleh pengumuman bahwa Pak H. Sastro meninggal dunia. Dengan terburu-buru aku berlari menuju rumah Pak Sastro. Betul sekali, di sana sudah banyak orang. Aku terbengong-bengong seakan-akan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Di ruang tamu terbujur kaki jasad Pak Sastro. Sulit dipercaya, padahal semalam kami bercanda bersama. Ketika masih terbengong-bengong, aku dikagetkan oleh suara pak RT yang menyuruhku dan teman-teman membantu orang-orang tua untuk menggali liang lahat. Dan kami semua menurutinya.

Akhirnya kami semua berangkat menuju ke pemakaman umum. Di sinilah keanehan mulai terjadi. Tanah yang digali sangat susah sekali. Tidak biasanya tanah yang digali banyak batunya bahkan sudah tiga tempat, tetapi tetap sama. Walaupun begitu akhirnya selesai juga dan tinggal menunggu mayat Pak Sastro dikebumikan.

Tepat pukul 11 siang, mayat Pak Sastro sudah siap dimasukan keliang lahat. Keganjilanpun terjadi lagi. Ketika mau ditutup dengan batu bata, tiba-tiba batu-bata yang berada di atas longsor dan tepat sekali menimpa kepala mayat Pak Sastro. Kami semua menjerit histeris, kerena takut dan kaget. Singkat cerita acara penguburan pak Sastro sudah selesai. Malamnya, awal dari segala ketakutan dan ketegangan. Waktu itu saya dan teman-teman biasa nongkrong dan begadang, tapi kali ini begadangnya di dalam rumahku. Tidak biasanya udara di luar sangat dingin sekali dan dibarengi dengan hujan rintik-rintik. Ketika lagi asyik main kartu, kami semua dikejutkan oleh suara lolongan anjing yang sangat panjang. Bahkan sangat menyayat hati. Suara itu tidak henti-hentinya. Setiap kali melolong, suaranya berubah. Seperti suara orang marah, dan kadang merintih-rintih.

Suara anjing itu memang hampir setiap malam muncul, dan sudah menggegerkan seluruh kampung. Akhirnya penduduk sangat resah. Dengan kesepakatan bersama Pak RT, kami mengadakan ronda malam. Ronda malampun dimulai. Aku dan kawan-kawan ramai-ramai menunggu di pos sambil membakar singkong. Ketika kami lagi asyik mengobrol, tiba-tiba dikejutkan oleh suara lolongan yang berasal dari rumah Pak Sastro. Dibarengi dengan rasa penasaran, kami bergegas menuju rumah itu dan tidak lama sudah sampai dihalaman depan.

Alangkah terkejutnya kami semua, karena pas di depan pintu depan terdapat seekor anjing hitam yang sangat aneh sekali. Anjing itu bentuknya sangat menakutkan, matanya merah menyala dengan taringnya sangat panjang. Untung waktu itu ada seorang diantara kami yang pemberani. Dia menyurh menangkap dan membunuh anjing itu, tapi lagi-lagi kami dikejutkan oleh keanehan anjing itu. Tiba-tiba anjing itu melompat di atas kepala kami dan hendak melarikan diri. Kami semua tidak tinggal diam, anjing itu kami kejar sampai kekuburan Pak Sastro.

Malam-malam berikutnya pun anjing itu kerap muncul dan menghilang tepat di atas kuburan Pak Sastro sampai menjelang 40 hari kematiannya. Setelah 40 hari, srigala itu tidak pernah muncul lagi. Pernah, salah seorang penduduk mimpi didatangi oleh Pak Sastro dalam bentuk yang mengerikan. Dia datang dengan telanjang bulat dan kepalanya berupa anjing. Apakah itu Pak Sastro atau iblis? Kami semua tidak tahu. Yang jelas, sampai sekarang misteri ini belum terungkap. Tapi bagi penduduk kampung dengan menghilangnya anjing hitam itu sudah sangat bersyukur sekali, karena sudah terbebas dari rasa ketakutan yang selama sebulan menghantui.

Adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.




Cengkaraman Ilmu Santet Polong

Kisah ini, bermula saat kepindahanku dan keluarga ke lingkungan Pondok Batuan, Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara. Peristiwa ini terjadi delapan tahun lalu. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas 3 SMP, tepatnya di SMPN 41 Medan. Di sekolah, aku dipercaya sebagai sekretaris OSIS. Maklum saja, aku memang sangat hobi berorganisasi. 

