Keramat Air Terjun Sarasah Gantuang

Air Terjun Sarasah Gantuang, Terletak di Jorong Sungai Guntuang, Kanagarian Pasia Laweh, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat.

Berjarak sekitar 7 km dari pusat Nagari Pasia Laweh, menuju Nagari Pagadih, Palupuh. Persisnya ditengah deretan Bukit Barisan, yang mendaki dan menurun diantara lembah hijau ditengah punggung Sumatera. Jalan ke Sarasah Guntuang cukup bagus dan mulus, tapi memiliki beberapa tanjakan dan turunan tajam yang cukup menggigilkan telapak kaki

Air Terjun Sarasah Gantuang atau dikenal dengan nama Air Terjun Tiga Tingkat terletak antara dua lembah raksasa, yang airnya terus mengalir ke tengah nagari Palupuah. Air terjun ini terdiri dari tiga tingkatan dimana tingkat pertama paling atas sarasah ini memiliki ketinggian terjunan air sekitar 10 m dengan sebuah telaga batu yang kerap memancarkan kilauan pelangi jika terkena sinar matahari.

Untuk tingkat kedua dan ketiga diperkirakan masing-masing memiliki ketinggian antara 12 hingga 14 meter, juga dengan telaga seukuran diameter lima meter. Dari kedua air terjun itulah tersembul uap air dan embun yang mengepul seperti cendawan raksasa. Bahkan dari tingkat itu pula selalu terdengar gemuruh hempasan air.

Untuk menuju ketingkat dua, masih mudah untuk ditempuh dengan jalan kaki. Tapi untuk ketingkat terakhir, terpaksa harus merangkak dikarenakan medan terjal dan licin.

Penduduk di sekitar kawasan air terjun mengkeramatkan sarasah ini. Mereka percaya setiap ada musibah yang akan menimpa, air sarasah akan bergemuruh atau akan keluar ikan bersirip emas dari dasar telaga. Karena kepercayaan itu pula penduduk tidak berani menebang pohon dekat sarasah.



Makam Jafar Umar Sidik

Makam Jafar Umar Sidik berjarak 300 m dari ibukota kecamatan, dan 15 km dari ibukota Kabupaten Garut, dengan batas administrasi disebelah utara berbatasan dengan Desa Cibiuk Kaler, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cibiuk Kidul, disebelah timur berbatasan dengan Desa Sindang Suka dan disebelah barat berbatasan dengan Desa Hegar Sari. Aktivitas yang bisa dilakukan di objek wisata ini ialah berziarah dan mempelajari kebudayaan, khususnya sejarah dan budaya Islam. 

Makam Jafar Umar Sidik merupakan objek wisata yang tergolong ke dalam atraksi budaya peninggalan sejarah dengan bentukan fisik (relic/artefac) berupa makam, dan terletak di Desa Cisareupan, Kecamatan Cibiuk. Kompleks makam ini luasnya 5 ha dan dikelola oleh Bapak Ustadz Ade dan masyarakat sekitar. Makam Jafar Umar Sidik terdiri dari empat makam utama yang kesemuanya merupakan kerabat dekat Jafar Umar Sidik dan penyebar agama Islam lainnya di daerah Garut, yaitu makam Eyang Abdul Jabar yang merupakan mertua Jafar Umar Sidik, makam Jafar Umar Sidik sendiri, makam Eyang Siti Fatimah yang merupakan istri Jafar Umar, dan makam Eyang Wali Muhamad Nur Kosim yang tidak lain adalah kakaknya. Keempat makam tersebut terletak berurutan sesuai dengan urutan penyebutannya dari atas ke bawah yang masing-masingnya dibatasi oleh pagar kayu. 

Untuk mendukung kegiatan wisata tersedia berbagai fasilitas, baik yang secara khusus diperuntukkan untuk kegiatan ziarah maupun yang sifatnya tidak langsung diperuntukkan untuk kegiatan ziarah. Fasilitas yang tersedia di kawasan ini antara lain 7 buah kios jajanan dalam kondisi yang cukup baik, tempat parkir, toilet umum, shelter dan tempat ibadah. Kios Jajanan tersedia di sekitar kawasan terutama di sepanjang jalan setapak menuju makam. Kios jajanan ini berfungsi juga sebagai shelter karena dalam pembangunannya sengaja dibentuk sekaligus sebagai tempat beristirahat dengan kapasitas dan struktur bangunan yang memadai. Tempat parkir sebagai fasilitas pemberhentian kendaraan pribadi pengunjung disediakan oleh masyarakat desa tersebut dengan kapasitas maksimal 10 mobil dan permukaannya tidak dilapisi semen, dengan kondisi yang sedang dan vegetasi peneduh yang kurang memadai sehingga terkesan kurang terpelihara. Untuk kebutuhan fasilitas peribadatan terdapat mushola yang terletak dekat makam dan terbuat dari bilik dan bambu atau menggunakan mushola yang berada dekat pemukiman penduduk. Untuk fasilitas mendasar seperti toilet umum tersedia dua buah dengan kondisi yang kurang memadai karena bangunan fisik dan kebersihannya kurang terawat. Salah satu dari dua buah toilet umum tersebut terletak di area parkir. 

Prasarana yang terdapat di kompleks makam ini seperti sumber air dan listrik tersedia dalam jumlah yang memadai. Untuk sumber air bersih terdapat sumur di sekitar kawasan makam yang pada saat musim kemarau debit airnya sangat kecil dan agak keruh. Sumber listrik digunakan untuk menerangi jalan di jalan setapak ke area makam yang berasal dari PLN. 

Sumur Dalem

Sumur Dalem terletak di Desa Pilangsari Kecamatan Jatitujuh dengan jarak tempuh +33 Km dari pusat Kota Majalengka yang memiliki luas +100 m2.  Objek wisata ini merupakan objek wisata budaya yang merupakan sebuah sumur keramat yang airnya dipercaya oleh masyarakat sekitar untuk memintah berkah. Akses menuju lokasi tersebut kurang baik seperti jalan yang rusak dan belum adanya angkutan umum yang menuju lokasi tersebut, selain itu lokasi yang berada di tengah hutan dan jauh dari pemukiman warga sekitar. Namun pengunjung yang datang ke tempat lokasi wisata budaya tersebut masih ada, setiap pengunjung yang datang ke tempat wisata tersebut di antar oleh juru kunci (kuncen).


Cepuri Parangkusumo Petilasan Panembahan Senopati

Pantai ini terletak di sebelah barat Pantai Parangtritis mempunyai keindahan alam yang tidak kalah dengan pantai Parangtritis. Selain itu di dekat pantai ini terdapat 2 batu karang yang sekelilingnya di pagar beton. Tempat yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar tersebut dikenal dengan nama Cepuri.

Menurut salah satu juru kunci Cepuri, batu karang tersebut dulunya sebagai petilasan Panembahan Senopati dan tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul penguasa laut selatan. Cepuri merupakan tempat yang penting untuk acara yang bersifat adat dan spiritual contohnya acara labuhan. Benda yang mau dilabuh harus dimasukan ke Cepuri dan didoakan oleh para juru kunci sebelum benda tersebut di buang kelaut.

Para pengunjung tidak boleh seenaknya keluar masuk wilayah petilasan Panembahan Senopati ini. Mereka diharuskan melepas alas kakinya sebelum memasuki wilayah Cepuri dan tidak boleh berisik. Para pengunjung sebagian besar peziarah yang berasal dari berbagai daerah. Mereka datang dengan berbagai niat, ada yang ingin cepat dapat jodoh, ingin kaya, tambah wibawa dan sebagainya. “ Tapi perlu saya garis bawahi tempat ini bukan sebagai tempat pemujaan. Biasanya sebelum mereka melakukan ‘lelaku’ dan berdoa, saya selalu menghimbau bahwa Cepuri ini hanyalah tempat dan sarana untuk berdoa. Dan para pengunjung meminta sesuatu bukan pada batu ini tetapi dengan Tuhan Yang Maha Esa,” tutur salah satu Juru Kunci Cepuri.

Tempat yang dibuka setiap hari dan paling ramai pengunjungnya pada malam Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon ini masih menyimpan banyak misteri. Seperti dituturkan oleh pemimpin juru kunci Cepuri, banyak para peziarah mengalami kesurupan. Sebagian besar dikarenakan mereka melanggar aturan dan mempunyai niat-niat yang jelek. “ Ini membuktikan kebesaran Tuhan dan sebagai isyarat untuk manusia agar tidak sombong serta tidak bersifat ‘adigang, adigung, adiguna’ terhadap seluruh ciptaan Tuhan,” nasehat pemimpin juru kunci Cepuri.




Makam Pangeran Muhammad

Makam Pangeran Muhamad terletak di tengah persawahan di daerah perbukitan berjarak sekitar 3 km dari pusat kota Majalengka. Makam ini termasuk makam yang banyak dikunjungi para peziarah. Secara administratif terletak dikampung Cicurug, desa Cicurug kecamatan Majalengka. Lokasi ini relatif mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dan roda dua melalui jalan beraspal yang sudah mencapainya.
 
Pada tahun sekitar 1480-an Sunan Gunung Jati mengutus pangeran Muhamad menyebarkan agama Islam di Majalengka. Kemampuan Pangeran Muhamad dalam hal ke-Islaman cukup mendalam, telah menjadikan penyebaran agama Islam semakin lancar. Pada awal tahun 1500-an Pangeran Muhamad memperistri Siti Armilah seorang putri pemuka agama Islam di Sindang Kasih. Siti Armilah membantu suaminya  menyebarkan ajaran agama Islam. Perkawinan Pangeran Muhamad dengan Siti Armilah dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Santri. Pangran Santri inilah yang kemudian  menikah dengan Ratu Pucuk Umun dari kerajaan Sumedang Larang. Pangeran Muhamad meninggal pada tahun 1546 dan dimakamkan di tempat ini. Versi lain kendatangan Pangeran Muhamad ke Majalengka adalah untuk mencari pohon maja yang akan dijadikan obat di Cirebon.
 
Makam Pangeran Muhamad menempati areal seluas sekitar 4150 m2. Areal ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu  halaman parkir, halaman yang berisi makam-makam juru kunci, dan makam Pangeran Muhamad. Makam Pangeran Muhamad terletak di bagian paling belakang atau paling utara. Makam ditempatkan dalam satu cungkup permanen berukuran 5 x 6 m, berlantai keramik putih, beratap genting. Makam ditandai dengan adanya jirat dan dua nisan yang terletak di bagian utara dan selatan jirat. Jirat makam ini berupa bangunan berdenah segi empat berteras tiga. Jirat dibuat dari bahan permanen dengan permukaan dilapisi keramik. Nisan dibuat dari batu pipih dengan bentuk dasar segi empat dan pada bagian atas berbentuk undakan yang diakhiri bentuk rata pada bagian atasnya. Makam ditutupi dengan  kelambu berwarna putih yang disangga empat tiang besi.
 

Mitos Dan Larangan Mistis

Sebuah tempat Peninggalan budaya memang akan menjadi lebih menarik apabila ‘dibungkus’ dengan kisah-kisah (legenda) yang melatar belakanginya. Misalnya kisah asal usul Gunung Tangkuban Perahu, legenda Danau Toba dan sebagainya. Termasuk mitos seputar tempat wisata tersebut. Mitos adalah kepercayaan yang disampaikan secara turun temurun dari mulut ke mulut mengenai suatu kejadian. Percaya atau tidaknya, itu tergantung Anda. Namanya juga mitos, jadi bisa benar-bisa juga salah kan? Jadi, tegantung bagaimana Anda untuk menyikapinya. Berikut ini akan mengulas mengenal mitos seputar tempat-tempat wisata:

1. Candi Prambanan di Jawa Tengah. Kabarnya, banyak pasangan bubar di tengah jalan setelah pacaran di pelataran candi prambanan. Mereka konon dikutuk Bandung Bondowoso yang gagal menikan dengan Roro Jonggrang.

2. Tanah Lot di Bali. Ada satu mitos yang menyebutkan kalau orang yang sedang pacaran dan membawa pacarnya berkunjung ke Tanah Lot dan melhat ular penjaga pura itu akan berakibat bubarnya hubungan. Tapi jika Anda tidak membawa pacar, silahkan lihat ular tersebut dan memegangnya sambil berdoa dalam hati. Mudah-mudahan akan terkabul. Namun sekali lagi ini hanya mitos.

