Keindahan Curug Bangkong bukan saja nikmat untuk dipandang. Di balik keindahan itu, ternyata ada ‘bumbu penyedap’ lain yang tak kalah menarik. Yakni cerita-cerita dari ‘dunia lain’ yang selalu mewarnai keberadaannya. Kabarnya, banyak orang datang ke sini tak sekadar melancong, tapi untuk tujuan lain, seperti mencari berkah dan berburu kesaktian.
Ketinggian Curug Bangkong mencapai 23 m dengan lebar 3 meter. Bila musim hujan, debit airnya bakal membesar. Ketika itulah pemandangan fantastis bakal tercipta. Air terjun itu akan terbelah menjadi dua. Jangan heran bila orang-orang yang menyaksikannya akan berucap, “luar biasa!”. Dan rupanya, hal-hal luar biasa lainnya pun masih menjadi bagian dari daya tarik air terjun ini.
Ketinggian Curug Bangkong mencapai 23 m dengan lebar 3 meter. Bila musim hujan, debit airnya bakal membesar. Ketika itulah pemandangan fantastis bakal tercipta. Air terjun itu akan terbelah menjadi dua. Jangan heran bila orang-orang yang menyaksikannya akan berucap, “luar biasa!”. Dan rupanya, hal-hal luar biasa lainnya pun masih menjadi bagian dari daya tarik air terjun ini.
Curug Bangkong ternyata memiliki sejarah panjang yang jarang diketahui orang. Menurut cerita dari mulut ke mulut, dahulu kala, ada seorang tua bernama Wiria, berasal dari Ciamis. Ia seorang pertapa, yang sedang berkelana. Secara tak sengaja ia menemukan sebuah air terjun atau curug dalam bahasa Sunda. Ketika itulah batinnya merasa terpanggil oleh kekuatan gaib yang ada di sekitar curug. Wiria yakin itulah tempat yang tepat untuk melakukan ‘tirakatnya’. Pun ia yakin bila di tempat itu pula ia akan dapat ilafat.
Disela-sela tirakat panjangnya, pria berpostur tinggi besar ini menyempatkan diri bergaul dengan masyarakat. Tak hanya itu. Ia pun mendidik masyarakat setempat tata cara membuat gula kawung (gula merah), yang bahan mentahnya melimpah di lingkungan sekitar. Dengan setia pula masyarakat setempat mengikuti ajaran Wiria. Sehingga dalam waktu singkat, hampir seluruh penduduk desa pandai membuat gula kawung. Lama-lama pekerjaan itu menjadi mata pencaharian mereka.
Menjelma Kodok
Seiring dengan itu, nama Wiria menjadi tokoh yang disegani. Masyarakat memanggilnya Abah Wiria sebagai penghormatan. Suatu masa, kembali Wiria mendapat panggilan batin untuk melanjutkan tirakatnya. Ia pun kembali ke areal curug. Tak jelas betul di mana Abah Wiria melakukan semadinya. Itu karena Wirian diam-diam melakukannya. Menurut cerita pula, konon Abah wiria melakukan tapa bratanya itu di balik air terjun.
Lalu beredarlah informasi bila di balik air terjun itu ada sebuah gua atau lubang. Di duga kuat di gua itulah Abah Wiria melakukan semadinya. Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan Abah Wiria berada di sana. Ini membuat warga desa bertanya-tanya. Mereka merasa kehilangan seorang tokoh yang selama ini membimbing. Mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Abah Wiria. Mereka juga khawatir terjadi sesuatu dengan tokoh yang berjasa itu.
Teka-teki keberadaan Abah Wiria pun merebak ke antero desa. Warga lantas berinisiatif mencarinya. Akan tetapi sosok Abah Wiria tak kunjung ditemukan. Ia hilang bak di telan bumi. Ada sebagian warga yang meyakini bila Abah Wiria sudah meninggal di dalam curug. Sementara yang lain meragukan karena jasadnya tak pernah ditemukan. Kabar yang paling santer adalah dugaan bila Abah Wiria menghilang (moksa) karena telah sempurna melaksanakan ritual tapa brata.
Macam-macam dugaan berkemang di dalam masyarakat yang mencintai Wiria. Sampai-sampai berkembang pula dugaan aneh soal Abah Wiria. Bahwa banyak yang meyakini bila tubuh orang tua itu telah menjelma menjadi seekor bangkong (kodok). Hal itu lantaran sepeninggal Abah Wiria, di sekitar air terjun itu sering terdengar suara kodok. Padahal selama ini, jarang warga di situ mendengar ada suara kodok. Anehnya, ketika suara kodok itu di dekati, tiba-tiba menghilang.