Sekitar dua minggu tingal di Tanjung Sari, aku berkenalan dengan Kak Daning, tetanggaku, yang kemudian menjadi saudara angkatku. Waktu itu, dia sudah duduk di bangku kelas 2 SMU.

Suatu ketika, Kak Daning mengajakku bergabung di Remaja Masjid di lingkungan kami, yaitu Ikatan Remaja Masjid (IRMA) Al Ikhlas. Ajakan ini tak mampu kutolak. Malam Rabu itu, aku resmi menjadi anggota IRMA di kampungku. Aku pun berkenalan dengan sesama teman yang bergabung di organisasi ini.

Sudah menjadi tradisi bagi anak-anak yang bergabung di IRMA. Jika ada anak perempuan yang baru menjadi anggota, maka tak jarang anak laki-laki berusaha merebut hatinya. Termasuk pula aku. Baru saja menjadi anggota IRMA, malam itu aku diantar oleh banyak anak laki-laki. Jadilah aku layaknya kembang desa. Tiap pulang dari masjid, anak laki-laki banyak yang mencoba mencari perhatianku dengan mengantarku pulang ke rumah. Namun, tak sedikitpun aku menggubris mereka.

Di antara sekian banyak anak laki-laki yang mencoba mengambil hatiku, ada seorang pemuda yang sebut saja dengan inisial WN. Ternyata, diam-diam WN memendam rasa cinta kepadaku.

WN memang anak orang terpandang di tempat tinggalku. Ayahnya seorang mantan pejabat di salah satu intansi pemerintah. Tapi yang disayangkan, Ibu WN yang sudah bertitel haji diisyukan bersekutu dengan jin. Ibu WN yang akrab disapa Bu Haji ini kebetulan teman pengajian mamaku.

Setidaknya ada empat kali WN melayangkan surat cintanya kepadaku. Aku pun kaget bukan kepalang. Dia yang sepatutnya menjadi abang bagiku, karena usianya jauh lebih tua, ternyata memiliki maksud lain. Aku pun menolaknya mentah-mentah. Bukan saja karena aku tak menyukainya, tetapi usiaku pun masih terbilang bau kencur. Ya, waktu itu aku baru 15 tahun.

Rupanya, keganderungan WN padaku diketahui oleh ibunya. Suatu hari, sang ibu mengirimkan makanan berupa gulai ikan kakap ke rumahku. Mulanya, tak ada perasaan curiga sedikitpun dari kami sekeluarga. Kami juga tidak menaruh curiga ketika Ibu WN berulang kali mengirimkan hantaran makanan ke rumahku.

Anehnya, seminggu setelah hantaran makanan keluarga WN yang terakhir, aku justru menjadi teringat dan selalu membayangkan pemuda yang semula kubenci itu. Entah bagaimana awalnya, perasaanku selalu saja ingin bertemu dengannya.

Seminggu kemudian, WN menyatakan perasaannya lagi kepadaku melalui sepucuk surat. Kali ini, aku tak kuasa menolaknya. Sejak saat itu, WN sering menghubungiku. Bahkan hampir tiap malam dia menelponku.

Untuk menerima telpon dari WN, aku harus sembunyi-sembunyi. Aku pun terpaksa tidur di kamar belakang agar dapat menerima setiap panggilan telpon darinya.

Karena cintaku pada WN, belajar ku pun akhirnya mulai terganggu. Kedua orangtuaku tidak mengetahui apa yang sedang menimpaku. Saat kelulusan, prestasiku benar-benar jatuh. Biasanya rangking pertama, sekarang mendadak jatuh ke peringkat tiga.

Mama pun curiga. Dia berusaha mencari tahu penyebabnya. Apalagi mama sangat berharap aku bisa diterima di sekolah favorit di kota ini, yaitu SMUN 1 Medan. Aku pun menceritakan perasaanku kepada mama. Mendengar pengakuanku, mama sangat terkejut, dan menentang keras.

Sejak saat itu telepon genggam diambilnya. Aku pun seperti dipingit, tidak boleh keluar rumah. Sementara itu, lambat laun WN dan ibunya tahu dengan sikap kedua orang tuaku. Karena kenyataan ini, Ibunya WN nampaknya menaruh dendam kesumat.

