Setelah usahanya bangkrut akibat amukan massa pada peristiwa hura-hura massal tahun 1998, dia akhirnya memutuskan untuk menikahi jin. Ini dia lakukan demi kembali meraih kesuksesan.... Dalam perjalanan menjelajahi berbagai pelosok, Penulis sempat menemukan kesaksian dari seorang anak manusia yang telah menjalin hubungan sangat erat dengan eksistensi bangsa jin. Penulis secara tak sengaja mampir ke rumah seorang sahabat yang sudan lama tidak dikunjungi. Ramli Zulkarnaen, namanya, atau biasa dipanggil Ramli. Dari sinilah kesaksian yang sulit diterima akal sehat itu bermula.
Tak seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya di masa mendatang. Semuanya masih merupakan misteri yang sulit ditebak. Begitu juga halnya dengan Ramli. Dia tidak pernah menduga kalau usahanya sebagai seorang petambak udang dan pemilik toko furniture terbesar di kotanya akan jatuh bangkrut. Menurut perhitungannya, harta yang dimilikinya telah lebih dari cukup untuk menopang hidupnya. Tapi dia lupa bahwa perhitungan manusia kadang-kadang bisa berubah atas ketentuan Illahi.
Keadaan telah memporak-porandakan cita-cita dan tatanan kehidupan Ramli yang telah ditatanya sejak lama. Tragedi 12 Mei 1998 merupakan hari-hari kelabu bagi Ramli dan keluarganya. Kerusuhan telah membuat dirinya miskin. Toko furniture dan mobil mewahnya yang diparkir di depan tokonya hangus terbakar, sementara tambak udangnya habis dijarah orang. Sedangkan rumah yang ditempatinya sudah bukan miliknya lagi, karena surat-suratnya telah dijaminkan ke Bank untuk modal pengembangan usaha furniturenya. Melihat kenyataan pahit ini Ramli sempat shock. Dia tidak menyangka akan musibah yang melanda dirinya dan memusnahkan semua harta yang selama ini telah dikumpulkannya, hanya dalam sekejap. Isterinya, Suhaimah tidak kalah shocknya menerima kenyataan pahit ini.
Dalam kondisi kalut seperti itu, Ramli dan Suhaimah datang kepada seorang Kyai yang terkenal sebagai ahli spiritual. Kepada sang Kyai mereka berkonsultasi tentang musibah yang dihadapi. Orang tua yang bijaksana itu hanya menggangguk dan tersenyum. Dengan arifnya dia bertutur bahwa di balik semua musibah itu ada maknanya, makna itu bisa bermacam-macam. Di satu sisi bisa bermakna cobaan, di sisi lain bisa juga peringatan bagi keluarga Ramli. Menurut mata batin sang Kyai, selama ini Ramli dan Suhaimah tidak pernah mengeluarkan zakat mal dan bersedekah, padahal selama ini mereka menerima terus menerus rezeki dari Yang Maha Kuasa, Mereka telah ditutupi oleh penyakit hati yakni pelit untuk mengeluarkan sedekah dan zakat maal yang merupakan hak orang lain terutama anak-anak yatim, para janda tua dan kaum dhuhafa. Akibat dari semua itu maka datanglah peringatan bagi mereka.
Ramli membenarkan ucapan orang tua yang bijak itu. Namun yang terpenting, bagaimana caranya agar dia tidak diusir dari rumahnya karena tidak mampu lagi membayar cicilan ke bank akibat usahanya telah bangkrut. Orang tua itu berbisik pada Ramli, memberi solusi mencari uang secara pintas, "Bersediakan Nak Ramli menikah dengan jin?" "Menikah dengan jin? Bagaimana mungkin?" tanya Ramli. "Apa yang tidak mungkin itu akan menjadi mungkin kalau Allah menghendakinya," ujar sang Kyai. Menurutnya, persyaratannya tidak begitu susah. Pertama harus seizin isteri karena dia akan dimadu. Kedua, menyediakan kamar khusus untuk menyongsong kedatangan isteri jinnya yang akan datang pada waktu tertentu. Sekaitan dengan syarat pertama, pada masa pengantin Ramli harus menemani isteri jinnya selama satu bulan penuh, mengingat masih dalam suasana pengantin baru. Setelah itu waktu menggilirnya diatur seminggu tiga kali. Syarat ketiga dia tidak boleh main perempuan lain. Dalam artian, Ramli tidak boleh tidur, apalagi menikah dengan wanita lain. Atau kesepakatan dengan Suhaimah, Ramli akhirnya bersedia mengawini makhluk yang berlainan alam itu.