3. Candi Gedong Songo di Jawa Tengah. Candi Gedong Songo terletak di daerah dataran tinggi Ungaran, Jawa Tengah. Nama Candi Gedong Songo, memiliki arti Sembilan Bangunan Candi, yang terletak di komplek tersebut, dan dibangun secara terpisah-pisah tempatnya. Namun, pada kenyataannya candi yang ada di lokasi tersebut hanya berjumlah 8 buah! Konon barang siapa yang mampu melihat penampakan candi yang ke-9, berarti hidupnya tidak akan lama lagi!

4. Pantai Parangtritis di Jogja. Pantai parangtritis terletak di Yogyakarta, yang merapak pantai yang mengahadap ke Samudra Hindia. Konon diceritakan bahwa Samudra Hindia tersebut merupakan wilayah kekuasaan Nyi Roro Kidul (sebangsa jin). Barangsiapa memakai pakaian berwarna hijau ketika bermain di pantai tersebut maka kemungkinan akan ditelan ombak laut parangtrisis, karena warna hijau adalah warna keusakaan Nyi Roro Kidul.

5. Gunung Lawu di Jawa Tengah. Gunung lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ketinggiannya yang mencapai 3.100 meter di atas permukaan air laut (dpl) memungkinkan bunga edelweiss dan populasi burung-burung indah hidup di sana. Apabila Anda tengah mendaki gunung tersebut, dan melihat burung bagus, yang ‘menggoda’ perjalanan Anda, sebaiknya dibiarkan saja, jangan dikejar untuk ditangkap sebagai koleksi di rumah. Karena sebenarnya burung itu tidak pernah ada, dia hanyalah penampakan yang memancing Anda agar mengikuti gerakannya, sehingga lepas dari jalur pendakian dan akhirnya tersesat.


Makam Loang Baloq dan PPH Van Ham

Seperti kepercayaan orang Indonesia kebanyakan, makam seringkali menjadi tempat keramat dan mistis. Makam, apalagi jika yang dikuburkan adalah tokoh terkenal dan berpengaruh biasanya akan menjadi tujuan wisatawan religi dan sejarah. Makam Loang Baloq dan PPH Van Ham adalah dua makam yang terkenal di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun begitu dua kawasan ini justru mempunyai kisah yang bertolak belakang.

Loang Baloq berasal dari kata dalam bahasa Sasak yang berarti pohon beringin yang berlubang. Ya, area ini memang ditumbuhi sebuah pohon beringin yang konon sudah berumur ratusan tahun. Makam Loang Baloq adalah kawasan pemakaman yang didalamnya terdapat puluhan jasad. Yang menjadi istimewa dan kerap dikunjungi warga adalah makam Maulana Syech Gaus Abdurrazak, makam Anak Yatim dan Datuk Laut. Syech Gaus Abdurrazak adalah pendakwah Islam dari Baghdad Irak yang menyebarkan Islam di Palembang dan kemudian Lombok sekitar 18 abad lalu. Setelah dari Palembang, ia meneruskan perjalanan dan mendarat di pesisir pantai Ampenan, Mataram. Setelah sampai, ia memberikan petuah-petuah yang bersumber pada ajaran Islam kepada masyarakat setempat.

Makam Syech Gaus Abdurrazak inilah yang berada di lubang tepat di bawah pohon beringin berbentuk persegi panjang dengan lubang ditengah, tempat dimana para peziarah biasanya menaburkan bunga. Untuk masuk kedalam makam yang sudah berkeramik putih ini, peziarah perlu memasuki sebuah pintu masuk. Di samping pintu masuk telah disipakan air untuk pengunjung dan sebuah mushola. Sementara itu, makam Anak Yatim berada di samping bagian luar makam Maulana Syech Gaus Abdurrazak dengan ukuran yang relatif lebih kecil. Di samping makam ini, terdapat makam Datuk Laut dengan bangunan permanen berukuran 3 x 4 meter berkeramik warna hitam.

Tidak hanya berziarah, pengunjung yang datang ke kompleks makam ini juga menggelar sejumlah ritual seperti potong rambut anak yang masih balita atau disebut dengan ngurisang. Peziarah biasanya juga menyampaikan nazar dan berdoa di makam agar segera permintaanya segera dikabulkan. Misalnya seperti minta jodoh, panjang umur, sehat dan murah rejeki. Bagi yang menyampaikan nazar tertentu, mereka selalu mengikatkan sesuatu ke akar gantung pohon beringin. Jika nazar mereka dikabulkan, mereka akan kembali lagi ke tempat itu dan membuka ikatan serta membayar nazar yang sudah disampaikan. Tradisi dan kebiasaan ini disebut dengan Saur Sesangi. Kompleks ini ramai dikunjungi warga saat lebaran Idul fitri hingga perayaan lebaran topat, tujuh hari setelah Idul Fitri dan perayaan Maulid Nabi. Kompleks makam Loang Baloq berada di Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Ampenan atau sekitar 6 kilometer dari Mataram. Anda dapat dengan mudah menuju tempat ini karena dilalui oleh jalan lingkar Mataram yang sudah beraspal. Anda bisa naik kendaraan umum atau menyewa mobil.

Nah, jika kompleks makam Loang Baloq berhubungan dengan sejarah syiar Islam masa lalu, makam PPH Van Ham terkait dengan sejarah pertempuran Belanda melawan kerajaan Mataram. PPH Van Ham adalah wakil komandan ekspedisi yang dipimpin Jenderal JA Vetter dengan pangkat Mayor Jenderal. Ekspedisi Belanda pimpinan Jenderal Ja Vetter tiba di pelabuhan Ampenan pada 5 Juli 1894. Pada saat itu Raja Mataram menolak kedatangan mereka sehingga terjadilah pertempuran yang menewaskan Mayor Jenderal Van Ham. Selanjutnya, Van Ham dimakamkan di pemakaman Hindu Karang Jangkong, sekitar 1 km dari kota Mataram. Karena lokasi pemakaman ini berada di tengah kota, banyak kendaraan umum yang dapat mengantar Anda sampai ke lokasi makam. Selain kendaraan umum, Anda juga bisa menumpang taksi dan cidomo. Sampai sekarang, kawasan makam Van Ham masih banyak dikunjungi khusunya orang-orang Belanda yang kebetulan sedang berada di Mataram.


Beberapa Mitos Mistik

Berikut ini akan saya paparkan tentang beberapa Mitos Mistik yang masih berkembang pada sebagian masyarakat, diantaranya adalah :

Bayi berumur dibawah satu tahun, suka dijadikan mainan oleh kuntilanak disekitar rumah.Apabila tempat tinggal agak sepi dan dikelilingi oleh pohon besar yang rimbun .Kuntilanak itu akan tertawa terpingkal-pingkal bila melihat bayi yang dicandainya menangis ketakutan. Agar bayi-bayi terhindar dari kuntilanak, siapkan bangle, ikatkan kebaju bayi.

Didaerah Inderlayu, Ogan Komering Ilir, Sumatera selatan ada suatu cabang ilmu mistik yang bernama ingon boye. Ilmu ini adalah ilmu untuk mencari dan menyelamatkan manusia korban buaya rawa yang masih banyak menghuni daerah ini. Selain mantra - mantera, ilmu ini juga menuntut pelakunya melakukan topo boye, merendam diri selama tujuhari tujuh malam dira lebong karawang, tempat dimana dimana buaya itu berkembang.

Banaspati adalah Jenis hantu yang menyukai darah kotor. Beberapa kasus menunjukan penemuan sosok banaspati yang tengah menjilat pembalut wanita yang penuh dengan darah. Wanita yang darahnya dimakan Banaspati akan mengalami kesurupan berkepanjangan.

Bila seseorang menabrak kucing sampai mati, kemudian ditinggalkandan membiarkannya begitu saja tergeletak dijalanan, cepat atau lambat akan terkena musibah.

Konon bila ada ayam jantan berkokok saat maghrib, maka itu pertanda disekitar tempat tinggal anda akan ada anak gadis hamil diluar nikah. Bila ayam berkokok pada malam hari. Pertanda ada serangan gaib berupa guna - guna ( santet atau santau ) yang tengah mengancam keluarga anda atau tetangga anda.

Ulekan yang biasa dipakai untuk menggiling cabai untuk membuat sambal, bisa dijadikan saranu ritual mencegah selingkuh. Caranya, Ulekan digabung dengan celana  dalam suami dan dimasukan kedalam baskom berisi separoh  air. Sebut nama suami   tujuh kali dan minta pada penguasa langit dan bumi akan membuat tidur alat vital bila melakukan hubungan pada wanita lain.

Bunga teratai akan selalu tumbuh diair yang tenang , misalnya kolam. Bunga teratai adalah bunga yang memperlambangkan kehidupan abadi. Namun, teratai juga dapat memberi pengaruh buruk. Konon, wanita hamil tidak diperbolehkan mendekati teratai yang tengah mekar karena dipercaya dapat menyebabkan gangguan janin.

Wallahualam bissawab dan Allah Yang Maha tahu sesungguhnya. Hanya kepada Allah SWT kita menyembah dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT.



Ilmu Pesugihan Celeng Kresek

Pesugihan merupakan asal kata dari Sugih (bahasa Jawa) yang berarti kekayaan. Kekayaan itu tentu saja harus didapatkan dengan cara-cara yang wajar serta halal, namun bila sedang jatuh pailit, kemudian dililit banyak hutang, akan bisa membuat seseorang bergelap mata. Apalagi bila  memiliki iman yang tidak kokoh , hingga timbul niat mencari jalan pintas untuk keluar dari segala problema kehidup agar cepat menjadi kaya.

Dengan mencari  Ilmu Pesugihan agar cepat kaya juga tak bisa dibilang aman.  Pasti akhirnya akan  berakibat mengerikan, yang pasti kebanyakan Ilmu Pesugiahan akan meminta pengorbanan atau meminta umbal nyawa. Kalau ada yang tidak memakai tumbal, laku prihatin-nya juga tidak mudah. Ritual puasanya sangat berat melebihi orang bertapa. Begitulah yang sering terdengar dari mulut ke mulut.

Di pulau Jawa, banyak  terdapat tempat Pesugihan. Makam keramat, gua angker, pohon wingit, sendang gaib, misalnya, sering dianggap jadi  pemberi  harta. Masing-masing tempat, punya ‘cara’ dan syarat rata-rata hampir sama. Seperti, Pandansigegek satu tempat yang tidak jauh dari Parangkusumo Yogyakarta, kondang menjadi tempat mencari pesugihan. Sejak zaman dulu, tempat itu dipercaya sebagai gudang tuyul pesugihan. Bisa dipungut salah satu, tapi untuk mendapatkannya dengan memenuhi syarat tertentu.

Di dusun Dlepih Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri, ada semacam petilasan dari Panembahan Senopati yang juga jadi tumpuan para pencari pesugihan. Petilasan itu hingga kini dibanjiri peziarah dari berbagai daerah. Begitu pula Pantai Slamaran, Pekalongan dan Pemandian Kera Mendit, Malang Jawa Timur.

Tapi tempat mencari pesugihan yang paling kondang di  Jawa adalah Gunung Kawi begitu populernya tempat ngalab berkah ini, maka peziarahnya datang dari seantero Nusantara.

Ada juga ilmu pesugihan yang dikenal dengan ‘Babi Ngepet’. Di Jawa Timur, biasa disebut ‘Celeng Kresek’. Untuk menggasak harta tetangga, si pelaku minta bantuan celeng jadi-jadian. Biasa beroperasi siang malam. Tapi risikonya juga berat. Kalau celeng jadi-jadian ini tertangkap penduduk bisa digebuki hingga tewas. Si pemilik ilmu celeng ini juga tewas.



Ada satu cerita menarik tentang pesugihan ‘Celeng Kresek’ yang dialami warga Jawa Timur. Sebut saja namanya Pak Sarpin, yang awalnya semula hidup sederhana bersama keluarga. Entah alasan kenapa, Pak Sarpin yang dulunya sering berkumpul bermasyarakat tiba-tiba jarang kelihatan.

Waktu terus berlalu tiba-tiba Pak Sarpin yang jarang muncul ditengah masyarakat kemudian membuka usaha warung soto. Dalam tempo yang singkat, usaha sotonya laris. Warung sotonya jadi terkenal dan tambah laris. Tapi Pak Sarpin tetap jarang bergaul dan berkumpul di tengah masyarakat.