Suatu hari, melalui perentaraan salah seorang temannya, WN menyampaikan pesan yang berisi memutuskan hubungan antara kami berdua. Mendengar keputusannya yang tiba-tiba, aku terkejut bukan kepalang. Hatiku benar-benar hancur. Aneh, memang! Padahal, hubungan kami saat itu hanya seperti cinta monyet. Tapi kenapa saat itu aku seperti tengah kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku selalu teringat WN. Parahya lagi, aku mulai terbiasa meninggalkan sholat. Aku juga mulai kehilangan gairah hidup.

Semua keluargaku, termasuk Kak Daning, kakak angkatku yang mengajakku bergabung ke IRMA, merasa heran dengan keadaanku yang jauh berubah. Karena curiga, papa dan mama membawaku ke orang pintar di kawasan Polonia, Meda. Menurut paranormal tersebut, aku terkena pelet. Setelah meminum air putih yang diberikannya, keadaanku berangsur-angsur membaik. Aku pun dapat melupakan WN.

Tanpa disangka dan dinyana, pada saat perayaan ulang tahunku yang ke-17 WN muncul sebagai tamu tak diundang. Dia memberikan kue ulang tahun untukku. Begitu juga dengan ibunya WN. Dia memberi hadiah berupa bahan kain dan satu gelang perak.

Karena takut terjadi sesuatu, semua pemberian itu tidak kusentuh sedikitpun. Kue pemerian WN mama berikan kepada orang lain. Sedangkan bahan kain untuk membuat baju serta gelang tersebut, dibakar oleh mama dan papaku.

Setahun kemudian, tepatnya saat aku duduk di kelas tiga SMU, aku sudah akrab dengan RK, seorang siswa yang merupakan personil band di sekolahku. Perasaan cinta remaja pun tumbuh secara alamiah. Mungkin karena itu, aku pun semakin bersemangat dan termotivasi belajar.

Sama sekali tak kuduga, rupanya hubunganku dengan RK tercium oleh ibunya WN. Wanita yang akrab di sapa Bu Haji ini agaknya kembali membuat ulah dengan dibantu para dukunnya. Efeknya, aku pun sering jatuh pingsang di sekolah. Tak terhitung lagi betapa seringnya aku mengalami hal ini. Aku bahkan pernah dibawa pihak sekolah ke salah satu rumah sakit di kota Medan untuk diperiksa kondisi kesehatanku. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan aku tidak terkena penyakit apa-apa.

Karena kejadian ini, mama kembali mengajakku ke tempat Pak Harahap, paranormal yang dulu menyembuhkan penyakitku. Orang pintar ini bilang, aku kembali terkena pelet. Menurut dia, pelet itu berawal dari makanan, pakaian, juga benda-benda lainnya yang aku terima dari si pengirim pelet. Syukur Alhamdulillah Pak Harahap kembali menyembuhkanku.

Setamat SMA, aku pun berpisah dengan RK, sebab dia melanjutkan kuliah di UGM, Yogya. Aku sendiri diterima di salah satu Universitas Negeri di kota lain yang masih dekat dengan kotaku.

Menginjak semester 2, aku mulai kerasukan lagi. Berawal, pada suatu malam, aku seperti melihat sosok kuntilanak yang sedang berjalan di depan kamarku. Esok paginya, aku menemukan kotoran manusia persis di sebelah jendela kamarku. Nampaknya, ada yang sengaja mengirimkannya.

Jam dua siang, aku kembali kerasukan. Seketika itu, pikiranku tertuju pada sosok WN. Anehnya, menurut cerita keluarga, saat tak sadarkan diri, aku mengeluarkan suara tawa seperti laiknya ketawanya kuntilanak. Bahkan, aku juga terkadang berbicara dalam bahasa China.

Beberapa hari selanjutnya, aku pun bertingkah seperti seperti laiknya seekor ular. Memang, dalam pandanganku, aku melihat seekor berwarna hijau dan panjang.

Tak hanya itu, di saat yang lain, aku juga mengeluarkan suara Begu Ganjang, hantu khas Tanah Karo. Menakutkan sekali.

Sejak saat itu, hari-hariku ditemani kerasukan makhluk halus. Aku sempat divonis salah satu anggota keluargaku menderita sakit syaraf.

