Pada awalnya, di tanah Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur), keris diciptakan hanya untuk memberikan tuah kesaktian dan wibawa kekuasaan. Keris (dan tombak) adalah sebuah benda yang menjadi kebanggaan masyarakat pada umumnya dan merupakan lambang status / derajat pemiliknya. Keris menjadi "keharusan" untuk dimiliki oleh para pejabat, baik raja, keluarga kerajaan atau bangsawan, orang-orang kaya, para senopati sampai prajurit (prajurit biasanya menggunakan jenis tombak), pejabat bupati sampai lurah desa. Di kalangan masyarakat umum, hampir semua orang laki-laki ingin memiliki keris, terutama mereka yang memiliki ilmu beladiri dan orang-orang tua yang memahami spiritualitas kejawen.
Pada jaman kerajaan dahulu, budaya perkerisan sedemikian memasyarakat dan empu-empu keris pun tersebar ke banyak daerah. Namun ketika terjadi perseteruan antara kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan kerajaan di Jawa Barat, empu-empu jawa yang berada di Jawa Barat diperintahkan untuk pulang kembali ke jawa (ke Jawa Tengah atau ke Jawa Timur). Empu-empu keris yang memilih untuk tetap tinggal di Jawa Barat masih diizinkan, tetapi dilarang membuat keris untuk orang Jawa Barat.
Oleh karena keberadaan empu-empu jawa di Jawa Barat itu berkembanglah bentuk-bentuk senjata atau ageman yang teknik pembuatannya menyerupai teknik pembuatan keris (logam ditempa berlapis-lapis), misalnya kujang (yang berwarna hitam dan logamnya ditempa berlapis-lapis seperti keris) dan keris-keris jimat kecil (yang bisa dimasukkan ke dalam dompet dan logamnya juga ditempa berlapis-lapis seperti keris).
Secara umum, kujang diakui sebagai asli milik orang Sunda dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Jawa Barat. Pada awalnya kujang tidak berbentuk seperti sekarang. Bentuknya lebih mirip "kudi" (di jawa) atau mirip sabit yang ujungnya melingkar keluar. Oleh kreasi para empu, kujang berkembang bentuknya menjadi seperti sekarang, lebih ramping dan menyerupai lambang tunas kelapa pramuka. Selain yang digunakan sebagai alat pertanian, kujang yang diperuntukkan sebagai pusaka dan senjata tarung biasanya dibuat sepasang.
Kujang adalah sebuah senjata yang unik dari segi bentuk & sejarahnya. Senjata tradisional Jawa Barat ini memang tidak sepopuler keris atau beberapa senjata lain di bumi nusantara ini, tetapi kujang bisa dimasukkan ke dalam kategori jenis keris, yaitu keris khas tanah pasundan.
Umumnya orang Jawa Barat jaman dulu menggunakan golok dan pisau belati panjang sebagai senjata tarung. Kujang biasanya hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan saja. Secara umum kujang dibuat dari bahan besi, tetapi kujang yang berdaya magis tinggi adalah yang dibuat serupa dengan keris jawa, yaitu yang berwarna hitam, yang dibuat dari logam yang ditempa berlapis-lapis seperti keris. Empu jawa yang menjadi pembuatnya biasanya membuat 2 buah (sepasang), yang satu dibuat dari logam yang ditempa berlapis-lapis berwarna hitam seperti keris, yang satunya lagi dibuat dari bahan besi sebagai pasangannya.
Setelah masa kerajaan Majapahit berakhir, para empu jawa di Jawa Barat tersebut mulai membuat keris lagi. Keris-keris yang dibuat di Jawa Barat kebanyakan fungsinya tidak lagi seperti keris jawa yang untuk kesaktian dan wibawa kekuasaan, tetapi untuk kemakmuran / kerejekian / pertanian. Namun keris-keris dan kujang yang dibuat oleh para empu tersebut, selain fungsi utamanya untuk kemakmuran, juga tetap memberikan fungsi untuk keselamatan / perlindungan gaib bagi pemiliknya. Keris-keris buatan para empu di Jawa Barat yang dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan kewibawaan, biasanya kerisnya berhawa panas dan angker. Mungkin sengaja dibuat demikian karena ada tendensi dari empu pembuatnya untuk menunjukkan bahwa keris adalah senjata yang sakti, yang berbeda dengan senjata tradisional setempat, sehingga juga membuat orang Sunda takut kepada keris.