Lalu muncul rumor negatif tentang kehidupannya. Isu paling santer, bahwa Pak Sarpin cepat kaya karena memelihara pesugihan ‘Celeng Kresek’. Kalau semula masyarakat hanya percaya beberapa orang saja, lalu berubah makin banyak yang percaya akan hal itu. Untuk meyakini rumor itu, beberapa orang bertanya kepada salah satu orang pintar (Dukun atau Bomoh) yang juga warga setempat. Setelah diterawang dengan Ilmu Gaibnya, dukun itu pun mengiyakan. kalau pak Sarpin memang memiliki Ilmu Pesugihan Celeng Kresek, tentu semua masyarakat waspada dan berhati-hati.

Suatu hari ada warga memergoki ada ‘celeng’ masuk desa. Kejadian celeng yang masuk rumah itu bukan hanya satu atau dua kali saja bahkan sering, malah ada yang mengatakan, celeng itu selalu menghilang di rumah Pak Sarpin. Nahas suatu hari menimpa ‘Celeng Kresek’ itu bisa ditangkap ramai-ramai. Terang saja langsung tubuh celeng itu dibantai hingga dibakar. Bersamaan dengan kejadian itu, Pak Sarpin pun  rubuh berkelimpangan di rumahnya dan mati tak lama kemudian , tubuhnya pun dalam keadaan gosong seperti habis terbakar.

Setelah dirunut lebih jauh, Pak Sarpin ditengarai mencari pesugihan di daerah Watudodol. Terletak di kawasan hutan lindung antara Banyuwangi dengan Situbondo Jawa Timur. Siapa saja bisa mendapat pesugihan ‘celeng kresek’ di situ. Tapi harus kuat puasa ngebleng selama tiga hari di Watudodol tersebut. Untuk mendapatkan pesugihan tersebut hendaknya menyiapkan sesajinya berupa kembang telon, minyak wangi dan secawan darah ayam cemani. Kemudian ditaruh di bawah sebuah pohon paling besar yang terdapat dikawasan daerah tersebut.

Kemudian setelah syarat sesaji lengkap, maka dibacakanlah mantera panggilan. Ada orang yang bisa membantu baca mantera di sekitar tersebut. Kalau doanya terkabul, celeng gaib itu akan muncul. Setelah berlangsung ‘dialog’ apa yang dikehendaki, maka diambillah air liur celeng gaib tersebut. Sesampai di rumah, air liur celeng itu dibasuhkan pada anak belum mencapai akhil baliq. Anak siapa pun bisa. Tak lama, anak itu akan meninggal sebagai lebon (tumbal). Kalau hal itu tak terpenuhi, maka yang bersangkutan sendiri yang mati. Tapi bila sudah ada lebon, ‘celeng kresek’ akan membantu mencari uang. Setiap 35 hari sekali, ‘celeng kresek’ harus diberi sesaji darah ayam cemani. Wallahualam.

Demikianlah sepenggal kisah mistik tentang ilmu pesugihan yang nyata masih ada dalam kehidupan masyarakat, sesungguhnya hal demikian merupakan sesuatu hal yang bertentangan dengan aqidah dan jelas itu adalah hal yang terlarang karena mendapatkan kekayaan dengan jalan bersekutu dengan syaithan.



Makam Eyang Dalem Suryadiningrat

Makam Eyang Dalem Suryadiningrat terletak di Kampung Caringin, Desa Cikundul, Kecamatan Lembur Situ. Makam Eyang Dalem Suryadiningrat terletak di tengah kompleks makam umum seluas sekitar 620 m2. Letaknya yang berada di tepi utara jalan besar, Jalan Merdeka, menjadikan kompleks makam ini sangat mudah dijangkau. Jalan raya tersebut juga memisahkan wilayah Kampung Caringin dengan wilayah Kampung Bangbayang, Desa Cikundul. Di sebelah barat, utara, dan timur makam merupakan areal pemikiman warga Kampung Caringin.


Dalam tradisi lokal Eyang Dalem Suryadiningrat merupakan keturunan Dalem Cikundul dari Cianjur. Dalem Cikundul merupakan sesepuh Kabupaten Cianjur. Beliaulah yang menurunkan Bupati-bupati Cianjur pada masa lampau. Eyang Dalem Suryadiningrat mempunyai nama lengkap seperti yang tertera pada papan nama makamnya adalah Eyang Dalem Suryadiningrat Aria Nudatar Sagara Herang (Eyang Cikundul).
Makam Eyang Dalem Suryadiningrat berada di dalam areal berpagar. Makam ini telah mengalami renovasi yang dilakukan oleh warga.  Makam ditandai jirat berdenah segi empat dilapisi keramik warna hitam. Penanda lain adalah nisan di bagian utara jirat. Nisan berbentuk segi empat ini berisi nama yang dimakamkan.
 
Makam ini cukup banyak didatangi oleh peziarah untuk berbagai keperluan. Sampai sekarang terdapat dua versi yang berkembang di masyarakat tentang makam tersebut. Versi pertama mengatakan, tempat ini dahulu adalah tempat peristirahatan Eyang Dalem Suryadiningrat Aria Nudatar Sagala Herang. Versi kedua mengatakan bahwa makam ini adalah makam pengawal Eyang Dalem Suryadiningrat.

Hubungan Manusia dan Makhluk Halus

Selamatan sering diadakan untuk menghormati dan sebagai rasa terima kasih kepada roh leluhur misal upacara Bersih Desa. Setiap 1 Suro beberapa masyarakat gunung sering memberi sesaji keselamatan berupa kepala kerbau yang ditanam di puncak atau di kawah. Upacara Ritual di Gunung Bromo Sesaji kepada roh leluhur masyarakat Bromo terkenal dengan upacara Yadnya Kasada. Manusia juga sering memberi sesaji kepada mahkluk halus agar terhindar dari berbagai gangguan, sesaji pada umumnya berupa makanan, minuman, bunga, uang, rokok, kadang pakaian, ada juga yang memberi sesaji minuman keras yang memabokkan.

Untuk menghindari gangguan Makhluk Halus kadang manusia membuat rintangan dengan membuang buah-buahan yang berbau busuk atau bau-bauan lain yang tajam. Manusia juga sering minta pertolongan mahluk halus di gunung-gunung tertentu, untuk berbagai keperluan misal minta keselamatan, kekayaan, kenaikan pangkat, penglarisan, jodoh, dll. Mahkluk halus yang baik sering memberi pertolongan kepada pendaki gunung yang tersesat dengan menyamar menjadi binatang misalnya burung. Di gunung Sumbing konon pendaki yang ketinggalan temannya akan ditemani oleh sesosok orang yang sebaya dengan pakaian putih.

Ada sembilan macam mahkluk halus yang katanya, suka menolong “ manusia supaya menjadi kaya dengan kekayaan meterial yang berlimpah (Pesugihan). Pemujaan terhadapkesembilan mahkluk jahat itu merupakan kesalahan fatal, mereka itu bila dilihat dengan mata biasa kelihatan seperti :Argodalem di puncak Gunung Lawu.
  •     Jaran Penoreh atau kuda yang kepalanya menoleh kebelakang
  •     Srengara Nyarap atau anjing menggigit
  •     bulus Jimbung atau Bulus yang besar
  •     Kandang Bubrah atau kandang yang rusak
  •     Umbel Molor atau ingus yang menetes
  •     Kutuk Lamur atau sebagsa ikan yang penglihatannya tidak terang
  •     Gemak Melung atau burung gemak yang berkicau
  •     Codot Ngising atau kelelawar berak
  •     Bajul Putih atau buaya putih

Beberapa gunung terkenal sebagai tempat untuk mencari Pesugihan (kekayaan), pangkat, penglarisan, dll. Hal ini biasanya terjadi karena dahulunya di gunung tersebut terdapat tempat- tempat yang pernah dihuni, dipakai bertapa, atau tempat mokswa tokoh-tokoh terkenal. Mokswa adalah tingkatan kesempurnaan hidup yang tertinggi dimana manusia menghilang bersama roh dan raganya.

Mahkluk halus yang jahat sering kali mengganggu manusia, menculik manusia, membuat orang sakit, bahkan bisa membuat orang meninggal. Kehadiran Mahluk halus biasanya ditandai dengan adanya bau misalnya; campuran bau badeg, bacin dan langu; bau rebusan kentang bercampur bawang merah busuk; atau bau wangi yang merangsang hidung. Kehadiran Mahkluk Halus kadang ditandai dengan bertiupnya udara dingin yang membuat bulu kuduk berdiri atau udara berasap semacam kabut. Gejala alam yang muncul kadang menjadi tanda kehadiran mahkluk halus, seperti angin kencang, petir, cahaya, bayangan, api, dll. Seringkali mahkluk halus hanya kedengaran suaranya tanpa ujud.

Manusia dapat melakukan perkawinan dengan mahkluk halus. Raja-Raja Jawa terkenal dengan beristrikan Kanjeng Ratu Kidul yakni mahkluk halus penguasa Laut Selatan. Pendaki yang bermalam di gunung Argopuro sering berjumpa dan tidur bersama dengan wanita cantik pengawal Dewi Rengganis (Penguasa mahkluk halus Gn.Argopuro) Anak hasil perkawinan antara manusia dan mahkluk halus biasanya menjadi mahkluk halus. Bila seorang wanita (manusia) hamil hasil perkawinan dengan mahkluk halus, maka ketika lahir bayinya akan hilang perutnya tiba-tiba mengecil.



Makam Dalem Cikundul

Dalem Cikundul merupakan tokoh yang cukup penting dalam sejarah Kabupaten Cianjur. Beliau merupakan dalem pertama dan terakhir dari Padaleman Cianjur pada masa peralihan kekuasaan Mataram  kepada VOC atas Priangan. Padaleman Cianjur inilah yang pada kemudian berubah menjadi Kabupaten Cianjur. Keturunan-keturunan beliau akhirnya menjadi beberapa penerus pemangku jabatan Bupati Cianjur pada zaman Belanda. Makam Dalem Cikundul terletak di Kampung Majalaya, Desa Cijajang, Kecamatan Cikalong Kulon. Untuk mencapai ke lokasi makam tergolong mudah. Jalan beraspal telah mencapai desa tersebut

Makam yang cukup banyak didatangi peziarah ini terletak di bagian atas bukit Pasir Gajah Bukit ini diapit oleh aliran sungai Cikalong pada sisi barat dan selatannya, sisi timur merupakan tanah tegalan, sedangkan bagian utara berupa hutan. Di samping makam tokoh utama tersebut di bagian bawah terdapat pula banyak makam. Kompleks makam ini hampir menyatu dengan pemukiman warga desa hanya dipisahkan oleh aliran sungai Cikalong.
Kompleks makam telah mengalami beberpa kali pemugaran. Pemugaran terakhir dilakukan pada tahun 1984 oleh Moeslim Thaher, seorang anggota DPA. Kompleks makam membujur dari selatan ke utara dan dilengkapi dengan pagar keliling. Topografi sekitar kompleks makam bergelombang dan kompleks makam miring, makin ke utara makin naik. Pada bagian bawah terdapat pos pengelola makam, pintu gerbang, dan masjid. Dari pos ini peziarah menuju ke makam dalem Cikundul melewati jalan berteras yang dibagi menjadi dua bagian/jalur yang dipisahkan dengan pembatas besi, yaitu bagian bagi perempuan dan laki-laki. Di sisi kanan jalan berteras ini dijumpai banyak makam. Sampai di bagian puncak, dijumpai bangunan cungkup permanen berdenah segi empat cukup besar menghadap ke selatan yang berisi makam Dalem Cikundul. 
Bangunan cukup terbagi menjadi dua, yaitu teras/serambi dan bangunan utama. Bangunan utama dilengkapi dengan dua pintu. Pintu yang terletak bagian timur diperuntukkan bagi peziarah perempuan, sedangkan pintu di bagian barat bagi peziarah laki-laki. Ruang dalam juga terpisah bagi peziarah laki-laki dan perempuan dibatasi dengan dinding tembok penyekat setinggi sekitar 1 m. Di tengah ruang utama ini terdapat makam Dalem Cikundul. Makam tersebut dikelilingi pagar teralis dan dilengkapi dengan pintu di bagian baratnya. Makam ditutupi dengan kain putih, demikian juga halnya dengan kedua nisan penanda makam. Pengeramatan terhadap makam ini demikian tinggi sehingga petugas pengelola makam tidak berani membuka kain putih pembungkus nisan.

Ilmu Pesugihan bulu gendruwo

Pesugihan bulu gendruwo memang kurang populer di masyarakat. Alasannya, untuk mendapatkan cukup sulit. Si peminat harus menyediakan masakan dari burung gagak yang diletakkan di bawah pohon gayam dan bertelanjang bulat.