Sampai suatu hari setelah Idul Fitri, saat bersilaturahmi ke rumah nenekku di bilangan Tanjung Mulia, Belawan, Medan, aku kembali diganggu makhluk-makhluk gaib tersebut. Untunglah Mbahku punya pegangan ilmu gaib. Saat keluargaku turun dari mobil, aku justru tidak bisa keluar dari mobil, apalagi berjalan. Sepertinya, makhluk-makhluk gaib itu tahu kalau aku akan singgah di rumah orang yang berilmu.

Papa terpaksa menggendongku. Anehnya, tatkala memasuki rumah Mbah, menurut cerita keluargaku, mendadak saja aku tertawa cekikikan mirip kuntilanak. Mbah yang sepertinya faham dengan keadaanku, berusaha melakukan komunikasi dengan makhluk yang bersemayam dalam tubuhku. Beginilah cerita yang dituturkan mama padaku:

“Kenapa kamu begitu?” tanya Mbah.
Aku pun meronta-ronta seperti sedang kesakitan. Mbah pun melanjutkan pertanyaannya. “Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini?”
Sang makhluk gaib pun menjawab singkat, “Bu Haji!”
“Darimana asalmu?” tanya Mbah.
Dengan tegas, makhluk itu menjawab, “Aku datang dari Tanah Karo!”
“Apa maksudmu?” tanya Mbahku lagi sambil matanya melotot.
“Aku akan menghancurka hidupnya! Aku dendam, makanya jadi perempuan jangan sombong!” jelas sang makhluk, jujur.
“Dia tidak mau menerima cinta anakmu?” Mbah pun kembali mengorek keterangan darinya. “Lalu kau ini siapa?” tanya Mbah pula.
“Aku Begu Ganjang, suruhan Bu Haji!” jawabku dengan lantang.

Mendengar dialog Mbah dengan makhluk yang merasuki tubuhku, mama, papa dan keluarga benar-benar terkejut. Mama menangis. Pantaslah, apa yang mama dan papa curiga selama ini, bahwa Bu Haji-lah biang keladinya.

Mbah dengan paksa mengeluarkan makhluk tersebut dengan sebilah keris keramat miliknya. Sang Begu Ganjang dan kuntilanak dalam tubuhku pun menjerit keras. Sejurus kemudian, mereka pun pergi dari jasadku walau hanya utnuk beberapa lamasaja....

Sialnya, di tengah perjalanan pulang dari rumah Mbah, aku kerasukan lagi. Setelah menelepon Mbah, beliau menyarankan agar aku dibawa ke tempat Buya, seorang guru ngaji di daerah Polonia. Buya berusaha mengeluarkan makhluk-makhluk itu lagi. Ketika ditanya oleh Buya, lagi-lagi jawabnya sama, yakni Bu Haji.

Setelah diobati oleh Buya, akupun pingsan sampai keesokan harinya. Buya memberiku sebuah cincin untuk pegangan.

Karena masih dalam suasana lebaran, keesokan hariya aku kembali diajak bersilaturahmi ke tempat keluarga mama di Diski, Binjai.

Siang hari yang terik itu, tepatnya pas azan Dzuhur, aku kerasukan lagi. Aku kembali diobati oleh orang pintar di sekitar tempat tinggal saudara mamaku. Aku disuruh mandi kembang besoknya, serta menyediakan benang tujuh warna dan kembang tujuh rupa. Benang tersebut kemudian dirajah sang dukun perempuan itu, untuk diletakkan di pinggangku.

“Benang tersebut tidak boleh dibuka atau dilepaskan sebelum kau menikah,” suruh sang nenek. Dia juga mengingatkan, jika keluarga Bu Haji memberikan makanan atau apapun, maka jangan sekali-kali diterima.

Setelah diobati sang nenek, aku memang sembuh. Selepas liburan panjang, aku pun kembali ke kota tempatku kuliah.

Ringkasan cerita, menjelang semester empat, ada seorang laki-laki yang suka padaku. Namanya sebut saja dengan inisial HF.

Tatkala HF menyatakan perasaannya kepadaku, beberapa waktu kemudian, aku mulai kerasukan lagi. Bahkan, saat HF mengunjungiku di rumah Tante Erni, tempatku tinggal di kota itu, entah syetan apa yang merasukiku, tibat-iba aku mengusir HF.

Sampai akhirnya, aku kembali diobati oleh orang pintar. Kali ini, yang mengobatiku adalah Bu IT, seorang ibu dari teman kuliahku yang kebetulan biasa mengobati orang-orang kerasukan. Bu IT menyuruh keluargaku membuka tali benang yang ada di pinggangku, berikut cincin yang diberikan Buya tempo hari. Alasannya, benda-benda tersebut justru mengikat makhluk-makhluk halus sehingga tetap berada di tubuhku.