Empu-empu jawa di Jawa Barat tersebar di banyak tempat, terutama berada di sekitar pusat-pusat peradaban, yaitu di sekitar ibu kota kerajaan. Sejak jaman penyebaran agama Islam di Jawa, kebanyakan keris-keris jawa yang dibuat di Jawa Barat dibuat oleh empu-empu jawa yang tinggal di daerah Cirebon dan sekitarnya.
Pada jaman kerajaan dahulu, budaya perkerisan sedemikian memasyarakat dan empu-empu keris pun tersebar ke banyak daerah. Namun ketika terjadi perseteruan antara kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan kerajaan di Jawa Barat, empu-empu jawa yang berada di Jawa Barat diperintahkan untuk pulang kembali ke jawa (ke Jawa Tengah atau ke Jawa Timur). Empu-empu keris yang memilih untuk tetap tinggal di Jawa Barat masih diizinkan, tetapi dilarang membuat keris untuk orang Jawa Barat.
Oleh karena keberadaan empu-empu jawa di Jawa Barat itu berkembanglah bentuk-bentuk senjata atau ageman yang teknik pembuatannya menyerupai teknik pembuatan keris (logam ditempa berlapis-lapis), misalnya kujang (yang berwarna hitam dan logamnya ditempa berlapis-lapis seperti keris) dan keris-keris jimat kecil (yang bisa dimasukkan ke dalam dompet dan logamnya juga ditempa berlapis-lapis seperti keris).
Secara umum, kujang diakui sebagai asli milik orang Sunda dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Jawa Barat. Pada awalnya kujang tidak berbentuk seperti sekarang. Bentuknya lebih mirip "kudi" (di jawa) atau mirip sabit yang ujungnya melingkar keluar. Oleh kreasi para empu, kujang berkembang bentuknya menjadi seperti sekarang, lebih ramping dan menyerupai lambang tunas kelapa pramuka. Selain yang digunakan sebagai alat pertanian, kujang yang diperuntukkan sebagai pusaka dan senjata tarung biasanya dibuat sepasang.
Kujang adalah sebuah senjata yang unik dari segi bentuk & sejarahnya. Senjata tradisional Jawa Barat ini memang tidak sepopuler keris atau beberapa senjata lain di bumi nusantara ini, tetapi kujang bisa dimasukkan ke dalam kategori jenis keris, yaitu keris khas tanah pasundan.
Umumnya orang Jawa Barat jaman dulu menggunakan golok dan pisau belati panjang sebagai senjata tarung. Kujang biasanya hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan saja. Secara umum kujang dibuat dari bahan besi, tetapi kujang yang berdaya magis tinggi adalah yang dibuat serupa dengan keris jawa, yaitu yang berwarna hitam, yang dibuat dari logam yang ditempa berlapis-lapis seperti keris. Empu jawa yang menjadi pembuatnya biasanya membuat 2 buah (sepasang), yang satu dibuat dari logam yang ditempa berlapis-lapis berwarna hitam seperti keris, yang satunya lagi dibuat dari bahan besi sebagai pasangannya.
Setelah masa kerajaan Majapahit berakhir, para empu jawa di Jawa Barat tersebut mulai membuat keris lagi. Keris-keris yang dibuat di Jawa Barat kebanyakan fungsinya tidak lagi seperti keris jawa yang untuk kesaktian dan wibawa kekuasaan, tetapi untuk kemakmuran / kerejekian / pertanian. Namun keris-keris dan kujang yang dibuat oleh para empu tersebut, selain fungsi utamanya untuk kemakmuran, juga tetap memberikan fungsi untuk keselamatan / perlindungan gaib bagi pemiliknya. Keris-keris buatan para empu di Jawa Barat yang dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan kewibawaan, biasanya kerisnya berhawa panas dan angker. Mungkin sengaja dibuat demikian karena ada tendensi dari empu pembuatnya untuk menunjukkan bahwa keris adalah senjata yang sakti, yang berbeda dengan senjata tradisional setempat, sehingga juga membuat orang Sunda takut kepada keris.
Empu-empu jawa di Jawa Barat tersebar di banyak tempat, terutama berada di sekitar pusat-pusat peradaban, yaitu di sekitar ibu kota kerajaan. Sejak jaman penyebaran agama Islam di Jawa, kebanyakan keris-keris jawa yang dibuat di Jawa Barat dibuat oleh empu-empu jawa yang tinggal di daerah Cirebon dan sekitarnya.