Menurut beberapa orang yang telah mendapatkan pesugihan bulu gendruwo, meski mendapatkannya cukup sulit, pesugihan ini dipilih lantaran tidak terlalu berbahaya. Tidak minta tumbal orang atau nyawa. Yang diperlukan hanyalah masakan burung gagak serta pohon gayam. Di kota metropolitan seperti Jakarta, pohon gayam sulit ditemukan. Makanya para peminat kebanyakan pergi ke desa-desa di pelosok Pulau Jawa.

Setelah masakan siap, saat matahari bersembunyi, peminat harus membawa makanan itu ke pohon gayam yang telah ditentukan. Kemudian ia harus membuka seluruh pakaiannya. Biasanya dalam waktu yang tidak begitu lama, gendruwo yang dilukiskan berwajah menakutkan dan sekujur tubuhnya dipenuhi bulu-bulu, akan muncul.

Gendruwo tersebut akan melahap makanan yang dibawakan si peminat. Saat itulah, si peminat dituntut kelincahannya. Mereka harus mampu mengambil minimal satu bulu di tubuh gendruwo. Jika beruntung, maka si peminat akan mendapatkan bulu yang diinginkannya. Tapi jika tidak, bisa jadi ia malahan akan dimangsanya. Karena itu, orang yang gagal biasanya enggan mencoba lagi. Takut kalau-kalau malahan kehilangan nyawa. Orang yang berhasil mendapatkan bulu, biasanya mudah mendapatkan kekayaan. Rejeki akan mengalir bak air bah. Tak tertahankan lagi.



Makam Wali Allah Syekh Hasan Munadi

Di wilayah Ungaran Kabupaten Semarang juga dikenal penyebar agama Islam bernama Syaikh Hasan Munadi dari Desa Nyatnyono. Beliau adalah menantu dari Ki Ageng Makukuhan, seorang aulia yang dimakamkan di daerah Kedu Temanggung Jawa Tengah. Beberapa bekas peninggalan Hasan Munadi yang konon disebut-sebut sebagai keturunan Brawijaya V itu, hingga sekarang juga masih dapat dijumpai di wilayah Ungaran dan Gunungpati Semarang.

Dalam perjalanannya, Hasan Munadi juga pernah singgah dan mengajarkan agama Islam di Desa Nongkosawit Gunungpati Semarang. Hal itu dibenarkan Sutiknyo (47) warga RT 01 RW 01 Desa Nongkosawit yang juga sebagai juru kunci salah satu peninggalan Syaikh Hasan Munadi berupa empat sakaguru beserta tumpang sari masjid.

”Dulu Syaikh Hasan Munadi pernah menyebarkan agama Islam dan hendak mendirikan masjid. Namun karena sudah lama tidak pernah menengok kampung halaman di Nyatnyono, beliau kemudian mau pulang,” kata Sutiknyo.

Saat hendak pulang ke desanya, pembangunan masjid di Desa Nongkosawit belum selesai. Meskipun demikan, dia sudah berpesan kepada para kiai dan santrinya untuk terus melaksanakan pembangunan masjid dan mengaji seperti yang telah diajarkannya kepada mereka.
Ketika sampai di tengah perjalanan menuju kampung halaman, perasaan Syaikh Hasan Munadi tidak enak. Dia kemudian kembali lagi ke Desa Nongkosawit dan melihat dari kejauhan kalau warga sekitar ternyata tidak melaksanakan pesannya untuk terus mengaji, melainkan justru klonengan dan janggrungan. Melihat hal itu, Syaikh Hasan Munadi kemudian bersabda bahwa hingga sampai kapan pun, tidak akan ada santri atau kiai kondang dari Desa Nongkosawit.

 ”Selain sakaguru masjid, beliau juga meninggalkan benda pusaka berupa bende di wilayah ini dan setiap tahun pada bulan Rajab ada tradisi arak-arakan bende,” terang Sutiknyo. Sementara peninggalan lain adalah sebuah pusaka bedug yang kini berada di Desa Randusari Gunungpati.

Di Ungaran, salah satu bangunan peninggalan dari Hasan Munadi adalah Masjid Subulussalam Nyatnyono. Masjid yang dikenal dengan nama Masjid Karomah Hasan Munadi tersebut bahkan dipercaya lebih tua daripada Masjid Agung Demak.

Konon menurut cerita, sebelum mengerjakan masjid tersebut, Hasan Munadi didatangi Sunan Kalijaga. Saat itu dia diminta membantu pembangunan Masjid Agung Demak yang juga akan didirikan. Hasan Munadi bersedia memenuhi permintaan Sunan Kalijaga dengan sebuah syarat, yakni meminta Walisanga menyelesaikan masjid di lereng timur Gunung Ungaran dulu sebelum membangun Masjid Demak.

Kepada Sunan Kalijaga, dia meminta salah satu tiang penyangga yang akan digunakan untuk mendirikan Masjid Demak dan permintaan tersebut dikabulkan. Sunan Kalijaga mengantarkan salah satu tiang yang diminta ke Nyatnyono. Pada awal pembangunannya, masjid tua itu hanya didirikan dengan satu tiang. Namun, pada zaman Belanda, oleh Kiai Raden Purwo Hadi ditambah menjadi empat saka (tiang). Pada 1985 masjid tersebut direnovasi oleh masyarakat tanpa mengubah posisi atau jumlah tiangnya.

Hasan Munadi tercatat sebagai punggawa Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Raden Fatah. Dengan pangkat tumenggung, dia dipercaya memimpin tentara Demak mengatasi segala bentuk kejahatan dan keangkuhan yang mengancam kejayaan Kerajaan Demak. Hasan Munadi kemudian memilih mensyiarkan Islam di daerah selatan kerajaan dan meninggal pada usia 130 tahun. Beliau meninggal dan kemudian dimakamkan di kampung halaman Nyatnyono di atas Masjid Subulussalam.

Tak jauh dari Makam Hasan Munadi, terdapat pula pemandian / sendang yang konon dahulunya untuk tempat mandi dan mengambilan air wudhu dari Hasan Munadi, yang dikenal dengan nama Air Keramat Sendang Kalimat Thoyibah. Air tersebut bersumber dari mata air yang dahulunya tongkat dari Hasan Munadi ditancapkan ketanah. Bila kita rasakan air tersebut maka air tersebut seperti air zam zam. Konon air keramat sendang kalimat thoyibah berkhasiat istimewa wasilah mengobati segala penyakit.
Namun pengunjung sebelum mandi diwajibkan untuk mengganti pakaian dengan sarung dan juga tidak diperbolehkan memakai perhiasan, cincin, gelang dan lain sebagainya. Bila kita lupa membawa sarung maka disediakan jasa untuk penyewaan sarung dipintu masuk sendang air keramat kalimat thoyibah.

Berikut ini tata cara tahlil untuk mandi di Air Keramat Sendang Thoyibah, dibaca sebelum mandi/sebelum air digunakan untuk wasilah atau apa saja yang tidak bertentangan dengan agama :
  • Uluk salam kepada Nabi Khidir as. "Assalamu'alaika ya Nabiyyallahi Khidir balya bin malkaan'alahissalam.
  • Membaca dua kalimat syahadat (3 X)
  • Berwudhu seperti biasa. "Nawaitu wudhu'a liraf'il khakimul khadatsil ashghari fardhal lillahi ta'alaa."
  • Membaca Surat Al-Fatikhah dikhususkan kepada waliyullah Hasan Munadi dan waliyullah Hasan Dipuro. Illa khadroti Waliyullah Hasan Munadi wa ilaa khadrati Waliyullah Hasan Dipuro (3 X).
  • Membaca shalawat Nabi SAW kemudian berdo'a kepada Allah SWT sebelum mandi. " Allahumma shalli 'alaa Sayyidinaa Muhammad (7 X).

Route :
Dari Jakarta atau Jawa Barat turun di Semarang, ganti bus jurusan Solo/Yogja/Ambarawa kemudian turun di Pasar Unggaran atau Masjid Istiqomah dan dilanjutkan dengan naik colt atau ojek ke Nyatnyono.
Yang dari Jawa Timur, naik bus jurusan Solo-Semarang kemudian turun di Pasar Unggaran/Masjid Istiqomah dan dilanjutkan dengan naik colt atau ojek ke Nyatnyono. (Edy Rusman).


Masjid Besar Tegal kalong

Masjid Besar Tegal Kalong terletak di Jalan HajiSuleiman di wilayah Kampung Kaum, Kelurahan Talun, Sumedang Selatan. Di sebelah timur masjid terdapat tanah lapang kecamatan yang sekarang menjadi taman, sebelah utara terdapat Pasar Inpres, sebelah barat pemukiman warga Kampung Kaum, dan sebalah barat merupakan pemukiman wilayah Kampung Sukaluyu.
Tegal Kalong dalam sejarah Sumedang merupakan ibu kota kerajaan Sumedanglarang setelah dipindahkan dari Dayeuh Luhur pada tahun 1600-an. Pemindahan ini terjadi pada waktu R. Suriadiwangsa menggantikan ayahnya, Prabu Geusan Ulun. Setelah Kerajaan Sumedanglarang menjadi daerah kekuasaan Mataram Islam, tempat ini oleh R. Suriadiwangsa dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang. Sebagai kelengkapan kota seperti yang berlaku pada umumnya kota-kota masa Islam di Indonesia, R. Suriadiwangsa membangun masjid ini pada sekitar tahun 1600-an merupakan bangunan permanen berdenah segi empat berukuran 22 x 8 m. Ruang utama dilengkapi juga dengan pintu-pintu dan jendela-jendela. Masjid beratap tumpang yang disangga empat tiang utama atau saka guru dengan puncaknya dilengkapi dengan mustaka.  Selain ruang utama, masjid dilengkapi juga dengan teras dan tempat wudhu. Pada bagian masjid terdapat halaman yang dilengkapi dengan pagar keliling dengan dua pintu. Menurut keterangan dari pihak Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM), semula masjid merupakan bangunan rumah panggung, dinding dari anyaman bambu atau bilik. Setidaknya masjid telah mengalami 5 kali pemugaran.
Selain masjid, di tempat ini terdapat tinggalan arkeologi – sejarah yang cukup penting, yaitu bekas Pendopo Kabupaten Sumedang. Bangunan pendopo tersebut terletak di dekat masjid. Bangunan yang mengalami perubahan dan penambahan bentuk ini sekarang difungsikan sebagai Kantor Camat Sumedang Selatan.

Salah  satu peristiwa sejarah yang cukup penting di masjid ini adalah ketika pada tahun 1786 terjadi serangan tentara Kesultanan Banten yang dipimpin oleh Cilik Widara. Serangan dilakukan ketika Bupati dan para pejabat serta masyarakat sedang menjalankan shalat Hari Raya Idul Fitri yang mengakibatkan banyak jatuh korban di pihak Sumedang. Setelah peristiwa tersebut pusat pemerintahan dipindahkan ke pusat kota yang sekarang. Peristiwa yang memilukan tersebut juga berakibat lain adalah tabu bagi para bupati selanjutnya bila shalat Idul Fitri jatuh pada hari Jumat untuk shalat di ibu kota Sumedang.

Mahkluk Halus menurut masyarakat Jawa

Mahkluk Halus menurut masyarakat Jawa, dimana gunung-gunung nya masih dianggap angker, dapat dibagi menjadi beberapa golongan yakni:

1. Roh Leluhur adalah roh semua orang yang sudah meninggal dunia. Orang percaya bahwa waktu manusia meninggal dunia, jiwanya akan melayang-layang di atas rumahnya selama empat puluh hari. Setelah itu jiwanya akan mendiami sesuatu tempat menurut kepercayaan orangnya. Biasanya orang percaya bahwa roh leluhur bersifat baik dan akan menjaga anak cucunya.

2. Dhanhyang adalah mahluk halus yang tertinggi dan biasanya mendiami tempat seperti gunung, sumber mata air, sungai, desa, mata angin atau bukit. Mahluk halus ini bersifat baik dan suka menolong manusia. Dhanhyang seringkali dianggap sebagai Roh Pelindung.

3. Dhemit adalah Roh Sakti yang mendiami tempat-tempat angker yang biasa disebut punden, seperti reruntuhan candi kecil, pohon beringin, makam tua, mata air yang tersembunyi, batu besar, dll. Dhemit sering dimintai pertolongan oleh manusia yang biasanya meminta kekayaan, kesehatan, kesembuhan, keturunan, keselamatan, pengasihan. Biasanya disertai dengan selamatan sederhana berupa nasi tumpeng, ayam, kue, dan bunga.