Malangnya, setelah kedua benda bertuah itu dilepaskan dari tubuhku, justru penyakitku semakin parah. Aku malah kerasukan lagi selama lebih dari satu minggu. Selama itu pula, ada sembilan orang pintar yang mencoba mengobatiku dengan berbagai macam cara yang tidak masuk akal. Salag satunya menyuruhku merangkak seperti binatang.

Sampai akhirnya, Tante Erni menemukan orang pintar di pedalaman hutan yang jauh dari kota. Orang tersebut menyuruh mamaku mengambil kopi pahit, bawang putih dan daun kelor untuk dimandikan di sekujur tubuhku. Pada saat mengobatiku, orang tua ini mendapat serangan bertubi-tubi dari makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku.

Atas saran orangtua ini, mama dan papa diperintahkan untuk berdzikir semalam suntuk membantu pengobatanku. Katanya, kalau mendengar bisikan atau sesuatu yang aneh jangan dihiraukan agar pengobatanku berhasil.

Diceritakan, sekitar pukul dua dinihari, mama dan papa mendengar suara letupan diatas atap rumah. Namun mereka tetap berdzikir. Seiring dengan suara letupan tadi, orang tua yang mengobatiku juga mendapat hantaman sehingga dadanya mendadak sakit.

Besoknya, orang tua tersebut mencari benang tujuh warna. Dia juga menyiapkan bunga macan kerah, bunga tujuh rupa dan daun jengkol. Semua digunakan untuk memandikanku.

Syukur Alhamdulillah, setelah pengobatan ini aku dapat kembali menjalankan aktivitasku sehari-hari.
Sekitar lima bulan kemudian, aku berkenalan dengan seorang calon dokter berinisial FS. Begitu gembiranya aku tatkala dia berniat melamarku. Namun, saat FS mau lamaranku, maka begitu banyak halangan yang menghadang hingga orangtuaku tidak mengijinkan hubunganku dengan FS.

Karena kecewa aku histeris hingga aku jatuh pingsan. Tekanan darahku hanya di angka 40. Hal ini membuat semua dokter yang merawatku terkejut. Mereka sangat tidak menyangka dengan tekanan darah yang sangat rendah itu aku masih bisa bertahan hidup, bahkan kemudian sehat kembali.

Kejadian aneh terus saja menimpaku. Saat aku menjadi panitia OSPEK di kampus, aku kembali kerasukan. Aku dibawa pulang ke rumah oleh teman-temanku. Di rumah, selama tiga hari berturut-turut aku terus kerasukan. Keluargaku kembali memanggil orang pintar yang berada di pedalaman yang pernah mengobatiku beberapa waktu lalu.

Namun, kali ini tak berhasil membuatku sembuh. Karena itulah aku kemudian diobati oleh Ustadz AP namun juga tak kunjung sembuh.

Di Medan, aku juga sempat diobati oleh Pak Sabirin yang tinggal dibilangan Tanjung Sari. Oleh Pak Sabirin, aku dimandikan dengan bunga kembang macan kerah selama tiga hari berturut-turut. Setelah ritual pun digelar. Pak Sabirin mencoba mengeluarkan makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku. Makhluk yang telah mendarah daging tersebut yang pertama berupa siluman ular. Mama dan papa turut menyaksikan proses penarikan makhluk itu.

Tiga hari kemudian, aku kembali diobati Pak Sabirin. Malam terakhir, setelah mandi, orang tuaku diperintahkan untuk menjagaku agar aku tidak disetubuhi oleh Begu Ganjang.

Di malam terakhir ini, antara sadar dengan tidak, tiba-tiba pandanganku gelap. Sepertinya ada yang mau menindihku. Astaghfirrullah! Aku melihat makhluk yang sangat menakutkan. Tubuhnya hitam berbulu, dan dia berusaha menindihku. Aku pun menjerit. “Jangan!”

Teriakanku ini membuat cemas papa dan mama. Mereka segera membacakan ayat Qursyi berulang-ulang untuk melindungiku. Hingga akupun terjaga, dan tidak tidur sampai pagi.

Esok paginya, kami datang ke tempat Pak Sabirin. Ritual pengusiran Begu Ganjang pun digelar. Sang Begu mencoba melawan Pak Sabirini.