Berdasarkan dugaan itu, akhirnya air terjun itu diberinama Curug Bangkong. Dalam perkembangannya, banyak orang mengikuti jejak Abah Wiria bertapa di sekitar Curug Bangkong. Sehingga bila ada pendatang yang bermaksud melakukan tapa barata di sekitar curug, pasti akan disambut suara kodok. Nah, bila itu yang terjadi, konon seseorang akan bernasib baik. Doanya akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Wallahualam bis sawab.
Minta Tumbal
Ada lagi cerita lain di balik keindahan Curug Bangkong. Ternyata banyak juga yang mengatakan curug ini angker. Mengapa ? Hal ini bermula dari anggapan orang-orang di masa lalu yang mengaitkannya dengan peristiwa ditemukannya orang mati di sana. Mereka menganggap kematian itu sebagai tumbal keangkeran Curug Bangkong.
Peristiwa itu sendiri terjadi sekitar tahun 1944. Kala itu seorang pemuda bernama Yoyo, tewas di Curug Bangkong dan jasadnya tak pernah ditemukan. Pasca kejadian, para pengunjung Curug Bangkong dilarang mandi. Kemudian tahun 2002, seorang pemuda bernama Tatang (18), mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di sekitar curug. Dua kejadian ini membekas di dalam benak masyarakat, dan kemudian menganggap air terjun itu sebagai tempat yang angker.
Jadi, selain panorama yang indah, curug ini pun disebut-sebut sebagai tempat yang angker. Hal ini tak lepas dari kejadian yang pernah berlaku tahun 1970. Ketika itu, masyarakat melihat cahaya terang benderang yang melayang-layang di sekitar areal Curug Bangkong. Cahaya itu lantas mendarat dan menghilang di sebuah makam keramat yang ada di sana. Selidik punya selidik, ternyata itu adalah makam Pangeran Arya Salingsingan. Yakni seorang panglima Kerajaan Talaga, yang dipercaya sebagai koordinator syiar Islam di daerah Kuningan Barat. Beliau adalah seorang utusan Sunan Gunung Jati. Makam inilah yang setiap hari Selasa dan Kamis, ramai diziarahi orang.
Nah, kejadian itulah yang membuat pamor Curug Bangkong meningkat. Mereka meyakini curug itu bukan sembarang tempat. Banyak ahli-ahli kebatinan dan tenaga dalam merasakan kekuatan energi gaib di sekitar areal curug.
Lubang Misterius
Lalu, bagaimana dengan lubang misterius yang ada di balik curug Bangkong? Spiritualis Tatar Sunda, Ki Mohammad, mengungkap adanya sebuah lubang setinggi 1 meter dengan lebar 0,8 meter. Letaknya persis di belakang sebelah kiri curug itu. Konon pula, panjang gua itu hampir mencapai 1 Km (tepatnya 800 m). Sesepuh desa, Abah Mansur, menyebut ujung lubang itu tembus sampai ke Gunung Embun. Terbukti bila debit air mencapai 5 meter kubik atau lebih, maka embun akan keluar dari lubang-lubang yang ada di sana. Saat itu pemandangan akan semakin cantik. Kalau sinar matahari sedang terang, maka terlihat pelangi yang indah sekali.
Tahun 1950-an, pernah ada orang yang mengetes kedalaman lubang ini. Sebagai uji coba, dimasukkanlah seekor anjing yang diikat tali ke dalam lubang. Setelah sekian lama di tunggu, tali kemudian ditarik. Apa yang terjadi ? Ternyata si anjing menghilang dan yang kembali cuma ikatan tali di leher si anjing tadi. Menurut cerita dari mulut-ke mulut, konon anjing itu dimakan ular sanca kembang yang panjangnya mencapai 15 meter dan badannya sebesar paha orang dewasa.
Lubang gua yang diyakini ada di balik Curug Bangkong ini dibuat manusia pada zaman peralihan. Hal itu tampak dari adanya perubahan budaya pada bentuk fisik. Ki Mohammad, yang juga penggali khasanah budaya Kuningan, memperkirakan gua ini terbentuk semasa peralihan zaman batu ke zaman Islam. Hal itu ditandai adanya makam-makam tokoh Islam di sekitanya.