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, ritual pun dimulai. Ramli sudah siap di kamar orang tua itu. Suasana di kamar agak lain, seperti ada hawa sejuk yang menyenangkan. Setelah melakukan upacara ritual suasana begitu sangat syahdu, namun terasa berbalut mistik. Sepi namun sesekali terasa mencekam. Tak lama kemudian Ramli mendengar ada suara dari luar. "Assalamu’alaikum!" suara itu begitu lembut. Ramli tersentak. Orang tua itu berbisik, "Pengantin wanitanya sudah datang!" Segera dia bangkit membukakan pintu. Tampak seorang gadis cantik berjilbab putih dengan gaun terusan warna hitam bergaris lembut. Melihat keanggunan dan kecantikan gadis itu, kerongkongan Ramli seperti tercekat. Tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Hingga kemudian gadis itu berkata, "Inikah calon suamiku, perkenalkan namaku Siti Zubaedah. Kau Ramli, kan?" Setelah berkata demikian gadis itu duduk di sebelah Ramli. Singkat cerita, dengan disaksikan oleh orang tua itu terjadilah proses pernikahan dua makhluk ciptaan Tuhan yang berlainan alam.
Tak seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya di masa mendatang. Semuanya masih merupakan misteri yang sulit ditebak. Begitu juga halnya dengan Ramli. Dia tidak pernah menduga kalau usahanya sebagai seorang petambak udang dan pemilik toko furniture terbesar di kotanya akan jatuh bangkrut. Menurut perhitungannya, harta yang dimilikinya telah lebih dari cukup untuk menopang hidupnya. Tapi dia lupa bahwa perhitungan manusia kadang-kadang bisa berubah atas ketentuan Illahi.
Keadaan telah memporak-porandakan cita-cita dan tatanan kehidupan Ramli yang telah ditatanya sejak lama. Tragedi 12 Mei 1998 merupakan hari-hari kelabu bagi Ramli dan keluarganya. Kerusuhan telah membuat dirinya miskin. Toko furniture dan mobil mewahnya yang diparkir di depan tokonya hangus terbakar, sementara tambak udangnya habis dijarah orang. Sedangkan rumah yang ditempatinya sudah bukan miliknya lagi, karena surat-suratnya telah dijaminkan ke Bank untuk modal pengembangan usaha furniturenya. Melihat kenyataan pahit ini Ramli sempat shock. Dia tidak menyangka akan musibah yang melanda dirinya dan memusnahkan semua harta yang selama ini telah dikumpulkannya, hanya dalam sekejap. Isterinya, Suhaimah tidak kalah shocknya menerima kenyataan pahit ini.
Dalam kondisi kalut seperti itu, Ramli dan Suhaimah datang kepada seorang Kyai yang terkenal sebagai ahli spiritual. Kepada sang Kyai mereka berkonsultasi tentang musibah yang dihadapi. Orang tua yang bijaksana itu hanya menggangguk dan tersenyum. Dengan arifnya dia bertutur bahwa di balik semua musibah itu ada maknanya, makna itu bisa bermacam-macam. Di satu sisi bisa bermakna cobaan, di sisi lain bisa juga peringatan bagi keluarga Ramli. Menurut mata batin sang Kyai, selama ini Ramli dan Suhaimah tidak pernah mengeluarkan zakat mal dan bersedekah, padahal selama ini mereka menerima terus menerus rezeki dari Yang Maha Kuasa, Mereka telah ditutupi oleh penyakit hati yakni pelit untuk mengeluarkan sedekah dan zakat maal yang merupakan hak orang lain terutama anak-anak yatim, para janda tua dan kaum dhuhafa. Akibat dari semua itu maka datanglah peringatan bagi mereka.
