Pesugihan merupakan asal kata dari Sugih (bahasa Jawa) yang berarti kekayaan. Kekayaan itu tentu saja harus didapatkan dengan cara-cara yang wajar serta halal, namun bila sedang jatuh pailit, kemudian dililit banyak hutang, akan bisa membuat seseorang bergelap mata. Apalagi bila memiliki iman yang tidak kokoh , hingga timbul niat mencari jalan pintas untuk keluar dari segala problema kehidup agar cepat menjadi kaya.
Dengan mencari Ilmu Pesugihan agar cepat kaya juga tak bisa dibilang aman. Pasti akhirnya akan berakibat mengerikan, yang pasti kebanyakan Ilmu Pesugiahan akan meminta pengorbanan atau meminta umbal nyawa. Kalau ada yang tidak memakai tumbal, laku prihatin-nya juga tidak mudah. Ritual puasanya sangat berat melebihi orang bertapa. Begitulah yang sering terdengar dari mulut ke mulut.
Dengan mencari Ilmu Pesugihan agar cepat kaya juga tak bisa dibilang aman. Pasti akhirnya akan berakibat mengerikan, yang pasti kebanyakan Ilmu Pesugiahan akan meminta pengorbanan atau meminta umbal nyawa. Kalau ada yang tidak memakai tumbal, laku prihatin-nya juga tidak mudah. Ritual puasanya sangat berat melebihi orang bertapa. Begitulah yang sering terdengar dari mulut ke mulut.
Di pulau Jawa, banyak terdapat tempat Pesugihan. Makam keramat, gua angker, pohon wingit, sendang gaib, misalnya, sering dianggap jadi pemberi harta. Masing-masing tempat, punya ‘cara’ dan syarat rata-rata hampir sama. Seperti, Pandansigegek satu tempat yang tidak jauh dari Parangkusumo Yogyakarta, kondang menjadi tempat mencari pesugihan. Sejak zaman dulu, tempat itu dipercaya sebagai gudang tuyul pesugihan. Bisa dipungut salah satu, tapi untuk mendapatkannya dengan memenuhi syarat tertentu.
Di dusun Dlepih Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri, ada semacam petilasan dari Panembahan Senopati yang juga jadi tumpuan para pencari pesugihan. Petilasan itu hingga kini dibanjiri peziarah dari berbagai daerah. Begitu pula Pantai Slamaran, Pekalongan dan Pemandian Kera Mendit, Malang Jawa Timur.
Tapi tempat mencari pesugihan yang paling kondang di Jawa adalah Gunung Kawi begitu populernya tempat ngalab berkah ini, maka peziarahnya datang dari seantero Nusantara.
Ada juga ilmu pesugihan yang dikenal dengan ‘Babi Ngepet’. Di Jawa Timur, biasa disebut ‘Celeng Kresek’. Untuk menggasak harta tetangga, si pelaku minta bantuan celeng jadi-jadian. Biasa beroperasi siang malam. Tapi risikonya juga berat. Kalau celeng jadi-jadian ini tertangkap penduduk bisa digebuki hingga tewas. Si pemilik ilmu celeng ini juga tewas.
Ada satu cerita menarik tentang pesugihan ‘Celeng Kresek’ yang dialami warga Jawa Timur. Sebut saja namanya Pak Sarpin, yang awalnya semula hidup sederhana bersama keluarga. Entah alasan kenapa, Pak Sarpin yang dulunya sering berkumpul bermasyarakat tiba-tiba jarang kelihatan.
Waktu terus berlalu tiba-tiba Pak Sarpin yang jarang muncul ditengah masyarakat kemudian membuka usaha warung soto. Dalam tempo yang singkat, usaha sotonya laris. Warung sotonya jadi terkenal dan tambah laris. Tapi Pak Sarpin tetap jarang bergaul dan berkumpul di tengah masyarakat.
Lalu muncul rumor negatif tentang kehidupannya. Isu paling santer, bahwa Pak Sarpin cepat kaya karena memelihara pesugihan ‘Celeng Kresek’. Kalau semula masyarakat hanya percaya beberapa orang saja, lalu berubah makin banyak yang percaya akan hal itu. Untuk meyakini rumor itu, beberapa orang bertanya kepada salah satu orang pintar (Dukun atau Bomoh) yang juga warga setempat. Setelah diterawang dengan Ilmu Gaibnya, dukun itu pun mengiyakan. kalau pak Sarpin memang memiliki Ilmu Pesugihan Celeng Kresek, tentu semua masyarakat waspada dan berhati-hati.
Suatu hari ada warga memergoki ada ‘celeng’ masuk desa. Kejadian celeng yang masuk rumah itu bukan hanya satu atau dua kali saja bahkan sering, malah ada yang mengatakan, celeng itu selalu menghilang di rumah Pak Sarpin. Nahas suatu hari menimpa ‘Celeng Kresek’ itu bisa ditangkap ramai-ramai. Terang saja langsung tubuh celeng itu dibantai hingga dibakar. Bersamaan dengan kejadian itu, Pak Sarpin pun rubuh berkelimpangan di rumahnya dan mati tak lama kemudian , tubuhnya pun dalam keadaan gosong seperti habis terbakar.
Setelah dirunut lebih jauh, Pak Sarpin ditengarai mencari pesugihan di daerah Watudodol. Terletak di kawasan hutan lindung antara Banyuwangi dengan Situbondo Jawa Timur. Siapa saja bisa mendapat pesugihan ‘celeng kresek’ di situ. Tapi harus kuat puasa ngebleng selama tiga hari di Watudodol tersebut. Untuk mendapatkan pesugihan tersebut hendaknya menyiapkan sesajinya berupa kembang telon, minyak wangi dan secawan darah ayam cemani. Kemudian ditaruh di bawah sebuah pohon paling besar yang terdapat dikawasan daerah tersebut.
Kemudian setelah syarat sesaji lengkap, maka dibacakanlah mantera panggilan. Ada orang yang bisa membantu baca mantera di sekitar tersebut. Kalau doanya terkabul, celeng gaib itu akan muncul. Setelah berlangsung ‘dialog’ apa yang dikehendaki, maka diambillah air liur celeng gaib tersebut. Sesampai di rumah, air liur celeng itu dibasuhkan pada anak belum mencapai akhil baliq. Anak siapa pun bisa. Tak lama, anak itu akan meninggal sebagai lebon (tumbal). Kalau hal itu tak terpenuhi, maka yang bersangkutan sendiri yang mati. Tapi bila sudah ada lebon, ‘celeng kresek’ akan membantu mencari uang. Setiap 35 hari sekali, ‘celeng kresek’ harus diberi sesaji darah ayam cemani. Wallahualam.
Demikianlah sepenggal kisah mistik tentang ilmu pesugihan yang nyata masih ada dalam kehidupan masyarakat, sesungguhnya hal demikian merupakan sesuatu hal yang bertentangan dengan aqidah dan jelas itu adalah hal yang terlarang karena mendapatkan kekayaan dengan jalan bersekutu dengan syaithan.