“Aku tidak mau pergi! Karena aku telah diberi makan oleh majikanku,” tolak sang makhluk.
“Siapa majikanmu?” tanya Pak Sabirin.
“Aku sudah berjanji dengan Bu Haji, kalau aku pergi dari tubuh anak ini, maka aku akan mati! Tetapi, sebaliknya, jika aku bertahan dalam tubuh anak ini, maka dia tidak akan bertahan hidup lama,” lata Begu Ganjang seolah-olah dia Tuhan.

Tiba-tiba suaraku mendadak berubah menjadi seorang perempuan. Menurut cerita mama, itu suara kuntilanak yang memakai tubuhku.

“Sebenarnya aku kasihan dengan anak ini. Hidupnya terombang-ambing bahkan terancam mati! Jodohnya tertutup! Inilah perjanjian kami dengan majikan kami.”

Mendengar pengakuan dua makhluk tak kasat mata ini, Pak Sabirin tertawa seolah mengejek mereka. “Banyak kali cakap kau ini!” katanya dengan logat Medan. “Cepatlah kau pigi, atau aku keluarkan kau dengan paksa!”
Begu Ganjang pun berontak dan mengultimatum, “Aku tidak akan keluar! Aku selamanya akan ada dalam tubuh anak ini!”

Mendengar ancaman tersebut, Pak Sabirin pun menyangkal, “Makhluk bodoh! Sebentar lagi majikanmu akan jatuh miskin dan melarat akibat perbuatannya sendiri. Dan kau tidak akan diberi makan lagi olehnya. Dan santet yang ada di tubuh anak ini akan kukembalikan padanya.”

Akhirnya, Pak Sabirin berhasil mengeluarkan dua makluk tersebut. Alhamdulillah, aku pun kembali pulih. Aku dapat mengikuti ritual mandi kembang selama tiga hari. Hari keempat, aku kembali datang ke tempat Pak Sabirin untuk mencabut pengaruh santet.

“Bu Haji menggunakan media foto anak ini dan sebuah boneka kecil,” jelas Pak Sabirin kepadaku, mama, juga papa.
“Santet apa gerangan yang melanda puteri saya?” tanya mamaku.
Pak Sabirin menjelaskan dengan rinci, “Inilah yang namanya Santet Polong. Makhluk-makhluk ini memang sudah mendarah daging dalam tubuh anak ibu. Kalau pun nantinya sembuh, dia rentan kena santet, pelet dan sejenisnya. Kecuali pagar dirinya cukup, rajin sholat dan meminta perlindungan kepada Allah SWT.”

Singkat cerita, seperti kata pepatah: “Barang siapa yang menanam, maka dialah yang akan menuai hasilnya.” Sekecil biji zarahpun perbuatan manusia, niscaya Allah SWT akan membalasnya. Itulah kenyataan yang terjadi kemudian. Bu Haji, kini hidupnya melarat. Banyak sekali musibah yang menimpa keluarganya. Kabarnya, Bu Haji pun sering jatuh sakit.

Itulah pembalasan dari Allah SWT terhadap manusia yang mendzalimi sesamanya, bahkan melakukan perjanjian dan bersekutu kepada iblis. Semoga kita semua dapat bercermin dari kejadian ini.

Dan kini, saat menuturukan kisah ini, Alhamdulillah, aku telah menjalani hidup berumah tangga. Aku menikah di penghujung 2007 lalu. Dengan demikian, tepat tujuh tahun aku dalam nestapa akibat kekuatan setan Santet Polong.

Suamiku adalah seorang ustadz. Dia senantiasa membimbingku untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT. Kami pun tengah berbahagia menanti kelahiran sang buah hati. Dengan sholat dan banyak membaca Al-Qur’an, semua hambatan gaib yang menimpa diriku, Alhamdulillah sudah dapat kulalui dengan selamat.

Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.



 

SEO Stats powered by MyPagerank.Net

 Subscribe in a reader

Add to Google Reader or Homepage

Powered by FeedBurner

Waris Djati

↑ Grab this Headline Animator

My Ping in TotalPing.com Protected by Copyscape Online Copyright Protection Software DMCA.com Literature Blogs
Literature blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! free web site traffic and promotion Submitdomainname.com Sonic Run: Internet Search Engine
eXTReMe Tracker
free search engine website submission top optimization