Ramli membenarkan ucapan orang tua yang bijak itu. Namun yang terpenting, bagaimana caranya agar dia tidak diusir dari rumahnya karena tidak mampu lagi membayar cicilan ke bank akibat usahanya telah bangkrut. Orang tua itu berbisik pada Ramli, memberi solusi mencari uang secara pintas, "Bersediakan Nak Ramli menikah dengan jin?" "Menikah dengan jin? Bagaimana mungkin?" tanya Ramli. "Apa yang tidak mungkin itu akan menjadi mungkin kalau Allah menghendakinya," ujar sang Kyai. Menurutnya, persyaratannya tidak begitu susah. Pertama harus seizin isteri karena dia akan dimadu. Kedua, menyediakan kamar khusus untuk menyongsong kedatangan isteri jinnya yang akan datang pada waktu tertentu. Sekaitan dengan syarat pertama, pada masa pengantin Ramli harus menemani isteri jinnya selama satu bulan penuh, mengingat masih dalam suasana pengantin baru. Setelah itu waktu menggilirnya diatur seminggu tiga kali. Syarat ketiga dia tidak boleh main perempuan lain. Dalam artian, Ramli tidak boleh tidur, apalagi menikah dengan wanita lain. Atau kesepakatan dengan Suhaimah, Ramli akhirnya bersedia mengawini makhluk yang berlainan alam itu.
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, ritual pun dimulai. Ramli sudah siap di kamar orang tua itu. Suasana di kamar agak lain, seperti ada hawa sejuk yang menyenangkan. Setelah melakukan upacara ritual suasana begitu sangat syahdu, namun terasa berbalut mistik. Sepi namun sesekali terasa mencekam. Tak lama kemudian Ramli mendengar ada suara dari luar. "Assalamu’alaikum!" suara itu begitu lembut. Ramli tersentak. Orang tua itu berbisik, "Pengantin wanitanya sudah datang!" Segera dia bangkit membukakan pintu. Tampak seorang gadis cantik berjilbab putih dengan gaun terusan warna hitam bergaris lembut. Melihat keanggunan dan kecantikan gadis itu, kerongkongan Ramli seperti tercekat. Tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Hingga kemudian gadis itu berkata, "Inikah calon suamiku, perkenalkan namaku Siti Zubaedah. Kau Ramli, kan?" Setelah berkata demikian gadis itu duduk di sebelah Ramli. Singkat cerita, dengan disaksikan oleh orang tua itu terjadilah proses pernikahan dua makhluk ciptaan Tuhan yang berlainan alam.
Sungguh menakjubkan, setelah Ramli beristerikan Siti Zubaedah, kehidupannya teras mengalami peningkatan. "Aku diberikan uang sebagai modal untuk memulai usaha baru," cerita Ramli. Menurutnya, isterinya yang bangsa jin itu memberi suntikan modal untuk membayar hutangnya di Bank, merehab tokonya yang telah terbakar, dan melanjutkan usaha tambaknya yang habis dijarah, bahkan membeli mobil baru. Semua itu atas bantuan Zubaedah, disamping fitrah Ramli sebagai manusia yang terus bekerja keras. Di samping usaha tambak ikan, kini Jhony juga menekuni profesi barunya sebagai suplayer obat-obatan. Mungkin, hal ini dimungkinkan karena ada kekuatan gaib yang mendorongnya, hingga usaha apapun yang dijalankan olehnya selalu berhasil.