4. Tuyul adalah Mahkluk Halus ini yang berujud anak kecil yang telanjang bulat dan berkuncung di kepalanya, dan berkelakuan seperti anak kecil yang bandel. Untuk mencari Tuyul dapat dilakukan dengan bersemedi di tempat-tempat angker. Memeliharanya tidak terlalu sulit, cukup dengan menyediakan tempat tidur dan memberi makanan pada saat petang.

5. Lelembut adalah Mahluk halus yang sering menggangu, merusak, membuat sakit dan mematikan manusia. Lelembut seringkali merasuki orang sehingga membuatnya sakit, gila, bahkan meninggal, lewat badan seseorang inilah Lelembut dapat menyampaikan kemauannya. Kerasukan Lelembut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis; kesurupan, kampir-kampiran, kampel-kampelan, setanan, kejiman (keinan) dan kemongmong. Salah satu cara melepaskan Lelembut dengan memanaskan kaki pada api unggun.

6. Memedi sering kali menampakkan wujudnya dan suka menakut-nakuti manusia. Ada banyak mahkluk halus yang termasuk dalam jenis Memedi, yaitu: Banaspati, Jin, Wewe, Gendruwo, Peri, Jrangkong, Wedon, Buta, Thethekan dan Gundhul Pringis. Jrangkong berujud kerangka tulang manusia. Wedon berupa mayat berbalut kain kafan. Banaspati mahkluk halus yang berjalan dengan kedua tangannya, sambil mulutnya menyemburkan api, wajahnya terletak pada tempat alat kelamin. Sundel Bolong berujud wanita cantik yang punggungnya bolong tertutup rambut panjang, suka merayu lelaki, setelah berkencan testis si lelaki akan dipencet atau dikebiri. Gendruwo sering berubah ujud menjadi manusia, menyamar sebagai seorang suami dan menggauli seorang wanita (istri yang sedang ditinggal suaminya). Gendruwo senang berada di tempat-tempat yang gelap, gang sempit dan buntu, dan WC umum.

Konon kemunculan Nyi Roro Kidul dari Istana Pantai Selatan menunggang kereta kuda kencana, diiringi pasukan berkuda dari dasar samudera. Mata biasa hanya akan melihat kemunculannya sebagai ombak tsunami. Pendaki yang sering menginap di Alun-alun Surya Kencana juga sering mendengar derap kuda pasukan Pangeran Surya Kencana. Bila pendaki mendengar suara kuda sebaiknya jangan dihiraukan, namun bila pendaki semakin penasaran dan ingin mendengar suara kuda lebih jelas, maka akan muncul penampakan kuda-kuda, selanjutnya para pasukan Pangeran Surya Kencana akan menampakkan diri di atas kuda-kuda tersebut. Bila hal ini terjadi maka pendaki tersebut akan terbawa ke alam gaib.

Di dunia ini sebenarnya memiliki tujuh macam alam kehidupan, termasuk alam yang dihuni oleh manusia. Masing-masing Alam ditempati oleh bermacam- macam mahkluk. Mahkluk-mahkluk dari tujuh alam tersebut, pada prinsipnya mereka mengurusi alamnya masing-masing, aktivitas mereka tidak bercampur, setiap alam mempunyai urusannya masing-masing. Dari tujuh alam itu hanyalah alamnya manusia yang mempunyai matahari dan penduduknya yang terdiri dari manusia, binatang dan lain-lain mempunyai badan jasmani.

Penduduk dari 6 alam yang lain mereka mempunyai badan dari cahaya ( badan Cahya ) atau yang secara populer dikenal sebagai mahkluk halus, mahkluk yang tidak kelihatan. Di 6 alam itu tidak ada hari yang terang berderang karena tidak ada matahari. Keadaannya seperti suasana malam yang cerah dibawah sinar bulan dan bintang-bintang yang terang, maka itu tidak ada sinar yang menyilaukan seperti sinar matahari atau bagaskoro ( Jawa halus )

Ada 2 macam mahkluk halus yakni Mahkluk halus asli yang memang dilahirkan sebagai mahkluk halus, dan Mahkluk halus yang berasal dari manusia yang telah meninggal. Seperti juga manusia ada yang baik dan jahat, ada yang pintar dan bodoh. Mahkluk-mahkluk halus yang asli mereka tinggal di dunianya masing-masing, mereka mempunyai masyarakat maka itu ada mahkluk halus yang mempunyai kedudukan tinggi seperti Raja-raja, Ratu-ratu, Menteri-menteri dll, sebaliknya ada yang berpangkat rendah seperti prajurit, pegawai, pekerja dll.


Makam Dayeuh Luhur

Prabu Geusan Ulun adalah tokoh yang cukup penting pada masa lampau. Beliau adalah pengganti Ratu Pucuk Umun yang merupakan raja pertama Kerajaan Sumedanglarang yang beragama Islam. Pada waktu Prabu Geusan Ulun berkuasa dengan pusat pemerintahan di Kutamaya, Sumedang; di Tatar Sunda terjadi perubahan politik yang cukup besar, yaitu berakhirnya kekuasaan Kerajaan Sunda-Pajajaran yang Hinduistis akibat tekanan dari Kesultanan Banten. Di tengah keadaan khaos tersebut, Prabu Geusan Ulun memproklamasikan diri sebagai penerus kekuasaan Kerajaan Sunda-Pajajaran dengan wilayah yang hampir meliputi Tatar Sunda tanpa Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Dukungan mengalir dari para pembesar Kerajaan Sunda-Pajajaran, antara lain dari Jayaperkosa, Nangganan, Kondang Hapa, dan Sayang Hawu.

Legitimasi tersebut diperkuat dengan diserahkannya mahkota kerajaan Binokasih yang sekarang disimpan di museum di Sumedang. Peristiwa yang cukup penting lainnya adalah pemindahan pusat pemerintahan kerajaan dari Kutamaya ke Dayeuh Luhur. Pemindahan ini salah satunya disebabkan adanya konflik antara Kerajaan Sumedanglarang dengan Kesultanan Cirebon. Prabu Geusan Ulun meninggal pada tahun 1601 dan dimakamkan di Dayeuh Luhur. Penggantinya adalah Pangeran Suriadiwangsa yang merupakan putranya dan oleh penggantinya pusat pemerintahan dipindah ke Tegal Kalong, di Kota Sumedang sekarang.

Sesuai dengan namanya, dayeuh yang dalam bahasa Sunda berarti kota dan luhur yang berarti tinggi; Dayeuh Luhur terletak di daerah yang cukup tinggi. Desa Dayeuh Luhur terletak di bagian puncak Gunung Rengganis. Untuk mencapai desa ini relatif mudah dengan kendaraan roda dua dan empat. Jalan beraspal sudah sampai ke desa tersebut.  Desa Dayeuh Luhur dijangkau dari Kota Sumedang ke arah Ganeas, setelah sampai Ganeas dilanjutkan ke arah selatan ke Dayeuh Luhur melewati jalan yang terus menanjak sekitar 7 km. Di kiri kanan jalan ke tujuan tampak panorama yang bagus, di sebelah kiri akan terlihat persawahan, pegunungan, Kota Sumedang dan daerah-daerah yang lainnya. Demikian juga pada pemandangan yang terletak di sebelah kiri jalan, akan terlihat  persawahan, permukiman, dan pegunungan. Di desa yang pada masa lampau pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sumedanglarang inilah terdapat makam yang cukup banyak didatangi oleh peziarah dari berbagai daerah.
 
Makam Prabu Geusan Ulun terletak di bagian utara desa di sisi barat jalan desa. Makam tersebut berada di tengah kompleks makam yang secara umum dibagi menjadi 3 bagian. Makam dikelilingi oleh jalan desa di sebelah timur, lapang parkir di sebelah selatan, hutan di sebelah utara dan barat. Gerbang makam terletak di bagian selatan. Bagian pertama yang terletak di dekat pintu gerbang makam atau bagian terbawah berisi makam para juru kunci. Bagian kedua yang terletak di bagian yang lebih tinggi dari bagian pertama dan di sisi barat ruas jalan menuju makam Prabu Geusan Ulun terdapat makam istri Prabu Geusan Ulun, yaitu Ratu Harisbaya.  Bagian ketiga yang merupakan bagian paling belakang dan paling utara serta terrtinggi di kompleks makam tersebut terdapat makam Prabu Geusan Ulun. Makam dikelilingi tembok keliling dan pintu gerbang di sebelah selatan. Selain berisi makam Prabu Geusan Ulun terdapat juga beberapa makam salah satu di antaranya adalah makam Rangga Gempolyang meninggal dan dimakamkan di daerah Yogyakarta kemudian dipindah ke Dayeuh Luhur. Makam Prabu Geusan berorientasi utara-selatan ditandai adanya jirat 3 teras dari keramik dan nisan pada bagian kepala dan kaki. Makam dinaungi cungkup berupa bangunan terbuka. Pada bagian barat makam terdapat ruangan yang dipakai sebagai tempat beribadah dan menginap para peziarah. Makam ini telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Di bagian selatan kompleks makam terdapat areal parkir yang cukup luas dilengkapi dengan pos penjagaan dan kios-kios di sisi selatannya. Di sebelah selatan dan timur areal parkir terdapat pemukiman, sedangkan masjid sebagai tempat ibadah masyarakat yang sebagian besar beragama Islam terdapat di bagian selatan areal parkir.

Sumur Tujuh Cibulan

Nama Cibulan berasal dari kata Cai Katimbulan yang berarti air yang timbul . Cai Katimbulan merupakan tempat hilangnya Putri Buyut Manis yang akan dijodohkan dengan Putra Buyut Talaga yang kemudian menghilang di tempat ini karena ketidaksetujuan Kepada Putra Buyut Talaga.

Di daerah ini terdapat tujuh sumur (dikenal dengan sebutan Sumur Tujuh) yang merupakan tempat patilasan Prabu Siliwangi yang digunakan untuk bersuci ketika bersemedi dan juga merupakan salah satu tempat bersejarah dalam penyebaran Islam di Kuningan melalui kegiatan para Wali Songa.

Di Kolam Cibulan juga terdapat mitos tentang adanya kepiting emas (kepiting yang berkulit warna emas), yang tidak bisa dilihat oleh sembarang orang, tetapi bagi orang tertentu yang melihatnya, maka cita-citanya akan terkabul.

Terletak di Desa Manis Kidul Kecamatan Jalaksana, 7 Km dari kota Kuningan ke arah Utara, atau berjarak 28 Km dari Kota Cirebon menuju Selatan.

Mistis Air Terjun Curug Bangkong, Kuningan

Keindahan Curug Bangkong bukan saja nikmat untuk dipandang. Di balik keindahan itu, ternyata ada ‘bumbu penyedap’ lain yang tak kalah menarik. Yakni cerita-cerita dari ‘dunia lain’ yang selalu mewarnai keberadaannya. Kabarnya, banyak orang datang ke sini tak sekadar melancong, tapi untuk tujuan lain, seperti mencari berkah dan berburu kesaktian.

Ketinggian Curug Bangkong mencapai 23 m dengan lebar 3 meter. Bila musim hujan, debit airnya bakal membesar. Ketika itulah pemandangan fantastis bakal tercipta. Air terjun itu akan terbelah menjadi dua. Jangan heran bila orang-orang yang menyaksikannya akan berucap, “luar biasa!”. Dan rupanya, hal-hal luar biasa lainnya pun masih menjadi bagian dari daya tarik air terjun ini.


Curug Bangkong ternyata memiliki sejarah panjang yang jarang diketahui orang. Menurut cerita dari mulut ke mulut, dahulu kala, ada seorang tua bernama Wiria, berasal dari Ciamis. Ia seorang pertapa, yang sedang berkelana. Secara tak sengaja ia menemukan sebuah air terjun atau curug dalam bahasa Sunda. Ketika itulah batinnya merasa terpanggil oleh kekuatan gaib yang ada di sekitar curug. Wiria yakin itulah tempat yang tepat untuk melakukan ‘tirakatnya’. Pun ia yakin bila di tempat itu pula ia akan dapat ilafat.

Disela-sela tirakat panjangnya, pria berpostur tinggi besar ini menyempatkan diri bergaul dengan masyarakat. Tak hanya itu. Ia pun mendidik masyarakat setempat tata cara membuat gula kawung (gula merah), yang bahan mentahnya melimpah di lingkungan sekitar. Dengan setia pula masyarakat setempat mengikuti ajaran Wiria. Sehingga dalam waktu singkat, hampir seluruh penduduk desa pandai membuat gula kawung. Lama-lama pekerjaan itu menjadi mata pencaharian mereka.

