Kompleks makam Pangeran Salawe berada di Desa Dermayu, Kecamatan
Sindang. Morfologis daerah berupa pedataran rendah
dengan ketinggian sekitar 3 m di atas permukaan laut. Dahulu daerah di
sekitar komplek makam ini dialiri Sungai Cimanuk. Sejak dibangun
bendungan di Bangkir, aliran sungai dialihkan. Litologi daerah merupakan
persebaran batuan hasil endapan sungai muda berupa pasir, lanau, dan
lempung coklat. Komplek makam berada pada pemakaman umum. Sebelah barat
dan utara komplek makam merupakan perkampungan, sedangkan sebelah
selatan dan timur merupakan pemakaman umum.
Komplek makam berada pada sebidang tanah dengan luas 320 m2,
berpagar tembok berukuran 20 x 16 m dengan tinggi 1,5 m. Untuk
memasukinya melalui jalan masuk dilengkapi kelir (rana) yang terdapat di
sisi barat. Keadaan sekarang merupakan hasil pembenahan (pemugaran)
yang dilakukan pada bulan Juli tahun 1976. Di situs tersebut terdapat 24
kubur yang terbagi dalam 4 blok. Blok I terletak pada bagian barat laut
komplek terdiri 4 kubur dengan jirat berundak. Kuburan tokoh utama
yaitu Pangeran Guru Wirya Nata Agama, yang dipercaya berasal dari
Palembang terletak pada bagian paling utara blok I (kubur nomor 1). Di
sebelah selatannya (kubur nomor 2) dipercaya sebagai kuburan Endang
Darma Ayu. Blok II terletak di sebelah timur blok I terdiri 8 kubur
tanpa jirat (kubur nomor 5 - 12). Blok III terletak di sebelah selatan
blok II terdiri 2 kubur yang juga tanpa jirat (kubur nomor 13 - 14).
Blok IV terletak di bagian paling selatan komplek terdiri 10 kubur.
Kubur nomor 24 dilengkapi jirat berundak. Kubur nomor 23 dilengkapi
nisan ganda berhias motif flora dan geometris berupa bintang dengan
sudut delapan.
Di dalam komplek makam terdapat beberapa pohon tua yaitu asam dan
sawo kecik. Pada sudut tenggara terdapat pohon rotan. Menurut cerita
pohon rotan tersebut merupakan tongkat Pangeran Guru Wirya Nata Agama
yang dikubur dan kemudian tumbuh. Para peziarah ada yang
mengeramatkannya, sehingga sepulang dari ziarah akan mengambil sekerat
rotan untuk dijadikan azimat.
Cerita mengenai Pangeran Selawe pada intinya yaitu berkaitan dengan
keberadaan Endang Darma di Cimanuk. Hal ini didengar oleh Pangeran Guru
di Palembang. Bersama 24 muridnya berangkat ke Cimanuk dengan tujuan
untuk menguji kesaktian Endang Darma, tetapi di Cimanuk ke dua puluh
empat (24) murid Pangeran Guru beserta Pangeran Guru dapat dikalahkan
Endang Darma.
Mengenai tokoh Endang Darma, Babad Dermayu menerangkan bahwa Endang
Darma mempunyai nama lain Ratna Gumilang, Ratu Sakti, dan Mas Ratu
Gandasari. Purwaka Caruban Nagari menyebutkan bahwa Mas Ratu Gandasari
adalah adik Fadlillah Khan, Putra Maulana Mahdlar Ibrahim bin Malik
Ibrahim. Dengan demikian Endang Darma adalah cucu Maulana Malik Ibrahim.
Sedangkan mengenai Pangeran Guru, Babad Dermayu menerangkan bahwa, dia
adalah orang Jawa yang bermukim di Palembang. Pangeran Guru mempunyai
nama lain Arya Dilah, putra Wikramawardhana, raja Majapahit yang
ditugaskan sebagai gubernur di Palembang.
Mengenai Arya Dilah, Sajarah Banten menceritakan bahwa di Majapahit
terdapat wanita jelmaan raksasa yang dijadikan selir oleh raja
Majapahit. Ketika wanita tersebut mengandung, makan daging mentah dan
kemudian berubah wujud ke bentuk semula. Karena takut ketahuan wanita
tersebut melarikan diri dan melahirkan anak diberi nama Ki Dilah.
Setelah dewasa Ki Dilah ke Majapahit dan dapat diterima raja. Ki Dilah
diberi nama Arya Damar dan kemudian diangkat sebagai wakil raja di
Palembang. Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa raja Majapahit
menghadiahkan kepada Arya Damar salah satu selirnya, seorang putri Cina
yang dalam keadaan hamil. Di Palembang putri Cina tersebut melahirkan
anak laki-laki yang diberi nama Raden Patah. Sedangkan dengan Arya Damar
juga mempunyai anak laki-laki bernama Raden Husin. Cerita tentang
asal-usul Raden Patah menurut Babad Demak juga berkaitan dengan Arya
Damar.
Diceritakan bahwa Arya Damar adalah anak angkat Brawijaya yang
ditugaskan sebagai adipati di Palembang. Arya Damar selain diberi
jabatan juga diberi putri Cina untuk diperistri. Putri Cina tersebut
adalah salah satu selir Brawijaya. Ketika mendapatkan putri Cina dalam
keadaan mengandung anak Brawijaya. Di Palembang putri Cina melahirkan
anak diberi nama Raden Patah.
Berdasarkan berbagai sumber yang ada dapat diduga bahwa Pangeran
Guru atau Arya Dilah juga bernama Arya Damar, seorang kerabat dekat
(anak atau sepupu) raja Majapahit, yang dipercaya menjadi wakil
Majapahit (adipati) di Palembang. Ia juga ayah (angkat) Raden Patah.
Baik Sajarah Banten maupun Babad Tanah Jawi tidak menceritakan kematian
Arya (Ki) Dilah, hanya Babad Dermayu yang menceritakan kematian Pangeran
Guru (Arya Dilah) karena perang melawan Endang Darma.