Ketika Penulis bertamu ke rumahnya, Ramli bercerita penuh antusias tentang Zubaedah yang penduduk alam gaib itu. Atas keinginannya, dia akan mengundang Zubaedah dan memperkenalkannya denganku. Aku sempat mencegah dengan alasan takut melihat wajah dari makhluk yang berlainan alam itu. Namun Ramli tetap bersikeras untuk mengundangnya. Menurutnya, Zubaedah mempunyai kemampuan untuk mawujud layaknya seorang manusia. "Karena kau memaksa, aku bersedia saja!" begitu akhirnya kata Penulis. Tak lama, kami mendengar deru mobil memasuki halaman rumah. Seketika suasana di penghujung malam itu sudah merubah aura menjadi penuh dengan kegaiban.
Kijang kapsul warna putih metalik melewati kami yang sedang duduk di beranda muka, sementara mobil itu berhenti di palvilyun samping rumah. Segera Ramli menyongsong wanita yang turun dari dalam mobil itu. Sekilas pandangan Penulis menoleh dengan diiringi oleh bulu kuduk yang meremang. Jantungku berdetak kencang. Penulis segera paham dengan situasi itu. Memang wanita itu terlihat cantik dengan gaya modis berbusana muslim..
Ramli dan wanita yang mungkin adalah Siti Zubaedah itu terlihat masuk lewat pintu samping. Namun tak lama kemudian wanita itu keluar lagi meninggalkan tempat itu tanpa sempat bertemu muka denganku. Aku berdecak kagum atas penampilannya dalam permainan imajinasi sudut pandang. Mobil kijang yang tadi terlihat itu ternyata hanyalah seekor kuda putih, sementara sosok wanita itu tidak terlihat secara jelas karena kesannya terburu-buru. Setelah kejadian yang hanya kurang dari satu menit itu, kembali Jhony menghampiriku dan mengatakan bahwa tadi itu adalah isteri mudanya. Aku hanya terpaku menyaksikan kejadian musykil itu. "Sekarang kau mungkin percaya bahwa aku telah beristerikan wanita dari alam gaib," kata Jhony setelah sensasi aneh itu berlalu. Penulis hanya angkat bahu. Apakah benar yang dikatakan Jhony? Penulis masih sulit untuk mempercayainya.
Sekitar setengah bulan setelah pertemuan itu, tiba-tiba ada kabar melalui hendphone kalau Ramli sekarang dirawat di rumah sakit. Merasa khawatir atas kesehatannya, Penulis pun segera berangkat untuk menjenguk Ramli. Sesampainya di sana kulihat sahabatku itu terbaring lemah. Segera kuhampiri dan kudengar dia berbisik mengatakan bahwa isterinya marah karena Ramli telah mengundangnya secara mendadak dan terasa ada benturan pada dirinya begitu melihatku. Aku katakan bahwa hal itu tidak apa-apa. "Makanya, aku bilang jangan kau lakukan itu. Kau sendiri yang memaksa kan?" ujar Penulis. Ramli hanya tersenyum kecut.
Menurut analisis team medis Ramli terkena gejala thypus. Namun berdasarkan terawangan alam kesunyatan yang dilakukan Penulis, sahabatku itu terkena imbas negatif akibat benturan hawa energi antara Penulis dengan isterinya itu. Untuk membantuh penyembuhannya, Penulis segera mengirimkan energi ke tubuhnya untuk memulihkan kondisinya, setelah itu aku pamit pada Suhaimah dengan berpesan segera memberi kabar bila terjadi apa-apa terhadap Ramli.
Selang tiga hari kemudian Suhaimah, isteri sahabatku itu mengabarkan bahwa suaminya sudah kembali dari rumah sakit dengan kondisi agak baikan. Aku bersyukur mendengar kabar baik itu. Aku sempat menelepon Ramli dan mengatakan padanya agar dia mulai memikirkan masa depan hidupnya jangan terus beristerikan jin itu. Ramli memahami kekhawatiranku. "Aku berjanji akan mencari jalan keluar untuk berpisah dengannya," katanya dengan suara jernih. Ini artinya, Ramli sungguh-sungguh sudah baikan.
Adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.