Menjelma Kodok

Seiring dengan itu, nama Wiria menjadi tokoh yang disegani. Masyarakat memanggilnya Abah Wiria sebagai penghormatan. Suatu masa, kembali Wiria mendapat panggilan batin untuk melanjutkan tirakatnya. Ia pun kembali ke areal curug. Tak jelas betul di mana Abah Wiria melakukan semadinya. Itu karena Wirian diam-diam melakukannya. Menurut cerita pula, konon Abah wiria melakukan tapa bratanya itu di balik air terjun.

Lalu beredarlah informasi bila di balik air terjun itu ada sebuah gua atau lubang. Di duga kuat di gua itulah Abah Wiria melakukan semadinya. Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan Abah Wiria berada di sana. Ini membuat warga desa bertanya-tanya. Mereka merasa kehilangan seorang tokoh yang selama ini membimbing. Mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Abah Wiria. Mereka juga khawatir terjadi sesuatu dengan tokoh yang berjasa itu.

Teka-teki keberadaan Abah Wiria pun merebak ke antero desa. Warga lantas berinisiatif mencarinya. Akan tetapi sosok Abah Wiria tak kunjung ditemukan. Ia hilang bak di telan bumi. Ada sebagian warga yang meyakini bila Abah Wiria sudah meninggal di dalam curug. Sementara yang lain meragukan karena jasadnya tak pernah ditemukan. Kabar yang paling santer adalah dugaan bila Abah Wiria menghilang (moksa) karena telah sempurna melaksanakan ritual tapa brata.

Macam-macam dugaan berkemang di dalam masyarakat yang mencintai Wiria. Sampai-sampai berkembang pula dugaan aneh soal Abah Wiria. Bahwa banyak yang meyakini bila tubuh orang tua itu telah menjelma menjadi seekor bangkong (kodok). Hal itu lantaran sepeninggal Abah Wiria, di sekitar air terjun itu sering terdengar suara kodok. Padahal selama ini, jarang warga di situ mendengar ada suara kodok. Anehnya, ketika suara kodok itu di dekati, tiba-tiba menghilang.

Berdasarkan dugaan itu, akhirnya air terjun itu diberinama Curug Bangkong. Dalam perkembangannya, banyak orang mengikuti jejak Abah Wiria bertapa di sekitar Curug Bangkong. Sehingga bila ada pendatang yang bermaksud melakukan tapa barata di sekitar curug, pasti akan disambut suara kodok. Nah, bila itu yang terjadi, konon seseorang akan bernasib baik. Doanya akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Wallahualam bis sawab.

Minta Tumbal
Ada lagi cerita lain di balik keindahan Curug Bangkong. Ternyata banyak juga yang mengatakan curug ini angker. Mengapa ? Hal ini bermula dari anggapan orang-orang di masa lalu yang mengaitkannya dengan peristiwa ditemukannya orang mati di sana. Mereka menganggap kematian itu sebagai tumbal keangkeran Curug Bangkong.

Peristiwa itu sendiri terjadi sekitar tahun 1944. Kala itu seorang pemuda bernama Yoyo, tewas di Curug Bangkong dan jasadnya tak pernah ditemukan. Pasca kejadian, para pengunjung Curug Bangkong dilarang mandi. Kemudian tahun 2002, seorang pemuda bernama Tatang (18), mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di sekitar curug. Dua kejadian ini membekas di dalam benak masyarakat, dan kemudian menganggap air terjun itu sebagai tempat yang angker.

Jadi, selain panorama yang indah, curug ini pun disebut-sebut sebagai tempat yang angker. Hal ini tak lepas dari kejadian yang pernah berlaku tahun 1970. Ketika itu, masyarakat melihat cahaya terang benderang yang melayang-layang di sekitar areal Curug Bangkong. Cahaya itu lantas mendarat dan menghilang di sebuah makam keramat yang ada di sana. Selidik punya selidik, ternyata itu adalah makam Pangeran Arya Salingsingan. Yakni seorang panglima Kerajaan Talaga, yang dipercaya sebagai koordinator syiar Islam di daerah Kuningan Barat. Beliau adalah seorang utusan Sunan Gunung Jati. Makam inilah yang setiap hari Selasa dan Kamis, ramai diziarahi orang.

Nah, kejadian itulah yang membuat pamor Curug Bangkong meningkat. Mereka meyakini curug itu bukan sembarang tempat. Banyak ahli-ahli kebatinan dan tenaga dalam merasakan kekuatan energi gaib di sekitar areal curug.

Lubang Misterius

Lalu, bagaimana dengan lubang misterius yang ada di balik curug Bangkong? Spiritualis Tatar Sunda, Ki Mohammad, mengungkap adanya sebuah lubang setinggi 1 meter dengan lebar 0,8 meter. Letaknya persis di belakang sebelah kiri curug itu. Konon pula, panjang gua itu hampir mencapai 1 Km (tepatnya 800 m). Sesepuh desa, Abah Mansur, menyebut ujung lubang itu tembus sampai ke Gunung Embun. Terbukti bila debit air mencapai 5 meter kubik atau lebih, maka embun akan keluar dari lubang-lubang yang ada di sana. Saat itu pemandangan akan semakin cantik. Kalau sinar matahari sedang terang, maka terlihat pelangi yang indah sekali.

Tahun 1950-an, pernah ada orang yang mengetes kedalaman lubang ini. Sebagai uji coba, dimasukkanlah seekor anjing yang diikat tali ke dalam lubang. Setelah sekian lama di tunggu, tali kemudian ditarik. Apa yang terjadi ? Ternyata si anjing menghilang dan yang kembali cuma ikatan tali di leher si anjing tadi. Menurut cerita dari mulut-ke mulut, konon anjing itu dimakan ular sanca kembang yang panjangnya mencapai 15 meter dan badannya sebesar paha orang dewasa.

Lubang gua yang diyakini ada di balik Curug Bangkong ini dibuat manusia pada zaman peralihan. Hal itu tampak dari adanya perubahan budaya pada bentuk fisik. Ki Mohammad, yang juga penggali khasanah budaya Kuningan, memperkirakan gua ini terbentuk semasa peralihan zaman batu ke zaman Islam. Hal itu ditandai adanya makam-makam tokoh Islam di sekitanya.

Makam Gunung Sembung

Komplek makam Gunung Sembung berada di Dusun Astana, Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara. Komplek makam terletak di sebelah barat jalan raya yang menghubungkan Cirebon dan Indramayu. Jarak dari pusat kota Cirebon sekitar 5 km. Di sebelah utara komplek makam terdapat aliran Kali Condong dan di sebelah selatannya mengalir Kali Pekik. Secara geografis terletak pada pedataran bergelombang di pantai utara Jawa.
Tokoh utama yang dimakamkan di komplek makam Gunung Sembung adalah Sunan Gunungjati. Selain itu juga terdapat makam-makam Sultan Cirebon lainnya beserta kerabatnya. Untuk memasuki komplek ini dari jalan raya melewati jalan kecil sejauh sekitar 500 m. 

Kompleks makam Gunung Sembung dibangun pada tahun 1400 Saka yang ditandai dengan candra sengkala “Sirna Tanana Warna Tunggal”. Di depan komplek makam terdapat alun-alun. Di tengah alun-alun terdapat pohon beringin. Sisi barat ditanami pohon munggur, sedangkan pada sisi utara terdapat pohon sawo kecik dan tanjung. Di halaman alun-alun ini terdapat dua bangunan yaitu Mande Mangu atau Mande tepasan yang berada di sisi barat dan Pendopo Ringgit yang berada di timur. Bangunan Mande Mangu dibuat pada tahun 1402 Saka yang ditandai dengan candrasengkala “Singa Kari Gawe Anake”. Menurut tradisi bangunan tersebut merupakan hadiah dari Ratu Nyawa anak Raden Patah dari Demak yang menikah dengan Pangeran Bratakelana anak Sunan Gunung Jati. Pangeran Bratakela meninggal di laut ketika dalam pelayaran dari Demak ke Cirebon. 

Gerbang utama untuk memasuki komplek makam ada dua berbentuk gapura candi bentar. Dua gerbang tersebut dinamakan Gapura Kulon dan Gapura Wetan. Gerbang yang dipakai untuk umum adalah yang berada di timur (Gapura Wetan). Memasuki halaman pertama di sisi kanan terdapat Sumur Jati. Di sebelah kiri gerbang berderet tiga bangunan yaitu Mande Cungkup Danalaya, berada di bagian timur, di bagian tengah ruang Museum merupakan tempat penyimpanan benda-benda milik Sunan Gunung Jati. Benda-benda tersebut merupakan pemberian dari negara luar diantaranya 10 guci dari Cina masa dinasti Ming. Di sebelah selatan Kong Museum adalah bangunan Mande Cungkup Trusmi. 

Memasuki pintu gerbang kedua di sebelah kanan terdapat bebrapa padasan untuk mengambil air wudlu bagi peziarah. Di sebelah kiri terdapat bangunan Pendopo Soka yang fungsinya untuk tempat istirahat bagi tamu yang akan ziarah. Di sebelah selatan bangunan ini terdapat Siti Hinggil. Selanjutnya di sebelah selatan Siti Hinggil terdapat bangunan Mande Budi Jajar atau Mande Pajajaran, yang dibuat pada tahun 1401 Saka (1479 M) yang ditandai dengan candrasengkala “Tunggal Boya Hawarna Tunggal”. Bangunan ini merupakan hadiah dari Prabu Siliwangi kepada Pangeran Cakrabuana atau Walasungsang. Mande Pajajaran berdenah bujur sangkar dengan ukuran 9, 80 x 9,80 m. Tinggi bangunan 6,80 m dan memiliki tiang 8 buah. Pada bagian atas tiang, antara balok tarik dan tiang, terdapat ornament dengan pola hias kembang persegi. Di bagian ujung atas dan bawah tiang dihias ukiran motif tumbuhan. 

Memasuki halaman ketiga melewati Gerbang Weregu, selanjutnya melalui koridor menuju bangsal Pekemitan. Bangsal ini terbagi dua bagian di sebelah timur disebut Paseban Kraman dan yang di sebelah barat disebut Paseban Bekel. Bangsal ini merupakan tempat para pengurus komplek makam menerima para peziarah. Para peziarah selanjutnya harus berbelok ke kiri melewati koridor hingga sampai ke halaman khusus untuk para peziarah. Di sekitar halaman peziarah banyak terdapat makam-makam kerabat kesultanan baik dari Sultan Kasepuhan maupun Kanoman. Di halaman ini juga banyak terdapat hiasan tempel piring porselain dan beberapa tempayan porselin. Kebanyak berasal dari Cina. Para peziarah melakukan prosesi ziarah hanya sampai di sini. Untuk ziarah ke makam Sunan Gunung Jati cukup diwakili hingga di Lawang Pesujudan yang berada di sebelah utara halaman.

Di sebelah timur halaman ini terdapat bangunan yang disebut Gedong Raja Sulaeman. Gedung ini dibangun oleh Sultan Sepuh ke-9. Dinding bangunan dihias tempelan piring porselain dari Eropa dan Cina. Di sebelah barat halaman peziarah terdapat bangunan yang dinamakan Pelayonan atau Mande Layon. Di sebelah barat bagian ini terdapat komplek makam khusus yang berpagar kayu. Salah satu makam di halaman ini adalah makam Nio Ong Tin  atau disebut juga dengan nama Nyai Rara Sumanding.

Di sebelah selatan terdapat gerbang yang disebut Lawang Krapyak. Di sebelah utara terdapat gerbang menuju halaman berikutnya yang disebut Lawang Pesujudan atau Siblangbong. Lawang Krapyak dan Lawang Pesujudan merupakan dua dari sembilan pintu gerbang yang berada pada satu garis lurus dari selatan ke utara hingga sampai ke makam Sunan Gunung Jati di bagian puncak gunung.

