Embah Jayaperkosa adalah patih dari Prabu Geusan Ulun. Beliau tokoh
 yang cukup penting dalam masa peralihan kekusaan Kerajaan 
Sunda-Pajajaran ke Kerajaan Sumedanglarang. Beliaulah salah satu dari 
keempat kandaga lante yang mendukung sepenuhnya kekuasaan Prabu 
GeusanUlun. Sebagai panglima perang, beliau berjasa sekali dalam 
menghadapi konflik Kerajaan Sumedanglarang dan Kesultanan Cirebon. Dalam
 riwayat beliau ngahiang dan makamnya terdapat di puncak Gunung 
Rengganis. Makamnya banyak didatangi oleh para peziarah, bahkan di 
antara peziarah banyak yang menginap di makam beliau.
Makam Embah Jayaperkosa terdapat di sebelah selatan Desa Dayeuh 
Luhur dapat dicapai dengan jalan kaki melewati perkampungan warga dan 
melalui jalan menanjak berteras yang terbuat dari semen.  Sebelum 
mencapai ke puncak terdapat pintu gerbang dan dilengkapi dengan saung. 
 Sesampainya di puncak gunung terdapat makam Embah Jayaperkosa. Makam 
tersebut dikelilingi pagar kawat dengan pintu terdapat di sisi utara. 
Makam berupa batu tegak setinggi sekitar 180 cm yang dibungkus kain 
putih dan bagian bawah berupa bangunan segi empat dari semen dengan 
permukaan dilapisi keramik putih. Pada bagian luar makam terdapat 
bangunan yang difungsikan sebagai tempat ibadah dan menginap para 
peziarah. Lingkungan sekeliling makam dipenuhi pohon bambu yang cukup 
lebat yang menjadikan tempat ini semakin sejuk dan tenang. Jika 
seseorang berdiri di tempat ini akan dapat melihat panorama berupa 
bentang alam dan daerah-daeah pemukiman di bawahnya terutama di bagian 
utara dan timur gunung. Apabila bendungan Jatigede terealisasi, dari 
tempat ini akan sangat jelas terlihat.
Makam Embah Jayaperkosa bukan merupakan tempat pemakamannya, tetapi
 sebagai tempat ngahyang-nya tokoh tersebut. Selain itu, dalam riwayat 
di tempat didirikannya menhir tersebut merupakan tempat jatuhnya sinar 
ghaib berwarna kekuningan pada waktu Prabu Tajimalela sedang menguji 
kesaktiannya berupa ilmu kasumedangan. Prabu Tajimalela merupakan 
pendiri kerajaan Tembong Agung yang berpusat di Leuwi Hideung, 
Darmaraja, Sumedang. Kerajaan tersebut adalah cikal bakal Kerajaan 
Sumedanglarang yang berdiri pada abad ke-14-15 M. Di makam ini pula 
terdapat larangan yang harus dipatuhi oleh para peziarah, yaitu adanya 
larangan memakai pakaian bermotif batik. 
 

 





