Kesembilan pintu gerbang tersebut adalah 1) Gapura Kulon, 2) Lawang Krapyak, 3) Lawang Pesujudan atau Siblangbong, 4) Lawang Ratnakomala, 5) Lawang Jinem, 6) Lawang Rararoga, 7) Lawang Kaca, 8) Lawang Bacem, dan 9) Lawang Teratai. Gapura Kulon, hanya dibuka pada waktu Syawalan dan itu hanya dipakai untuk keluarga Sultan. Lawang Krapyak dibuka setiap malam Jumat Kliwon sesudah acara tahlil. Demikian juga Lawang Pesujudan dibuka hanya pada malam Jumat Kliwon sesudah tahlil, tetapi hanya peziarah yang mendapat ijin dari Sultan yang boleh memasuki halaman berikutnya.

Petugas yang mengurus kompleks makam berada dalam satu sistem organisasi. Seluruh aktivitas berada di bawah koordinator Ki Jeneng. Beliau mengkoordinir 120 staf. Ki Jeneng dibantu 4 orang asisten senior yang disebut Bekel Sepuh atau Bekel Tua dan 8 orang asisten yunior yang disebut Bekel Anom. Selanjutnya terdapat 108 asisten pelaksana yang disebut Wong Kraman. Para petugas ini merupakan keturunan Patih Keling yaitu seorang pembantu Sultan yang berprofesi sebagai pelaut. Struktur organisasi pengelola komplek makam tersebut mengandung makna bahwa Bekel Sepuh dan Bekel Anom merupakan simbol Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Wong Kraman yang berjumlah 108 mengikuti sistem organisasi dalam pelayaran.

Setiap dua minggu terjadi pergantian petugas. Dalam satu kelompok, Ki Jeneng dibantu 2 orang bekel tua dan 2 bekel anom. Di Paseban Kraman terdapat 12 orang kraman yang bertugas penuh selama 2 minggu. Kraman yang 12 hanya bertugas seminggu sebab jumlahnya ada 108 orang yang dilakukan secara bergilir. Baik Jeneng, Bekel Tua, Bekel Anom, maupun Kraman serta penghulu selain punya tugas mengurus makam juga sewaktu dapat membantu tugas-tugas khusus di keraton atas perintah  kedua Sultan Kasepuhan dan Kanoman. Dalam menjalankan tugasnya mereka mengenakan pakaian adat yaitu memakai iket, baju kampret warna putih dan tapih.

Mengenai tokoh Sunan Gunung Jati sudah banyak dibicarakan dalam buku sejarah. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Kehidupan beliau di samping sebagai pemimpin spiritual, sufi, mubaligh dan da’i pada zamannya, juga sebagai pemimpin rakyat karena beliau adalah raja (Sultan) pertama di Kesultanan Cirebon yang semula bernama Pakungwati.

Sunan Gunung Jati memiliki nama asli yaitu Syarif Hidayatullah putera Maulana Ishaq Syarif Abdillah seorang penguasa dari kota Ismailiah, Arab Saudi. Sunan Gunung Jati bukan Fatahilah atau Faletehan ulama dari Aceh sebagaimana sering dibahas dalam buku-buku sejarah Wali Sanga. Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa di samping makam Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah terdapat makam Tubagus Pasai Fathullah yang tidak lain adalah Faletehan. Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah hidup pada zaman Raden Patah Sultan Demak pertama, sedangkan Fatahilah datang dari Aceh pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, sulan ketiga setelah Dipati Ukur.

Sunan Gunung Jati adalah putra Nyi Ratu Rarasantang atau Syarifah Muda’im dengan Maulana Ishaq Syarif Abdillah penguasa kota Isma’iliyah. Maulana Ishaq Syarif Abdillah dikaruniai dua putera, yaitu Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati dan Syarif Nurullah. Keduanya diperintah ayahnya untuk menimba ilmu seperti ilmu agama, ilmu sosial, dan ilmu tasauf dari ulama Baghdad. Pada saat Syarif Hidayatullah berumur 20 tahun ayahnya meninggal dunia maka ia ditunjuk untuk menggantikan memerintah Kota Isma’iliyah. Syarif Hidayatullah tidak bersedia karena sudah bertekad untuk melaksanakan harapan ibunya menjadi mubaligh di Caruban. Pemerintahan kota Isma’iliyah dilimpahkan kepada adiknya Syarif Nurullah.

Setelah pengangkatan Syarif Nurullah sebagai penguasa Kota Isma’iliyah maka ibunda Syarifah Muda’im beserta Syarif Hidayatullah untuk pulang ke tanah Jawa dan singgah dibeberapa tempat dan baru pada tahun 1475 sampai di Caruban. Syarif Hidayatullah ingin dekat dengan tempat makam gurunya yaitu Syekh Dzatul Kahfi. Ia meminta ijin kepada Pangeran Cakrabuana dan diijinkannya untuk tinggal bersama anaknya di Pertamanan Gunung Sembung sambil mengajarkan agama Islam sebagai penerus Paguron Islam Gunung Jati. Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan putrinya Nyi Ratu Pakungwati dengan Pangeran Syarif Hidayatullah, dan pada tahun 1479 Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaan atas negeri Caruban ke menantunya yaitu Syarif Hidayatullah dengan gelar Sunan Gunung Jati. Dengan dinobatkannya Syarif Hidayatullah sebagai pemimpin tertinggi Nagari Caruban di Istana atau Keraton Pakungwati ini menambah besarnya nama Caruban serta pesatnya penyebaran agama Islam

Langkah-langkah selanjutnya ingin menyebarkan agama Islam di sekitar Cirebon, seperti Talaga dan Rajagaluh. Dan ia kembali lagi ke Gunung Sembung guna menata agama Islam di Pasambangan, yaitu menjadi guru Agama Islam di Paguron Pasambangan. Pada tahun 1568 warga kesultanan Cirebon berduka atas wafatnya Syarif Hidayahtullah (Sunan Gunung Jati). Ketika meninggal Sunan Gunung Jati berusia 120 tahun. Bersama ibu Syarifah Muda’im dan Pangeran Cakrabuana, beliau dikebumikan di Pertamanan Gunung Sembung.

Mistis Alas Roban

Cerita misteri soal Alas Roban sudah terdengar sejak dulu. Alas Roban terletak di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Daerah ini sejak dulu terkenal angker. Setiap pengendara yang ingin melintas jalan raya Alas Roban selalu merinding. Tidak hanya jalannya yang berkelok, tapi cerita-cerita mistis sudah kuat membekas. Kawasan hutan jati di Plelen, Gringsing itu pernah dikenal sebagai tempat pembuangan mayat pada tahun 1980-an. Mayat-mayat itu adalah korban dari penembak misterius (Petrus). Semua korbannya dibuang ke Alas Roban.

Tidak hanya itu, daerah tersebut sudah sering terjadi puluhan kecelakaan lalu lintas. Sudah banyak yang meninggal di sana akibat kecelakaan. Lalu, muncul cerita-cerita mistis beredar di masyarakat. Ada yang pernah melihat kuntilanak, pocong sampai genderuwo. Dulu, jika malam hari, sepanjang jalur Alas Roban memang gelap. Masih dikelilingi pohon-pohon jati. Jalannya pun tidak lurus, ada yang berkelok dan menanjak curam. Wajar, jika setiap pengendara melintasi jalan tersebut selalu was-was.

Jika menengok ke belakang, jalan raya Alas Roban hanya ada satu, yaitu jalan raya Poncowati. Jalan itu dibuat pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, Gubernur Jendral Hindia Belanda ke-36. Dia memerintah antara tahun 1808 hingga 1811.

Sekarang, cerita itu sudah berubah. Sekarang sudah dibangun jalan baru. Ada jalur alternatif jika pengendara ingin menuju Semarang atau sebaliknya menuju Jakarta. Ada dua jalan tembus yang dibangun tahun 1990-an dan 2000-an.

Tidak hanya cerita angker saja, jalan raya Alas Roban pernah dikenal rawan tindak kejahatan. Jalur yang berliku dan panjang membuat pengendara takut melewati jalan tersebut sendiri jika malam hari.

Banyak penjahat mulai dari begal sampai bajing loncat. Saking rawannya, kendaraan yang melintas malam hari tidak berani. Untuk kendaraan yang datang dari arah timur Semarang berhenti di depan Pasar Plelen. Sementara dari arah barat Jakarta, istirahat di Banyuputih.

Mereka baru berani melintasi jalan Alas Roban ketika pukul 05.00 WIB. Kalau pun ada yang berani melintas malam hari, harus menunggu kendaraan lainnya. Minimal enam kendaraan. Sekarang cerita angker dan rawan kejahatan secara perlahan mulai hilang di benak masyarakat. Jalan raya Alas Roban lambat laun mulai ramai baik mobil atau motor. Dan, di sekitar pinggir jalan kini juga sudah banyak orang menjajakan makanan.


Makam Syekh Bentong

Selain Syech Quro di Karawang dikenal juga tokoh yang bernama Syech Bentong.  Syech Bentong disebut pula dengan nama Panembahan Pulomasigit atau Syech Darugem. Menurut tradisi lisan masyarakat, Syech Bentong adalah murid Syech Quro yang paling dekat yang kemudian dijadikan anak angkat. Beliaulah yang mendampingi Syech Quro dalam melakukan ujlah di Kampung Pulobata, Pulokalapa. Setelah Syech Quro wafat mungkin beliau melanjutkan islamisasi di sekitar Pulokalapa hingga akhir hayat. Sehingga beliau dimakamkan di Kampung Pulobata, Pulokalapa.

Komplek makam Syech Bentong disebut Keramat Pulomasigit berada di sebelah utara komplek makam Syech Qura, Makam Syech Bentong berada pada bangunan cungkup berukuran 9 x 12 m. Untuk memasuki halaman cungkup makam melalui gerbang masuk yang berada di sisi selatan. Bangunan cungkup terdiri tiga ruangan. Ruangan paling depan merupakan serambi terbuka. Ruang tengah merupakan ruangan tempat para peziarah. Ruang paling dalam merupakan ruang tertutup tempat makam Syech Bentong. Para peziarah tidak diperkenankan memasuki ruang makam. Di depan pintu masuk terdapat tempat pembakaran kemenyan atau hio. Abu sisa pembakaran tampak tertampung pada belanga yang terbuat dari bahan tembikar. Bangunan cungkup merupakan bangunan baru. Lantai dan sebagian dinding dilapi keramik berwarna putih. 
Di sebelah timur bangunan makam terdapat masjid berukuran 12 x 12 m. Atap masjid berbentuk tajug tumpang dua. Pada keempat sudut atap terdapat semacam menara. Di belakang masjid terdapat sumur yang dikeramatkan. Sumur ini berada di tengah kolam. Para peziarah yang akan mengambil air sumur harus melewati kolam tersebut. Di sebelah barat bangunan cungkup makam Syech Bentong juga terdapat bangunan masjid. Masjid dilengkapi ruangan khusus untuk jamaah perempuan (pawestren). Atap bangunan utama masjid berbentuk tajug tumpang dua. Ruangan pawestren berada di bagian utara masjid beratap limas memanjang.

Kisah Pesugihan Kucing Hitam

Apa jadinya bila anak sendiri dijadikan tumbal iblis untuk memperoleh kekayaan di muka bumi ini. Kehidupan yang sulit, susah mencari kerja, patah semangat, ingin mendapat harta secara instan kadang membuat orang gelap mata. Kita seharusnya tahu bahwa apapun di dunia ini ada yang mengatur, Tuhan selalu menjaga setiap makhluknya untuk dapat hidup layak. Akan tetapi apa yang dilakukan Rusdi (nama samaran) bertolak belakang dari perintah dan kehendak Yang Di Atas.

Semua berawal dari gagalnya usaha Rusdi mencari pekerjaan, tanpa bekal pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki akan sulit mendapat pekerjaan sesuai yang diharapkan. Sudah beberapa kali Rusdi membuka usaha, akan tetapi selalu gagal dan gagal, mungkin yang membuat gagal karena dirinya hobi judi, setiap mendapat rezeki sedikit saja selalu mencari tempat berjudi. Sekeras apapun usaha yang dilakukan Rusdi, tidak dapat menolong dirinya, judi sudah menjadi bagian dari hidupnya. Semua tahu, judi dilarang, akan tetapi tetap saja secara sembunyi- sembunyi Rusdi melakukannya. Alhasil, yang didapat tak lain adalah hancurnya keluarga, harapan dan cita-cita untuk hidup normal seperti kebanyakan orang lainnya.

Dengan rasa gontai ditelusurinya pematang sawah, Rusdi tidak menyadarinya, semua bisa begini karena akibat hobi judinya. "Apapun akan aku lakukan asal dapat uang," Rusdi berbicara sendiri.

Sementara itu istri Rusdi dan anaknya yang masih berumur 3,5 tahun bingung, sudah dua hari Rusdi tidak pulang rumah. Beberapa penagih utang berdatangan di rumahnya, kadang orang menagih sambil marah-marah, karena sudah lama utang tak terbayar. Rasa bersalah dan takut dirasakan istri Rusdi. Sementara itu Rusdi masuk hutan mendatangi makam yang ada di tengah hutan.

Menurut kabar angin, yang di makam di dalam hutan itu dulunya selama masih hidup adalah seorang dukun jahat yang suka mencelakai orang lain, kejahatanya sudah menjadi ceritera turun menurun di kampung tersebut. Di atas makam itu berdiri pohon yang sangat besar, menaungi siapa saja yang di bawahnya.

Rasa lelah membuat Rusdi tertidur di antara akar-akar pohon, dalam tidurnya Rusdi bermimpi, bertemu dengan perempuan yang sangat cantik, perempuan itu sanggup memberikan apa saja kepada Rusdi, tetapi dengan dua syarat, yang pertama Rusdi harus mau merawat seekor kucing hitam dan harus tidur bersama kucing itu, syarat yang kedua Rusdi harus mempersembahkan anak tunggalnya untuk korban kepada penunggu makam tua itu. Tanpa pikir panjang Rusdi pun menyanggupinya. "Aku sanggup..! aku sanggup..! aku sanggup..!",Rusdi berteriak, bersamaan itu terbangunlah dia dari tidurnya.

Di depannya seekor kucing hitam memperhatikan dirinya. "Nyai, aku akan melakukan apa saja, asalkan aku dapat kaya raya nyai," Rusdi berteriak –teriak. Tanpa diduga secepat kilat kucing hitam telah melompat dalam pangkuannya, diam sambil menjilat-jilat tangan Rusdi. "Pulanglah Rusdi, anak istrimu sudah menunggumu, mulai saat ini engkau menjadi abdiku, apapun yang engkau inginkan akan aku kabulkan, tapi ingat, sekali saja engkau menyia-nyiakan kucing itu, aku akan mengambil nyawamu," terdengar suara di antara pohon besar itu. "Baiklah, akan aku rawat kucing ini, seperti merawat diriku sendiri," sela Rusdi.

Sementara itu di rumah Rusdi sudah berkumpul banyak orang, istri Rusdi menangis sejadi-jadinya. Anak tunggalnya meninggal tanpa sebab yang jelas. Beberapa tetangga berdatangan dan mempersiapkan perlengkapan pemakaman, orang yang hadir di tempat tersebut berbisik-bisik menanyakan keberadaan Rusdi. "Bapak apa itu, sudah beberapa hari tidak tidur di rumah," timpal warga. "Memang Pak Rusdi itu orang tua yang tidak bertanggung jawab, tahunya hanya judi melulu," terdengar suara ibu yang lain.

Dalam perjalanan pulang, Rusdi dibuat binggung, beberapa orang menyongsong kedatangannya, bahkan ada yang mengatakan dirinya harus sabar dan tawakal menghadapi cobaan. Dilihatnya rumahnya telah dipenuhi tetangga-tetangganya. "Ada apa ini," suaranya lirih. Begitu melihat anaknya telah tiada, rasa sedih tak tertahankan. Dalam hati Rusdi mengaku, bahwa kematian anaknya adalah akibat perjanjiannya dengan penunggu pohon di tengah hutan itu.

Beberapa bulan kemudian perekonomian Rusdi melonjak dengan sangat cepat, rumah yang dulunya dari papan kini berubah menjadi gedung yang sangat megah dengan tembok yang dikelilingi pagar. Tampak dua buah mobil terparkir di serambi rumah, baju yang dulunya kumal berubah menjadi jas yang selalu berganti-ganti. Di rumah Rusdi juga terdapat ruangan khusus untuk menempatkan sesajian yang diperuntukkan kepada kucing hitam yang dia bawa dari hutan. Segala yang diinginkan keluarga ini tercapai sudah, uang tidak menjadi masalah.

Apa yang didapat Rusdi secara cepat, membuat para tetangganya menaruh curiga, apalagi Rusdi tidak punya pekerjaan tetap, yang lebih menyedihkan lagi di malam–malam tertentu sering terdengar anak kecil memanggil–manggil nama Rusdi, siapa lagi kalau bukan anaknya yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu.

Melihat hal yang janggal itu, atas kesepakatan warga yang lain dilaporkan kepada kepala desa setempat. Mendapat laporan dari warganya, lurah desa Burhadi menyatakan kepada warganya untuk tidak terlalu berprasangka buruk dulu dan diharapkan warga tenang, dia akan menyelidiki apakah yang dilakukakan keluarga Rusdi keluar dari kaidah agama.

Walaupun Rusdi berusaha menutupi perbuatan maksiatnya, tetap saja beberapa tetangganya mengetahuinya. Sepandai- pandai tupai melompat akhirnya jatuh jua. Diam–diam beberapa warga memperhatikan setiap langkah yang diperbuat Rusdi. Melalui pembantunya apa yang telah diperbuat Rusdi mulai terkuak. "Benar Pak Lurah, juragan saya itu kalau makan dan tidur bersama kucing hitam, dan ada satu kamar yang khusus digunakan untuk sesaji, tidak boleh siapapun masuk kamar pribadi itu," tutur pembantu Rusdi.

Akan tetapi sebelum Lurah dan warga desa bertindak, terdengar khabar bahwa juragan Rusdi meninggal digigit binatang buas. Banyak orang yang tidak percaya, di desa tersebut tidak ada binatang buas yang ada hanya hewan sebangsa anjing, kucing peliharaan pendududk desa.

Berita meninggalnya juragan Rusdi cepat tersebar luas di kampung tersebut, beberapa orang bertanya–tanya, apa penyebab juragan yang kaya raya itu meninggal.

Dua hari setelah pemakaman Rusdi, Miarsih, istri Rusdi mendatangi lurah desanya. "Ampun Pak Lurah, suami saya meninggal saya penyebabnya, itu semua terjadi karena suami saya telah tega mengorbankan anaknya untuk tumbal mencari kekayaan. Kucing hitam yang ada di rumah saya itu yang membuat suami saya berbuat begitu. Terpaksa saya pukul dengan balok kayu hingga mati, akan tetapi ternyata matinya kucing itu membawa nyawa bagi suami saya," tutur Miarsih istri Rusdi.

Mendengar keterangan itu, Kepala desa tidak dapat berbuat apa-apa. Apa yang diperbuat Rusdi telah mendapat ganjarannya. Dari kejadian itu dapat menjadikan contoh warga desa yang lain, bahwa apa yang didapat dari yang tidak wajar, hanya membawa kesenangan sesaat dan berakhir penyesalan berkepanjangan.

Para tetangga Rusdi di hari-hari tertentu sering mendengar suara Rusdi sedang menangis minta tolong, tangisan Rusdi menyayat hati, minta ampun pada anak dan istrinya. Tetapi kejadian itu sudah menjadi kisah bagi warga desa. Kini Rusdi tinggal empertanggungjawabkan perbuatanya selama hidup di dunia di hadapan-Nya.



Makam Syekh Quro

Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting. Pelabuhan Caravam yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah makam Syech Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depan komplek makam, Nama lengkap Syech Quro adalah Syech Qurotul Ain. Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syech Quro adalah seorang ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama besar Mekah. 

Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon. Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syech Quro berada di Desa Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syech Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syech Quro datang di Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming). Tujuan utama perjalanan Cheng Ho ke Jawa dalam rangka menjalin persahabatan dengan raja-raja tetangga Cina di seberang lautan. Armada tersebut membawa rombongan prajurit 27.800 orang yang salah satunya  terdapat seorang ulama yang hendak menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mengingat Cheng Ho seorang muslim, permintaan Syech Quro beserta pengiringnya menumpang kapalnya dikabulkan. Syech Quro beserta pengiringnya turun di pelabuhan Karawang, sedangkan armada Cina melanjutkan perjalanan dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati Cirebon. 

Di Karawang pada tahun 1338 Saka (1416 M) mendirikan pesantren di Pura Dalem, diberi nama Pondok Quro yang artinya tempat untuk belajar Al Quran. Syech Quro adalah penganut Mahzhab Hanafi, yang datang bersama anak angkat bernama Syech Bentong alias Tan Go. Dari istrinya yang bernama Siu Te Yo  mempunyai seorang putri diberi nama Sie Ban Ci. Syech Quro kemudian menikah dengan Ratna Sondari dan lahir Syech Akhmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. 

Setelah melakukan islamisasi di Karawang Syech Quro kemudian menjalani hidup menyendiri di Kampung Pulobata, Pulokalapa. Di kampung ini beliau melakukan ujlah untuk mendekatkan diri kepada Allah agar memperoleh kesempurnaan hidup. Demikian ini beliau lakukan hingga akhir hayat.
Makam Syech Quro ditemukan oleh Raden Sumareja (Ayah Jiin) dan Syech Tolha pada hari Sabtu akhir bulan Sya’ban tahun 1859. Mungkin karena ditemukan pada hari Sabtu maka hingga sekarang pada setiap hari Sabtu banyak orang yang berziarah. Komplek makam ini berada di pemukiman penduduk Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemah Abang.

Komplek makam berada pada lahan seluas 2.566 m2 yang batas-batasnya sebelah utara pemukiman, timur, selatan, dan barat berupa sawah. Komplek makam ini berada di sebelah selatan jalan desa. Sebelum memasuki komplek makam terdapat halaman yang sangat luas berfungsi sebagai tempat parkir kendaraan para peziarah. Di pinggir halaman parkir ini terdapat deretan warung yang menyediakan makanan serta benda-benda untuk keperluan ibadah seperti tasbih, peci, mukena, baju koko, dan kitab. Selain di pinggir lahan parkir, sebetulnya sudah disediakan tempat khusus untuk berjualan yang mirip pasar tradisional. Lahan tempat berjualan ini terletak di sebelah timur komplek makam. Aktivitas berjualan kelihatan hidup pada setiap hari Jumat malam hingga Sabtu, karena pada hari itu merupakan hari puncak pelaksanaan ziarah.

Komplek makam bagian depan diberi pembatas pagar tembok berwarna hijau. Bentuk arsitektur pagar tembok tersebut melengkung dengan jarak lengkungan tertentu sehingga terbentuk beberapa puncak lengkungan. Pada setiap puncak lengkung pagar dihias dengan semacam kubah masjid. Sisi-sisi lengkungan pagar berhias kaligrafi. Gerbang masuk bagian atasnya juga melengkung, tetapi lengkungannya merupakan kebalikan dengan lengkung pagar. 

Di sebelah barat gerbang masuk terdapat salah satu dari tujuh sumur keramat yang berada di komplek makam. Di sebelah timur gerbang masuk bagian dalam terdapat panil peringatan penemuan komplek makam. Pada panil peringatan tersebut juga tertulis pesan Syech Quro yang berbunyi: “Ingsun titip masjid langgar lan fakir miskin anak yatim dhuafa”.

Di halaman dalam komplek makam terdapat masjid dan cungkup makam Syech Quro. Sebagai objek yang bersifat living monument, semua bangunan di komplek makam ini selalu berkembang mengikuti situasi. Bangunan cungkup makam Syech Quro sebagai bangunan inti merupakan bangunan baru, terbagi tiga bagian. Bagian depan merupakan bagian terbuka, bagian tengah merupakan ruangan untuk berdoa, dan bagian dalam tempat makam Syech Quro. Para peziarah tidak diperkenankan memasuki ruangan makam Syech Quro, peziarah cukup sampai di depan pintu ruangan. Didepan pintu tersebut terdapat beberapa benda untuk ziarah seperti tempat pembakaran kemenyan, beberapa plastik tempat air mineral yang berisi air dari sumur keramat, dan kotak kayu tempat shodaqoh. Jirat makam berukuran 2,70 x 2,25 m. Nisan terbungkus kain putih. Tinggi nisan 85 cm. Di samping cungkup makam terdapat salah satu sumur keramat yang dinamakan sumur awisan. Sumur tersebut berdiameter 1 m. 

 

SEO Stats powered by MyPagerank.Net

 Subscribe in a reader

Add to Google Reader or Homepage

Powered by FeedBurner

Waris Djati

↑ Grab this Headline Animator

My Ping in TotalPing.com Protected by Copyscape Online Copyright Protection Software DMCA.com Literature Blogs
Literature blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! free web site traffic and promotion Submitdomainname.com Sonic Run: Internet Search Engine
eXTReMe Tracker
free search engine website submission top optimization